9. Nove

41 2 0
                                    

Ia masih belum meninggalkan kawasan sekolahnya tersebut, memilih untuk tetap berada di samping gerbang sekolahnya ditemani oleh motor kesayangannya.

Tak lupa sesekali ia mengecek handphonenya, akankah ada pesan yang masuk atau perempuan yang ada di sana akan meneleponnya?

Sudah berulang kali ia menghubungi perempuan tersebut, lewat pesan singkat atau panggilan telepon. Tetapi tetap saja sama, tak ada jawaban.

Keadaan sekolah tidak lagi ramai, dan tentunya langit sudah gelap, tidak menunjukan lagi cahayanya.

Tentu saja hal tersebut menambah rasa khawatirnya dengan keadaan perempuan yang ditunggunya itu. Ia harus memastikan perempuan itu aman dan terlindungi. Ia tidak ingin terjadi 'apa - apa' terhadap perempuan tersebut.

Entah mengapa rasa tanggung jawab mengalir begitu saja dalam dirinya. Mungkinkah karena ajakannya tadi? Atau karena perasaannya saja?

Ia mencoba menggali kembali memori tadi siang, mengingat jawaban perempuan itu setelah mengajaknya,

"Ga janji ya, Ben. Gue nanti ada ekskul padus soalnya,"

Pantas saja perempuan itu tak membalas pesannya. Ia mungkin masih mengikuti kegiatan ekstrakulikulernya. Pasti pesan yang ia kirimkan dan panggilan yang ia lakukan mengganggu perempuan itu.

Dirutukinya dirinya sendiri, sungguh bodoh. Bagaimana dia bisa lupa?
Sepertinya ia harus menunggunya lebih lama. Tapi tak apalah, yang ditunggu dia, bukan yang lain.

Pikirannya menerawang akan nikmatnya kopi hitam hangat yang mengepul di sore hari yang dingin ini. Sepertinya akan nikmat jika ia menunggu perempuan tersebut sambil ngopi - ngopi dahulu di warung Bu Jum yang ada di seberang sekolahnya itu.

Maklum, warung bu Jum sudah terkenal bagi kalangan siswa SMA Garuda Bangsa 1. Bukan karena kopi hitam buatannya, atau indomie rebus yang bebas memilih berapa cabai yang akan disertakan, tetapi akan kehangatan yang wanita paruh baya itu berikan kepada pelanggannya. Oh tentu saja, warung yang strategis untuk mengamati lingkungan SMA Garuda Bangsa 1. Mengamati siswa - siswinya lebih tepatnya.

Ia kembali teringat kopi yang ada dipikirannya. Satu gelas kopi sepertinya akan menyegarkan pikirannya kembali.

Setelah sedikit menimbang, laki - laki tersebut menghidupkan motornya, mengendarai motornya dan memberhentikan tepat di warung kopi tersebut. Seperti menyeberang pada umumnya.

Keadaan warung bu Jum tidak lagi ramai, hanya ada beberapa orang di dalam. Tak ada siswa, hanya tersisa dua orang bapak - bapak yang merokok ditemani dua kopi hitam di depan mereka. Mungkin karena sudah tidak siang lagi. Biasanya dia akan menemukan gerombolan kakak kelasnya berkumpul di sana sambil menggoda bu Jum - pemilik warung tersebut. Gerombolan kakak Renna tepatnya, si Renno dan kawan kawan.

Belum sempat ia menurunkan kakinya dari motornya, ada sekelebat bayangan yang melewatinya. Bayangan itu cukup mengusiknya dan familiar.

Difokuskannya pandangannya terhadap bayangan yang kian menjauh darinya. Bayangan perempuan yang sedang duduk di jok motor, tak lupa dengan rambut bergelombangnya yang terurai dan senyuman lepas yang terlihat manis.
Senyuman itu.

Ia tahu itu siapa.

Rennata, perempuan yang ia tunggu, telah meninggalkannya tanpa hasil.

Betul sekali yang perempuan itu katakan,

"Ga janji ya, Ben,"

***

Setelah memastikan adiknya telah masuk ke rumahnya dengan selamat, ia kembali menatap laki - laki - yang notabene adalah sahabatnya sendiri, yang sekarang berada tepat di depannya.

ProvareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang