Chapter 2-2

601 48 14
                                    

Hari sudah gelap ketika Erika kembali ke taman belakang. Hanya temaram lampu taman yang menjadi pusat cahaya di sana. Erika sengaja melewatkan acara makan malam bersama karena tidak ingin bertemu dengan Tiara lagi. Tidak secepat ini.

Melegakan karena akhirnya ia bisa kabur ke sini lagi. Ia benar-benar bersyukur karena Karel, pria asing yang memergokinya memanjat pohon tadi, sudah meninggalkan pesta. Ia telah berkeliling di sekeliling rumah dan memastikan bahwa pria asing gila itu benar-benar sudah tidak ada.

Erika sendiri tidak bisa meninggalkan acara ini sampai pestanya benar-benar berakhir, atau Arlan akan mengamuk di kantornya. Toh ia masih harus tinggal karena ia akan pulang bersama orang tuanya nanti. Sama sepertinya, orang tua Erika juga menolak untuk menginap dan berkata akan pulang bersamanya saat pesta usai entah jam berapa nanti.

Erika sendiri sudah berganti gaun yang lebih santai, meski masih cukup pantas digunakan di acara resmi. Gaun biru selututnya tampak anggun dan nyaman dipakainya. Bahkan high heels-nya sudah berganti sandal gladiator dengan tali membelit kakinya. Rambutnya yang tadi dikepang dan dijepit di satu sisi juga sudah diurainya, meninggalkan gelombang kecil sisa kepangan.

Erika menyisir rambut sepunggungnya dengan tangan sembari berjalan ke arah pohon besar di halaman belakang. Erika baru saja tiba di bawah pohon ketika mendengar suara berat di atasnya menyapa,

"Halo, Nona Penipu."

Erika mendongak dan terbelalak ngeri mendapati sosok pria asing yang ada di sana. Bahkan meski di tengah kegelapan, Erika bisa mengenali pria itu sebagai Karel. Erika sudah berbalik hendak melarikan diri ketika sesuatu, atau lebih tepatnya, seseorang, melompat dari atas dan menutup jalannya, membuatnya menjerit kaget. Erika bergeser ke kiri, tapi pria itu mengikutinya dan kembali menghalangi jalannya.

Erika akhirnya mendongak menatap pria yang tingginya hampir mencapai dua meter itu. "Apa maumu?" tuntut Erika kesal.

"Hanya ingin menunjukkan padamu, bukan hanya kau yang bisa menipu dengan cara licik seperti itu," ucap pria itu santai.

Erika mengerang. "Aku tidak menipumu," elaknya.

Pria itu, Karel, mengangkat sebelah alis.

"Sudah kubilang, aku tidak menipumu. Aku memang putri seorang pelayan di sini," Erika berkeras.

Karel, mengejutkan Erika, akhirnya mengangguk. "Haruskah aku memanggilmu Cinderella?"

"Menggelikan," dengus Erika sarkatis. "Aku harus pergi," katanya seraya bergeser lagi. Lagi-lagi, Karel menghalangi jalannya. Erika memang tidak terlalu pendek, tapi tinggi pria itu, ditambah bahu lebarnya, cukup menyulitkan Erika untuk melewatinya. Bagi Erika, pria itu tampak seperti tembok besar Cina saat ini.

"Namamu, sebutkan namamu dulu," tuntut Karel.

Erika menyipitkan mata penuh dendam ke arah pria itu.

"Aku sudah menunggumu seharian di sini. Dan seperti dugaanku, kau benar-benar kembali kemari, kan? Jadi, tidak bisakah kau hanya menyebutkan namamu untuk menghargai usahaku ini?" urai pria itu.

Erika sama sekali tak merasa tersentuh dengan perhatian pria itu pada namanya. Ia yakin, pria itu pasti sudah gila.

Erika sudah hendak melemparkan komentar pedas pada pria asing itu ketika ia mendengar suara teriakan dari arah pintu dapur,

"Ada orang di sana?"

Erika terkesiap kaget. Itu suara Arlan. Panik, ia bersembunyi di balik pohon. Karel menatapnya keheranan karena reaksinya.

"Aku, Ar. Ada apa?" Karel balas berteriak, tapi tatapannya masih tertuju pada Erika yang bersembunyi di balik pohon.

"Oh, kau masih di sini?" Suara Arlan semakin dekat, membuat Erika semakin panik. "Setelah memainkan piano tadi, kau menghilang begitu saja. Kupikir kau sudah pulang," lanjutnya.

See You in Your Wedding DressWhere stories live. Discover now