Fourteen

53 6 57
                                    

Jinguji tertawa, dia menatap Karui yang juga tertawa dengan mata berair. “Astaga, aku benar-benar tidak menyangka akan mendengar kisah seperti ini,” ucap Jinguji, “pelayan itu benar-benar lucu. Aku yakin, Yang Mulia pasti sangat terhibur dengan ulahnya.” “Saya mendengar dari seorang pelayan, bahwa Yang Mulia memang sangat terhibur dengan tingkahnya,” ucap Karui, “saya tahu Kawazoe-San memang sering bertingkah lucu, tapi saya sama sekali tidak menyangka dia berani melakukannya di depan Yang Mulia. Saya tidak bisa berhenti tertawa saat mendengarnya tadi.”

Jinguji menatap Karui, dia tersenyum dan menghela napas. “Sekarang aku mengerti kenapa kau begitu senang dengan pelayanmu itu,” ucap Jinguji, “kau terlihat bahagia setiap kali bersamanya, dan aku suka itu. Aku suka melihat kau tersenyum, menandakan kau sangat bahagia.” Jinguji tersenyum menatap Karui yang juga tersenyum kepadanya. “Aku bahagia melihatmu tertawa seperti ini, Tuan Putri,” ucap Jinguji.

Karui tersenyum, dia membungkuk kecil dan kembali menuangkan teh ke cangkir Jinguji. “Yang Mulia, bolehkah saya meminta sesuatu?” tanya Karui. Jinguji menoleh, dia meletakkan cangkirnya dan menatap Karui. “Katakan apa yang kau inginkan, Tuan Putri,” ucap Jinguji, “aku akan memenuhinya.”

“Saya sangat merindukan Ayah dan Ibu,” ucap Karui pelan, “kalau diijinkan, saya sangat ingin mengunjungi mereka. Sudah lama saya tidak pulang, saya ingin tinggal disana selama beberapa hari.”

Jinguji diam sejenak, dia kemudian tersenyum dan mengangguk. “Aku akan memberitahu Yang Mulia,” ucap Jinguji, “dia pasti memberimu ijin mengunjungi rumahmu. Aku juga akan menyiapkan tandu dan pengawalan terbaik untuk menjagamu.”

“Terimakasih, Yang Mulia,” ucap Karui, dia sangat senang bisa pulang ke rumahnya. Karui membayangkan rumahnya, ibunya, ayahnya, dan suasana hangat disana. Setelah Karui menikah, dia tidak akan punya banyak kesempatan mengunjungi orangtuanya. Karui pasti akan sibuk mendampingi Jinguji. Ah, Karui harus mengajak Kirara. Dia, kan, juga berasal dari wilayah barat, dia bisa pulang ke rumah ayahnya.

“Tuan Putri.”

Karui menoleh, dia menatap Jinguji yang juga menatapnya. “Setelah kau pulang dari rumah orangtuamu, maukah kau menemaniku?” tanya Jinguji, “aku akan mengunjungi makam orangtuaku, aku ingin memperkenalkanmu kepada mereka sebelum kita menikah. Kau mau menemaniku, kan?”

Karui dengan cepat mengangguk. “Saya akan menemani Yang Mulia kesana,” ucap Karui, “sebenarnya sudah lama saya ingin mengunjungi makam orangtua Yang Mulia, hanya saja saya takut membuat Yang Mulia bersedih kalau saya memintanya. Saya sangat senang mendapat kesempatan berkunjung ke makam mereka. Saya akan membawakan bunga yang indah untuk menghias tempat peristirahatan mereka.”

Jinguji tersenyum, kebahagiaan membuncah di hatinya. “Ibuku akan sangat bahagia memiliki menantu sepertimu, Tuan Putri,” ucap Jinguji, “ibuku juga menyukai bunga. Dia akan sangat senang melihatmu membawakannya bunga.”

Karui tersenyum, dia mengangguk. Jinguji menghela napas, dia menoleh dan menyadari Kirara tidak ada di dekat Karui. “Ngomong-ngomong, kemana pelayanmu?” ucap Jinguji, “aku tidak melihatnya sejak tadi.”

Karui menoleh, dia juga baru menyadari Kirara tidak ada. “Mungkin dia ada di kamarnya,” ucap Karui, “biarkan saja. Dia membutuhkan istirahat.”

*

Keesokan paginya…

Kishi berjalan pelan di taman istana, didampingi Taisuke dan beberapa pelayan di belakangnya. Udara pagi memang sangat baik untuk kesehatan, Kishi senang sekali menikmati suasana istana di pagi hari. Dari kejauhan tampak beberapa pelayan melintas, dan terlihat pula menteri-menteri yang berjalan menuju istana utama. Jujur saja Kishi masih belum terlalu hapal dengan nama-nama menteri istana. Dia hanya mengenal beberapa menteri muda, seperti Taiga Kyomoto, Hokuto Matsumura, dan Yugo Kouchi. Raja selalu mengingatkannya untuk mengingat semua nama menteri. Kishi selalu menganggap Sho lebih pantas menggantikan Raja, selain karena dia bisa mengingat nama semua menteri, dia lebih berpengalaman dan pengetahuannya lebih luas. Sho pintar dan pandai bicara, tidak seperti dirinya yang bodoh dan mudah gugup saat berhadapan dengan menteri.

The PalaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang