PART 4

9.6K 1.1K 64
                                    

Malam itu, suasana klub malam paling eksklusif di kota dipenuhi oleh gemerlap lampu dan alunan musik yang keras, seakan-akan menjadi tempat yang sempurna bagi mereka yang ingin melarikan diri dari kenyataan. Di pojok ruangan yang lebih tenang, Kenan duduk bersama dua teman dekatnya, Arvin dan Mahes, di sebuah meja VIP yang dikelilingi oleh botol-botol minuman mahal.

Kenan, seperti biasa, tampak tenang dan tak terganggu oleh keramaian di sekitarnya. Senyum tipis menghiasi wajahnya yang tampan dan berwibawa, sementara matanya yang dingin tetap fokus pada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar suasana malam itu.

Kenan mengangkat gelasnya, memutar-mutar isinya sambil berpikir. Ia lalu meneguk minumannya, membiarkan cairan dingin itu mengalir di tenggorokannya.

Mahes memandang Kenan sambil mengangkat alis, lalu meneguk wine-nya perlahan.

"Satria ngintai lo lagi? Dia nggak kapok, setelah lo bikin dia bertekuk lutut waktu itu?"

Kenan, yang duduk santai di sofa dengan segelas wine di tangannya, hanya mengangkat bahu tanpa minat. "Lo tahu sendiri gimana dia," jawabnya dingin, tanpa mengalihkan pandangannya.

 "Ngomong-ngomong soal itu, berkas yang lo minta udah gue titip sama Bi Imah minggu kemaren. By the way, sekarang Bi Imah bawa anaknya kerja di rumah lo? Cakep banget, bro!" Arvin terkekeh.

Kenan tetap tenang, tidak terlihat tertarik. "Itu bukan anaknya Bi Imah," ucapnya singkat. 

Arvin menyeringai, meletakkan gelasnya di atas meja.

"Pantesan kelihatan beda. You know what I mean, bro. She's beautiful. Bukan tipe yang biasa lo liat dari anak pembokat."

Kenan menoleh perlahan, mengangkat alis, ada senyuman sinis muncul di sudut bibirnya
" Perempuan itu tunangan Satria."

" Alanna Haseena, itu-dia?" Arvin menyipitkan matanya, mencoba memastikan. Namun, diamnya Kenan yang tidak menanggapi sudah menjawab pertanyaan nya. "Damn it! Lo ngapain nyimpen tunangan Satria, anjing!"

Kenan hanya bergeming, lalu dengan santai mengangkat bahu. "Kasihan," katanya singkat, seolah itu hal yang sederhana.

Mahes langsung menyambar, tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

"Bullshit! Sejak kapan lo punya belas kasihan?" 

Kenan menegakkan tubuhnya, meletakkan gelas wine di meja, wajahnya tetap dingin tanpa emosi yang terlihat.

Sementara Arvin, yang masih terlihat frustrasi, melanjutkan, "Ck, lo harus hati-hati sama wanita itu. Bisa aja dia kaki tangan Satria. Lo tahu sendiri Satria nggak akan tinggal diam."

 "Gue nggak seceroboh itu," Kenan menatap Arvin sejenak, matanya tajam tapi tetap tenang.

" Perempuan itu nggak ada hubungannya lagi sama Satria. Dia udah nggak punya pilihan selain pergi."

"Tetap aja, lo main api, bro. Kalau Satria tahu Alanna ada di tempat lo, dia bisa jadi lebih gila." Ujar Arvin

Mahes menyela, wajahnya serius. "Iya, gue setuju. Satria itu licik. Dia bisa pakai wanita itu buat nyerang lo secara nggak langsung."

Kenan menatap gelas wine di tangannya, lalu mengukir senyuman miring yang penuh arti. 

"Sebaliknya, gue yang bisa nyerang dia lewat wanita itu." ucapnya dingin namun penuh perhitungan.

Mahes dan Arvin saling bertukar pandang, jelas tergelitik oleh pernyataan Kenan. Mereka tahu, jika Kenan berkata seperti itu, pasti ada rencana besar yang tersembunyi di baliknya. Kenan bukan tipe pria yang bertindak tanpa tujuan jelas.

[NOT]FAKE LOVE✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang