BAB 2

3.6K 170 3
                                    

         Terdengar sudah semua berita tentara Inggris yang telah menginjakkan kaki di Jakarta dan akan melucuti senjata Jepang, oh ya tapi apa peduli ku? Yang ku pedulikan adalah petang ini Kliwon akan melamarku dengan benar di hadapan bapak dan ibu. Pikiran ku sudah melanglang buana ke sana ke mari entah itu dari pelaminan yang bergaya Sunda sampai berapa anak yang akan kami miliki nanti.

30 menit sebelum petang aku habiskan dengan menyiapkan sesuguhan untuk keluarga Kliwon dan tentu saja untuk aku berdandan—lebih tepatnya aku harus mandi dan wangi sebab tak ada riasan yang aku miliki.

Pelamaran berjalan lancar, keluarga kedua belah pihak menerima dengan ridha dan ikhlas akan pertunangan ini. Tak ada penyesalan dan kerisauan karena kami meminta restu Tuhan.

Selesai pertunangan itu keluarga Kliwon kembali ke rumah dan hanya menyisakan Kliwon di rumahku. Adikku, Rukmini menatap kami dengan tatapan jenaka akan kami yang masih malu-malu sebab pertunangan tadi.

Kliwon membuka pembicaraan dengan ucapan yang agak berat untuk ku mengerti. "Kenanga, aku senang ini semua telah terjadi. Tapi Kenanga, terkadang Tuhan memiliki rencananya sendiri. Entah itu untuk kebahagiaan kita ataupun kebahagiaannya sendiri"

Aku masih mencernanya tetapi tanpa pikir panjang aku hanya mengangguk. Kliwon pun pamit pulang pada bapak dan ibuku dan tentu saja aku dan ia berkata akan menemuiku lagi nanti.

Di ranjang, Aku mengulang-ulang perkataan Kliwon yang masih melekat di pikiranku sambil memandang cincin di jemari. Apa maksud dari perkataannya dan maksud dari Tuhan. Bukankah kami bertunangan atas izin Tuhan? Tak mungkin kan ini semua akan hancur karena Tuhan?


                                                                                             ***

Aku senang setidaknya kehidupanku berjalan baik dan bahagia, pertunangan ku terjaga, keluarga ku terjaga, aku masih terjaga.

Kliwon dan aku sedang rajin-rajinnya memancing ikan di sungai, entah memang untuk lauk makan atau hanya mencari alasan untuk menghabiskan waktu berdua. Lalu hasil pancingan itu akan diberikan kepada keluarga ku atau keluarga Kliwon, yang selalu ditanggapi dengan protes akan kami yang selalu memberikan ikan dan membuat masing-masing keluarga merasa bosan akan lauk yang itu-itu saja.

Lalu pada malamnya kami akan bertemu di depan jendela kamarku, bercerita lagi tanpa jenuh. Kliwon akan bercerita tentang apa yang dilakukannya di tentara rakyat hari itu lalu aku akan bercerita tentang bagaimana aku memberi air pada tanaman yang terkadang dihuni oleh bekicot dan siput.

Tapi malam ini berbeda. Kliwon tidak banyak berbicara, wajahnya terlihat lesu dan muram. Aku bertanya padanya ada apa tetapi ia hanya tersenyum ringan sambil berkata. "Kenanga, doakan semoga Tuhan selalu menjaga aku dan kau dalam hidup dan mati—" ia menghentikan ucapannya dan menghela napas berat. "Inggris akan datang tanggal 25 nanti, Kenanga. Jaga dirimu, doakan aku" ia tersenyum dan mengusap kepalaku pelan. Ia pamit pulang dan ia meminta padaku untuk berdoa pada Tuhan.

Maka malam itu, aku panjatkan doa agar Tuhan menjaga duniaku.

NAMAKU KENANGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang