3. Tre

102 8 5
                                    

"Dek, yang namanya Renna mana ya?" sebuah suara yang tergesa - gesa datang dari depan pintu kelas.

Renna segera merutuki nasibnya, lagi enak enak stalking ada aja kendalanya. Dimatikannya layar handphonenya. Segera ia menghampiri seseorang yang menyebutkan namanya tadi. Siapa sih pagi – pagi udah nyariin gini? Penting amat kayaknya gue.

“Renna kan?” sebuah suara yang muncul ketika ia telah bertemu seseorang yang ia cari.

Renna termangu ditempat, tidak menyangka. Kakak kelas bermata hazel itu menemuinya, jangan – jangan dia hacker bisa tau siapa yang baru saja stalking akun instagramnya? Wah canggih juga. Tidak sampai segitunya ah. Renna langsung membuang jauh - jauh dugaannya tersebut.

“Dek Renna?” ucap Ricky sambil menggaruk tengkuknya bingung. Perempuan di depannya ini masih saja diam di hadapannya, dengan pandangan yang kosong itu. Ricky hanya bisa memberi tepukan ke pundak adek kelasnya itu supaya kembali ke alam dimana harusnya ia berada.

“Eh iya, gimana gimana kak Ricky? Ada apa? Penting?” tanya Renna sambil memberikan sennyumannya kepada Ricky yang masih berada di bibir pintu kelas X MIPA 4.

Sebentar, dia tahu namaku? Darimana?

“Bisa ke UKS sekarang? Renno kakinya cedera,”

Belum sempat Ricky melanjutkan ucapannya, adek kelas itu langsung berlari dengan cepatnya.

“Kok bisa sih?”

“Dek, UKS lewat sebelah kanan,” geli Ricky. Dasar anak kelas 10.

“Oh salah ya?” tanya Renna polos
Renna langsung berbalik arah dan berjalan mendahului kakak kelasnya. Maklum, ia belum mengenal betul lingkungan sekolahnya.

Renna memilih untuk fokus melangkahkan kakinya dan mengatur degupan jantungnya. Ia tidak ingin mengajak berbicara kakak kelasnya itu, takutnya ia akan gugup dan salah tingkah seperti tadi.

Renna hanya mampu merutuki dirinya. Mereka berjalan ke UKS dalam diam. Hening. Tak  ada yang berbicara. Lagipula, lebih baik begini bukan? Mereka juga tidak saling mengenal.

***

Keadaan UKS ramai, ada teman – teman Renno dan anak PMR yang sedang memijit pergelangan kaki Renno dan mengobati lutut Renno yang nampaknya baru saja terluka. Renna merasa  sedikit canggung di sini. Tapi apa daya, ia harus menemui kakaknya itu.

“Kak Renno? Kok bisa sih?” Renna langsung mendudukkan dirinya di kasur tepat di samping Renno.

Renno membuang mukanya dari Renna. Jika adeknya sudah tahu, dia  pasti akan dimarahi terus – terusan.

“Cuma keseleo sama luka ringan, gapapa,” ucap Renno sambil meringis menahan  sakit di kakinya ketika betadine dituangkan ke lukanya,  “Eh anjir sakit woi! Pelan – pelan bisa kaga sih?”

Salah satu teman Renno hanya tersenyum kecut, “ren, lu tau sendiri kan? Abis ini juga kan ada turnamen basket. Masa keadaan lu malah kaya gini?”

“Ga gapapa, gue kuat kok. Paling besok juga sembuh,” ucap Renno sambil tersenyum menampilkan gigi gingsulnya.

“Ijin pulang sekolah duluan aja kak. Daripada lu kesana kemari kebanyakan tingkah nanti sakit lagi kakinya, kan ga bisa diem elu,” ucap Renna sambil menatap kakaknya tanpa dosa.

Renno langsung berdiri, “orang gue gapapa. Ah kalian yang drama! Eh eh kok sakit?” Belum ada semenit Renno berdiri, ia kembali lagi duduk.

ProvareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang