Hari demi hari berlalu. Semuanya berjalan seperti biasa, hanya saja, sekarang hanya ada Yoongi dan Jungkook. Sesekali Jimin berkunjung untuk meramaikan, namun tetap saja, dua bersaudara tak sedarah itu merasa kehampaan tanpa kehadiran salah satu anggota yang telah pergi entah kemana.
Aktivitas yang mereka jalani seolah terjadwal. Pagi, rumah akan kosong tanpa penghuni, Yoongi yang bekerja dan Jungkook yang les. Di siang hari pun, Jungkook bertahan di rumah temannya, ia merasa kesepian jika pulang. Sore, Jungkook akan pulang dan masuk ke kamar, kembali berlatih. Makan malam pun sering dilewatinya dalam kesendirian.
Yoongi pulang jam 22.00 karena lembur, tugas-tugasnya sebagai sekretaris mendadak padat akhir-akhir ini. Ia merasa bersalah karena meninggalkan Jungkook sendirian. Namun Yoongi tak pernah absen untuk menelepon Jungkook, memastikan adiknya sudah makan malam.
Soal Taehyung... bahkan lelaki itu menonaktifkan nomornya. Tak ada kabar apapun darinya. Keduanya hanya berharap Taehyung cepat menemukan ketenangannya dan kembali. Meski semuanya tak semudah itu.
"Ne, hyeong, aku sudah memesan jjamyeon tadi. Bagaimana denganmu? Jangan melewatkan makanmu lagi."
"..."
"Sudahlah, hyeong, berhenti minta maaf. Itu sudah tuntutan pekerjaanmu, jangan menyalahkan diri. Lagipula, hyeong melakukannya juga untuk kebutuhanku, seharusnya aku yang minta maaf."
"..."
"Ne, hyeong."
Tut.
Jungkook meletakkan ponselnya usai sambungan teleponnya dengan Yoongi diputus. Ia sudah mengetahui semua, mengenai Yoongi yang selama ini merahasiakan tentang kedua orang tua Taehyung dan membuat kakak keduanya itu pergi. Namun, ia tak menyalahkan Yoongi, ia tak memiliki hak apapun. Menurutnya, berada pada posisi Yoongi begitu sulit, jadi ia akan terus tinggal dan menemani kakaknya itu. Ya... walaupun faktanya, Jungkook yang malah kesepian.
Jungkook meraih salah satu bingkai foto yang dipajang di atas piano. Fotonya dan Taehyung, saat di Lotte World malam itu. Ia tersenyum memandang senyum kotak kakaknya yang sudah 3 minggu ini tak terlihat.
"Kontes itu... 1 minggu lagi, hyeong." Ia berucap seakan berada di hadapan Taehyung. "Hyeong sudah janji akan datang. Kuharap, hyeong tidak mengingkarinya."
"Aku merindukanmu. Kami merindukanmu, hyeong. Cepatlah kembali."
"Aku tau, sulit bagimu untuk kembali, tapi setidaknya... hubungilah adikmu ini sesekali."
"Ah, kenapa aku menangis..." Jungkook mengusap air matanya yang meluncur tanpa kendali.
Drrt. Drrt.
Jungkook meletakkan bingkai itu dan mengambil ponselnya. Ada panggilan masuk dari nomor tak dikenal—ah, lebih tepatnya nomor dari pesawat telepon. Ia menjawabnya dengan cepat, seperti memiliki firasat jika itu Taehyung.
"Yeobseo, Taehyung hyeong?"
Hening. Tak ada sahutan apapun dari seberang, hanya ada deru nafas berat terdengar samar. Alih-alih takut, Jungkook malah semakin yakin kalau orang diseberang sana adalah Taehyung.
"Hyeong, aku tau ini kau."
"Baiklah, tak usah bicara, dengarkan saja aku bicara, arraseo?"
"Kabarku baik, Yoongi hyeong juga baik, walaupun maagnya jadi sering kambuh. Dia lembur seminggu terakhir ini dan melupakan makan malamnya. Ck, padahal aku sudah memarahinya berulang kali. Oh, kalau aku sih, aku makan dengan baik. Aku harus menjaga kesehatanku untuk kontes minggu depan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Road of Youth
FanfictionMereka telah bahagia, walau dibesarkan dalam tempat yang menampung anak-anak kurang kasih sayang orangtua. Mereka telah bahagia, setelah berhasil melewati segala bentuk rintangan yang mendera, bahkan hampir memecah belah salah satunya. Mereka telah...