BAB 4

2.9K 152 5
                                    

Mataku mengerjap-ngerjap untuk kesekian kalinya demi menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam pupil. Otakku langsung memberi puluhan tanda seru sebagai sinyal bahaya. Aku tidak di kamarku. Ini bukan kamarku ataupun rumahku. Ini juga bukan kamar Kliwon, sebab aku hafal betul aroma dan bentuk dari kamarnya yang cenderung lebih hangat dan tentram.

Pintu ruangan ini terbuka dan memperlihatkan pria Inggris yang kemarin menampar pipiku. Aku langsung menatap tajam ke arahnya yang dibalas dengan dengusan mengejek. Ia langsung berkata kalau namanya adalah Connor S. Linnman yang ternyata adalah seorang Brigadir bawahan Mallaby, yang ternyata baru ku cerna ia dapat berbahasa Indonesia, walaupun logatnya masih aneh di telingaku.

Ia mengajakku untuk sarapan pagi—ah tidak, bukan mengajak. Tetapi ia memerintahkanku untuk sarapan pagi dengannya yang langsung ku tolak mentah-mentah. Aku hanya ingin pulang. Aku ingin pulang dan bertemu bapak, ibuku, dan Kliwon. Pikiranku melang-lang buana. Apakah Bapak dan Ibuku baik saja? Apakah Kliwon masih hidup? Apakah aku masih bisa bertemu dengan duniaku? Aku tidak tahu. Aku bahkan tidak ada hasrat untuk bertanya pada Tuhan.

Connor penuh dengan kekerasan dan paksaan, bahkan untuk sarapan pagi pun aku harus ditodong bedil. Tubuhku bergedik sesaat, dan bulu kudukku meremang. Aku takut, aku bukan perempuan kuat yang berani menentang Brigadir Inggris.

Dengan seluruh keengganan, aku mandi dan pergi sarapan dengannya. Connor bertanya macam-macam;

1. Siapa namaku?

2. Berapa umurku?

3.Siapa Kliwon?

4. Apakah aku bersekolah atau tidak?

Dan hal lainnya. Semua pertanyaannya aku jawab dengan kebenaran yang sesungguhnya, tidak ada yang aku sembunyikan maupun ku lebihkan, apa gunanya pula?

Selesai makan ia langsung pergi dan berkata kalau ia akan ke bagian logistik Inggris. Aku hanya diam tidak menanggapi, toh apa peduliku?

Connor bertitah pada tentara yang ada di rumahnya untuk menjagaku agar aku tidak boleh meninggalkan rumah, termasuk melakukan percobaan-percobaan melarikan diri. Aku langsung berteriak apakah Kliwon, lelaki ku masih hidup. Connor menanggapi dengan anggukan kepala dan langsung melesat keluar.

Aku mengelilingi seluruh sudut rumah Connor yang cukup besar dan membuat aku bertanya-tanya, bagaimana bisa ia mendapat rumah di Negara ini? Apakah ada yang akan membiarkan Inggris membeli rumah pribumi?

Mataku menangkap ruangan di pojok kanan rumah yang ku tebak itu adalah ruang kerja Connor. Aku membiarkan rasa penasaranku bermekaran di seluruh tubuh, dan membiarkan kaki ku melangkah masuk. Mataku langsung menangkap kertas dan pena di meja Connor. Dengan seluruh kekuatan alam dan semoga saja dengan restu Tuhan, aku mengamit beberapa kertas dan sebuah pena di mejanya dan langsung melesat keluar meninggalkan ruang kerja itu. Jantungku berderu kencang, aku hampir menabrak salah satu pelayan pribumi yang dimiliki Connor. Dengan cepat aku langsung memasuki ruangan yang aku tempati tadi dan meletakkan kertas dan pena curianku tadi ke dalam laci meja.

Aku kembali keluar ruangan dan mencari pelayan tadi. Saat menemukannya aku langsung mengamit tangannya dan bertanya apakah ia yang pergi membeli keperluan untuk makan dan hal lainnya, apakah iya tau alamat yang kusebutkan, yaitu rumah bapak dan ibuku. Ia menjawab kalau ia akan pergi setiap hari Jum'at untuk membeli bahan makanan, dan ia tahu letak rumahku. Aku langsung berterima kasih pada Tuhan saat itu.

"Mbok, tolong antarkan surat ini ke alamat yang kubilang tadi setiap mbok pergi membeli bahan—boleh, mbok?" dengan ragu aku memintainya tolong, dan berharap kalau Tuhan akan membantu ku, dan aku akan berjanji pada Tuhan agar tidak pernah lewat menyempatkan diri untuk berdoa pada-Nya. Si Mbok pun mengangguk dan mengerti kalau aku adalah tahanan di rumah ini, ia berkata padaku agar tetap tabah dan memohon keajaiban pada Tuhan.

Malam itu Connor kembali ke rumah dengan suasana hati yang tidak enak, terlihat dari ia menyantap makanannya dengan kasar membuat aku selalu tersentak pelan setiap alat makannya bertubrukan dengan piring. Aku terjebak dalam suasana dingin dan mencekam. Ia tidak berselera dan menegak habis anggurnya, lalu melangkahkan kakinya ke ruang kerja. Aku? Aku langsung pula masuk ke 'kamarku' yang notabene adalah penjara. Aku mengunci pintu dan langsung beralih pada kertas dan pena di laci meja.

Aku langsung menuliskan surat untuk orang tuaku, menanyakan kabar dan bagaimana keadaan rumah, mengatakan kalau aku baik-baik saja, dan aku dengan berlagak sucinya menuliskan agar orang tuaku tidak lupa berdoa pada Tuhan. Surat selanjutnya aku tujukan pada Kliwon, bertanya apakah ia baik-baik saja, dan mengabarinya kalau aku baik-baik saja dan masih dalam naungan Tuhan, lalu aku berjanji padanya kalau aku akan kembali dan dunia kami akan kembali normal seperti apa yang kami doakan saat malam hari di jendela kamarku.

Baru aku akan melipatnya, tetapi suara Connor yang menggedor-gedor pintu kamarku dengan kencang membuatku langsung memasukkan jejak-jejak surat dan tetek bengeknya ke dalam laci dan langsung membuka pintu kamar. Connor, keadaannya tidak bagus, ia mabuk berat, dan meracau tidak jelas.

Dengan sekali hentakan ia langsung mendorong tubuhku ke atas kasur, menarik kasar lengan bajuku sehingga tak ada seutas benang di bahu. Wajahnya menyerusuk menghidu aroma di tengkukku dan menghisap tiap inchinya, menyisakan jejak-jejak kebiruan. Bibirku dilumat kasar olehnya, ciumannya semakin dalam dan menuntut. Aku berusaha melepaskan diri dengan menampar dan memukul-mukul kepalanya.

Aku berjerit dan menangis meraung di telinganya. Ia menghentikan aktivitasnya dan berjengit meninggalkanku. Kepergiannya tidak menghentikan tangisku yang sama sekali tidak terdengar eksesif.

Aku adalah wanita murahan dan tidak pantas untuk Kliwon yang selalu menjagaku. Aku tidak tau apakah aku harus mengirimkan surat itu kepada Kliwon. Aku sudah tidak punya muka jika ia tahu.

Dan dengan tidak tau diri pula aku memantapkan kalau aku akan tetap mengirimkan surat pada Kliwon.

NAMAKU KENANGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang