Tadinya, Karel benar-benar cemas ketika melihat tangan Erika terluka. Namun, ketika ia mendengar kata-kata Erika pada Tiara, Karel menyadari, inilah yang dimaksud gadis itu kemarin. Dan sekarang, ia bisa melihat pucatnya wajah Tiara. Bukan pucat karena panik, tapi karena ketakutan.
Karel tak mengatakan apa pun ketika membawa Erika meninggalkan dapur. Ia merasa marah. Ia marah pada Tiara karena entah bagaimana, dia membuat Erika begini membencinya. Ia marah pada Erika karena bersikap sekejam ini. Dan, ia marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa mencegah Erika bersikap seperti ini.
"Dia benar-benar beruntung karena Paman dan Bibi sedang tidak di rumah," ucap Erika seraya menjatuhkan tubuh di sofa krem di ruang keluarga. "Ah, mereka berlibur di saat yang tidak tepat. Tapi, karena besok mereka sudah pulang, kurasa besok ..."
"Aku tidak bisa," sela Karel.
Erika mendongak dan menatap pria itu dengan kening berkerut. "Kenapa? Besok hari Minggu. Kenapa kau ..."
"Besok aku harus pergi," sela Karel dingin. "Dan aku tidak mau melakukan ini lagi."
Erika terbelalak protes, tapi apa pun yang hendak ia katakan terpaksa ditelannya lagi ketika Arlan muncul di ruangan itu.
"Apakah sakit?" tanya Arlan seraya duduk di sebelah Erika.
"Tidak juga," sahut Erika cuek. "Aku sudah terbiasa terluka seperti ini saat bermain denganmu dulu."
Arlan mendesah lelah. "Itu saat kita masih kecil, Erika. Sekarang, melihatmu terluka seperti ini, rasanya lebih mengerikan."
Erika tersenyum pada sepupunya. "Setidaknya sekarang kau tidak menangis jika melihatku terluka."
Arlan mendesis kesal seraya mulai membersihkan luka Erika.
"Ini hanya luka kecil, tapi sama seperti dulu, kau selalu berlebihan," kata Erika lagi.
"Hei, sejak kecil, aku tidak bisa menjagamu. Kau yang selalu melindungiku. Saat itu, aku merasa tidak berguna jika melihatmu terluka. Dan sekarang, karena aku sudah bukan anak kecil lagi, aku tidak bisa untuk tidak khawatir saat melihatmu terluka. Karena itu berarti, aku tidak bisa menjagamu dengan baik," urai Arlan.
Erika tersenyum semakin lebar. "Lalu ... di dunia ini, siapa yang paling berharga bagimu?" tanya Erika tiba-tiba.
Arlan mendongak dari tangan Erika yang terluka dan menatap sepupunya itu dengan sayang. "Tentu saja kau. Kenapa masih bertanya?"
Ketika Arlan menunduk untuk menempelkan plester di luka Erika, gadis itu menoleh ke arah pintu ruang keluarga dengan senyum dingin terukir di wajahnya, tertuju pada Tiara yang terpaku di pintu ruangan.
Karel mengepalkan tangan, merasa marah pada Arlan kini. Namun, sejak dulu, Arlan memang lebih mementingkan Erika dari apa pun. Bahkan saat mereka kuliah, Arlan tidak perlu berpikir untuk membatalkan acara liburannya bersama Karel dan Tiara demi menemani sepupunya yang pulang dari luar negeri untuk berlibur. Saat itu, Karel tak tahu jika sepupunya itu adalah Erika. Dan saat itu, Karel tak pernah berpikir perhatian Arlan pada Erika akan membawa mereka pada situasi serumit ini.
Entah kenapa, mendadak Karel benci melihat perhatian Arlan pada Erika. Ia punya banyak alasan untuk membenci sikap Arlan pada Erika. Selain karena sikapnya itu membuat Erika bisa bersikap sekejam ini pada Tiara, juga karena rasa sesak di dadanya memikirkan betapa dekatnya Arlan dan Erika. Bahkan meskipun mereka adalah sepupu, entah kenapa, itu tak bisa mengurangi rasa sesak di dada Karel saat melihat kedekatan mereka.
***
"Aku masih tidak mengerti, bagaimana akhirnya kalian berakhir seperti ini?" Arlan menatap Karel dan Erika bergantian, tampak penasaran.
YOU ARE READING
See You in Your Wedding Dress
RomanceKau tidak percaya pada cinta pandangan pertama? Tapi kau adalah bukti bahwa teori itu nyata *** Ketika mengetahui bahwa sepupu tersayangnya menikah dengan wanita yang pernah menghancurkan Erika di masa lalu, Erika tak bisa tinggal diam. Ia berusaha...