BAB 6

2.3K 151 16
                                    

Hari ini, 10 November 1945 terdengar suara tembakan dari luar. Bukan hanya satu, tetapi puluhan—bahkan ratusan. Lalu rumah Connor berguncang sebab ledakan, mungkin meriam yang jatuh? Aku tidak tahu. Yang ku tahu hanyalah setiap rumah ini berguncang, maka aku harus berlindung di bawah meja sambil mengucapkan segelintir doa pada Tuhan agar tetap menyelamatkan aku, orang tuaku, dan Kliwon. Dan aku berharap bila ini adalah terakhir bagiku di dunia, maka biarkan aku bertemu Kliwon untuk terakhir kalinya.

Pintu rumah Connor dibuka dengan dobrakan paksa, yang ternyata pelakunya adalah Connor sendiri. Connor masuk sambil memanggil-manggil namaku dengan lantangnya. Saat aku menghampiri arah suaranya, kaki-ku langsung melemah dan ringsek di atas lantai. Aku ingin mencungkil mataku saat ini juga. Kliwonku, diseret-seret bagai binatang yang memang layak mati.

"Ciumi kekasih mu ini, Kenanga. Dia menyergapku dengan senjata sialannya" ucap Connor dengan melempar tubuh Kliwon layaknya ia bukanlah apa-apa. Aku langsung menghambur ke tubuh Kliwon yang sudah dipenuhi darah sambil terus mengucapkan sumpah serapah pada Connor. Aku memeluk Kliwon dan meminta maaf.

"Jangan Kenanga, aku tidak berhasil menyelamatkan mu. Aku minta maaf, Kenanga" Kliwon berbicara tersendat-sendat, tangannya mengelus pipiku pelan. Aku terus menangis dan menangis. Bukan dengan jalan ini. Bukan dengan jalan ini aku bertemu Kliwon. Bukan dengan jalan ini aku bersauh dengannya.

"Aku tahu, Kenanga. Aku tahu apa yang telah brengsek itu lakukan padamu. Dan aku tidak bisa melakukan apa-apa" Kliwon, Kliwonku menangis di hadapanku untuk pertama kalinya.

"Aku tidak dapat melindungimu, Kenanga" ucapnya lagi dengan bersusah payah. Aku merengkuhnya dalam pelukanku, berharap ini bukan terakhir kali aku bertemu dengannya. Kliwon terus menangis sambil berulang kali mengucapkan maaf, nafasnya terus berderu seiring ia menahan sakit yang ada di tubuhnya.

Connor langsung menarik Kliwon dari pelukanku dan menjauhkannya. Ia mengeluarkan bedil dan mengarahkannya pada Kliwon.

"Tidak apa, Kenanga. Tutup matamu" Kliwon berkata. Aku berteriak jangan dan jangan. Aku menyuruh Connor untuk membunuhku saja, tetapi serdadu Inggris menahan lengan dan tubuhku dengan kuatnya. Dan dalam satu kedipan mata, satu selonsong peluru tertanam di tubuh priaku. Habis sudah. Tidak ada lagi alasanku untuk hidup, aku tidak tahu apakah bapak dan ibuku hidup atau tidak. Habis sudah selera ku untuk hidup. Aku tidak lagi memberontak, tetapi air mataku tak kunjung berhenti. Aku terus menatap tubuh Kliwon yang tak bernyawa. Lelaki itu melalui banyak rintangan dalam hidupnya, dan setengah dari rintangannya adalah sebabku.

Aku berdoa saat itu, agar Tuhan mencabut nyawaku.


NAMAKU KENANGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang