6. Sei

62 4 4
                                    

"Rennata. Pulang sama cowo kan lu? Siapa?" teriak Renno dari kamarnya. Bayangan tersebut pun terlihat terhenti.

Renno tahu adiknya itu memang jarang atau bahkan tidak pernah berdekatan dengan hal yang menyangkut tentang laki - laki - kecuali kakaknya. Jika sudah ada hal yang berhubungan tentang laki - laki dengan adiknya itu, tentu saja. Termasuk ke dalam sebuah keajaiban. Atau mungkin memang sudah saatnya?

Perempuan berambut gelombang itu masuk ke kamar kakaknya.
Namun, ia berhenti tepat di ambang pintu.

"Iya sama cowo, Benni. Ngapa? Kayak ga pernah liat adeknya sama cowo aja," ucap Renna setengah mengejek dengan bersedekap.

Renno tersenyum, "emang ga pernah liat. Udah ada perubahan dong adek gue," tawa Renno "sini deketan."

Renna agak ragu mendekat kepada kakaknya lalu duduk di salah satu sisi kasur, tepat berada di samping Renno.

Renno tersenyum, ia masih dengan posisi duduk dan bersandar di papan kasurnya. Ia mencoba membelai halus rambut adiknya tersebut pelan, yang akhirnya direspon dengan Renna yang menjauhkan tubuhnya dari Renno.

"Kak apaan sih. Tumben lu gini? Ingat kita ini bersaudara! Ga boleh ada perasaan!Jangan pegang pegang juga! Sampo mahal!" Renna memanyunkan bibirnya.

Renno terkekeh pelan, "naif. Masih banyak cewe yang lebih cantik dari lu juga." Renno menjitak kening Renna.

"Tapi ga ada yang mau sama aja,"

Renno tertawa, "bukan mereka yang gamau tapi gue yang ga mau,"

Renna menaikkan alisnya, menatap kakaknya dengan pandangan mengejek, "alesan aja itu mah. Gaada buktinya! Palingan juga aslinya kakak mainin cewe sana sini."

Renno memberikan handphonenya kepada Renna, "mana chat gue yang sama cewe hah? Ga ada,"

Renna meneliti beberapa chat yang masuk ke handphone milik Renno, memang banyak yang memberinya ucapan, sekedar 'selamat pagi kak' , 'halo kak' , atau mungkin modus lain yang tidak pernah Renno jawab. Entah kenapa. Atau mungkin tipe perempuan Renno yang terlaku tinggi?

"Kok jahat ga dibales?"

Renno menghela napasnya pelan, ia ingin adiknya tersebut mengerti tentangnya, walau hanya sedikit.

"Kenapa ga dibales? Gue gamau bikin mereka ngarep, terus baper, dituduh deh gue nyakitin cewe. Kalo gue bales pun nanti akhirnya fake kan? Cuma buat bikin mereka seneng sama gue. Intinya gue gamau sakitin cewe lah,"

Renna melongo mendengar penjelasan panjang kali lebar kali tinggi Renno. Memang sih ada benarnya, biar tidak memberi harapan. Sedikit sakit memang. Renna kembali teringat akan pesan yang ia kirimkan kepada Ricky, atau mungkin Ricky juga berpikiran seperti kakaknya?

"Kok diem? Keren ya gue?" ucap Renno sambil mengamati adiknya yang melongo.

Renna mengalihkan pandangannya, "gitu ya? Secara ga langsung kakak baik dong."

Renno tertawa, dibukanya kedua lengannya, "jelaslah. Peluk sini adeknya Renno."

"Ogah ah, dah ah mau mandi. Makasih ya kak,"

Renna bangkit berdiri dan berjalan keluar dari kamar kakaknya. Ia memilih untuk meninggalkan kakaknya di kamar sendirian.

"Besok paling ya lu butuh pelukan seorang kakak kayak gue. Makasih buat apa?"

Renna membalikkan badannya, "Gak gak akan! Pokoknya makasih," kembali Renna berjalan pergi.

Renno merasa lucu melihat adiknya yang jaim itu, ia hendak membalas ucapan adiknya, tapi sepertinya percuma.

ProvareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang