5. Dion Khawatir

67 12 19
                                    

"Karena elo satu satunya sodara yang gue punya. Gue enggak mau lo kenapa-napa. Dan gue sayang pake banget sama lo." -Dion Anggara.


"DIRA CEPETAN WOI!! LAGI PIKET NIH GUE." Teriak Dion di depan kamar Dira dengan melirik kearah jam di tangan kirinya.

"Sabar napa," Dira mengeraskan sedikt volume suaranya, "lagi kunciran nih." Lanjutnya lagi.

"Cepetan, gue tunggu dibawah," Dion melangkahkan kakinya menuju lantai bawah dan duduk di meja makan berada.

"Iyaaa."

Dion melangkahkan kakinya menuju ke lantai bawah. Sesampainya di lantai bawah dia segera menuju meja makan.

"Diranya mana Dion?" Tanya mama Dion sambil memberikan secangkir kopi ke papanya. "Masih ngiket rambut," jawab Dion.

Tak lama setelah itu Dira telah selesai berpakaian dan berjalan kearah meja makan.

"Dion berangkat yuk." Dira berdiri di samping Dion yang sedang duduk di salah satu kursi di meja makan. "Lo ga mau sarapan dulu Dir?" Tanya Dion.

"Ga usah, nanti di sekolah aja."

"Kamu mau bekal yah Dir. Tunggu Mama siapin dulu." Dira mengaggukkan kepalanya. Mamanya segera berjalan ke arah dapur untuk mengambil kotak bekal.

Setelah kotak bekal sudah berada di tangannya, Dira beserta Dion berpamitan kepada kedua orangtuanya dan berjalan keluar rumah untuk pergi ke sekolahnya.

***

Semua siswa ataupun siswi memasuki gerbang sekolah ada yang menaiki kendaraan pribadi ataupun kendaraan umum. Seperti biasa, saat pagi hari tempat parkir sekolah ini sudah terlihat ramai.

Dion baru saja mematikan motornya dan membuka helm lalu segera turun dari motor sportnya itu. Dira juga sudah turun dari motor besar tersebut dan sekarang telah berdiri di samping Dion.

Dion melirik kearah adiknya. Penglihatannya terfokuskan ke kuciran rambut Dira yang agak longgar. Dengan menarik Dira sedikit lebih dekat dengannya, Dion memperbaiki ikatan rambut Dira. "Nah, kan rapi," Dion melihat hasil ikatannya yang cukup memuaskan. "Gua jago juga yah buat ikat rambut. Nanti gua mau coba panjangin rambut gua dah. Supaya bisa diiket-iket." Kata Dion dengan ngaco.

"Ngaco lo. Di kamar gue noh banyak boneka barbie. Itu aja rambutnya yang lo ikat." Dira memandang Dion dengan wajah datarnya.

"Enggak ah. Rambut barbie pendek. Sisirnya juga kecil bener. Mana bisa jari-jari gue make sisir yang kecilnya sama dengan peniti."

"Serah dah Dion. Yang penting lo bahagia." Dira berlalu meninggalkan Dion. Pusing mendengar curhatan Dion yang aneh-aneh.

Dira berjalan menuju kelasnya, tetapi saat diperjalan di berpapasan dengan Bagas yang sepertinya hendak keluar sekolah.

"Kamu mau kemana Gas?" Dira berhenti dan memandang ke arah Bagas yang berada di depannya.

"Ini mau beli nasi kuning di warung depan. Kamu mau nitip?".

Dira melirik ke jam tangannya, pukul 06.50 , jam masuk juga masih lama.
"Boleh deh. Belum sarapan juga. Tapi kita makan di sana aja yah. Sebenarnya aku bawa bekal sih tapi cuma roti. Enggak kenyang kalau ga makan nasi."
Bagas tertawa mendengar penuturan Dira,  enggak kenyang kalau makan nasi. Yah, seluruh warga Indonesia kalau ditanya udah makan apa belum jawabnya belum,  kalau belum makan nasi.

"Yaudah ayo. Nanti keburu masuk." Bagas menggenggam tangan Dira dan berjalan keluar sekolah.

Bagas menggenggam terus tangan Dira. Saat menyebrang jalanan untuk menunu ke warung depan sekolah Bagas tetap menautkan tangannya dengan tangan Dira. Dira tak merasa akan hal itu, justru dia malah bahagia dengan perlakuan yang diberikan Bagas kepadanya.

GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang