8. Otto

50 4 2
                                    

Perempuan itu tidak berani menoleh ke belakang, ia mempercepat jalannya. Tetapi sosok di belakangnya ikut mempercepat gerakannya. Sosok itu telah berada tepat di belakang punggungnya, dengan nafas memburu yang terdengar ngos - ngosan.

"Jangan lari woi! Mau kemana?"

Renna diam, kaku di tempat. Perlahan ia menolehkan kepalanya ke belakang, melihat siapa sebenarnya sosok yang membuatnya ketakutan setengah mati.

Renna menghela napas lega, mendapati bahwa sosok yang berada di belakangnya tidak semenakutkan yang sering dibicarakan oleh teman - temannya. Tetapi, seorang laki - laki bermata hazel kesukaannya itu.

Hantu dan Ricky memang memiliki persamaan sih, sama sama suka menghantui. Ricky menghantui dalam hal apa? Tentu saja dalam hal menghantui pikiran dan hati Renna. Begitu sih menurut Renna.

"Gue bukan hantu, gausa takut."

Kerutan terbentuk di dahi Renna, bagaimana Ricky bisa tahu apa yang sedang ia pikirkan? Apa Ricky mempunyai kemampuan seperti Deddy Cobuzier, hanya dengan sekali tatap bisa membaca pikiran lawan bicara?

"Ngagetin tau, mana udah jam segini," seru Renna asal, sambil berjalan kaku di sebelah Ricky, tak lupa dengan Ricky yang masih memantulkan bola basketnya.

Ricky terkekeh, "ya sorry, lah lu sendiri kok masih di sekolah?"

Renna mencoba menstabilkan detak jantungnya, yang sudah siap untuk meloncat kapan saja. Kalau dipikir ini bukan pertama kali ia berbincang dengan seorang Ricky Michael Pradita, tetapi perbincangan mereka yang kedua ini memang sedikit lebih hangat dan ramah. Tak lupa, Ricky yang sedikit perhatian dengannya. Ingat, hanya 'sedikit' dan menurut Renna hal itu lumrah. Tapi ya tetap saja, kalau sudah ditanyain doi gitu sapa yang ga dugun dugun?

"Tadi ada ekskul,"

Ricky menoleh, "ekskul apa? Kok ga pulang?"

"Paduan suara. Ini mau pulang,"

"Kok ga sama Renno?"

"Gabisa dihubungi dia. Lah kak Ricky gak sama kak Renno?"

Renno hanya memilih menggelengkan kepalanya tanpa menjawab sepatah katapun. Menatap kasihan pada perempuan yang berada di sampingnya.

"Kalau gitu pulang duluan ya kak, udah sore juga. Pamali cewe pulang malem kata orang - orang jaman dulu" Renna melangkahkan kaki dan memilih berbelok ke arah gerbang sekolahnya membelakangi Ricky yang masih berada di tempatnya sambil memegang bola basketnya, tanpa sedikitpun berbalik melihat keadaan Ricky yang ada di sana.

"Pulang sama siapa?" tanya Ricky dengan suara yang sedikit berteriak, maklum jarak mereka yang bisa dikatakan sudah terpaut jauh.

Renna terhenti, menoleh menatap kakak kelasnya tersebut, "ya sama diri sendiri lah," tak lupa dengan senyum yang terhias di bibirnya. Senyum palsu.

Renna mencoba untuk mengetest seperti apa respon Ricky selanjutnya. Iya seperti perempuan pada umumnya, ngode. Padahal Ricky bukan anak pramuka. Kan kasian, ga hapal kode - kode.

"Ga takut kalo pulang sendirian? Banyak kasus penculikan loh ya akhir - akhir ini, apalagi udah jam segini," timpal Ricky dengan senyumnya yang terlampau manis sambil menghampiri Renna perlahan.

Renna diam di tempat, menaikkan alis dan mencoba memahami makna tersirat dari ucapan Ricky.

"Kemarin bilangnya itu juga, ah udah ga takut, basi."

Ricky menghela nafasnya kasar, ia sedikit lelah menghadapi adik dari temannya tersebut, "yuk ke parkiran dulu, udah jam segini. Mana lu ga jelas nanti gimana. Pulang sama gue ya, Na."

ProvareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang