Ini cerita tentang Bhin - Bhinneka - dengan keempat saudaranya.
Mereka disatukan dalam satu rumah. 5 remaja hampir seusia, berbeda bahasa, berbeda selera kecuali opor ayam dan sambal goreng ati.
Banyak peristiwa yang mereka alami. Mulai dari yang ba...
Pagi yang damai dan tenang di perbatasan Sleman dan Jogja. Langit cerah, burung-burung bersiul menyanyi datangnya pagi dan ayam berkokok merayakan terbitnya matahari.
Beberapa orang terlihat menyapu halaman dan ada juga yang sudah sibuk memandikan burung-burung peliharaan.
"BHIIIIIINNNN." Sebuah suara terdengar dari rumah bercat putih dengan banyak pohon mangga di halaman depan dan halaman samping. Usai sudah bulan madu damai dan tenang bersama pagi hari. Rumah keluarga Setiowidjojo yang selalu ramai, terkadang membuat orang yang lewat heran. Ini rumah atau pasar malam?
Di dalam rumah keluarga Setiowidjojo, terlihat seorang pemuda yang tampak marah. Matanya seakan keluar sinar laser yang mengarah ke gadis mungil berkuncir kuda yang sedang cengar-cengir dengan polos.
"Siap, Bang. Kenapa sih teriak-teriak? Takut ya kalau Bhin jauh. Hem, emang Bhin tau deh kalau jauh pasti kangen kan?" Cerocos gadis itu. Rambutnya bergoyang-goyang seiring dengan ucapannya.
"Kangen kangen, kepala kamu." Sembur pemuda yang bernama Tomas itu.
"Oh, abang kangen kepala aku? Buat diapain Bang? Iya sih aku kan imut-imut. Nggak nyangka ya bisa dikangenin abang." Gadis bernama Bhin itu tersipu-sipu sendiri. Sementara, Tomas menepuk jidatnya.
"Kamu, bawa apaan ini?" Tanya Tomas menunjuk sesuatu di lantai, berusaha mengabaikan kata-kata yang di cerocoskan Bhin.
"Loh, masa abang nggak tau namanya? Ini pasti bercanda ya kan?" Bhin tertawa riang.
"Apa sih ribut-ribut?" Seorang gadis berambut pendek keluar dari kamar. Rarina namanya.
"Ini, Ra. Masa dia bawa-bawa itu," sahut Tomas ketus.
"Ya ampun, kamek kira apa. Tuh, Bhin mungut dia di pinggir selokan." Rarina menguap lalu berjalan menuju kamar mandi. Sementara Tomas menatap Bhin semakin tajam.
"Kamu mungut itu di pinggir selokan? Tau nggak dia bisa bawa banyak penyakit loh. Dekil begini. Buang lagi sana." Mata Tomas mendelik, nafasnya naik turun.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Yah, abang. Kasian tauuu ini. Nanti kalau dimakan anjing gimana. Lagian lihat deh matanya, so sweet kan? Cantik kan?" Bhin berkata manja sambil mengangkat si Meong, kucing yang dipungutnya tadi malam.
Yah, memang sih kucing kecil ini rada nggak keruan. Tapi setelah dimandiin pasti bersih deh. Lagipula Bhin berencana mau ke dokter hewan yang buka praktek di pinggir jalan. Binatang ini ditemukan Bhin menggeletar kedinginan di samping got tadi malam. Matanya yang begitu jernih, berbinar menatap Bhin. Detik itu juga Bhin memutuskan untuk membawanya pulang dan memeliharanya.
"Huachi," Tomas bersin saat Bhin mengangkat si Meong. Tidak hanya sekali, tapi Tomas bersin berkali-kali. Sampai dia harus duduk dan mengambil sekotak tisu.
Bhin mengangkat bahu dan membawa Meong ke dapur. Diberinya makan dan minum. Mbah Putri Sekar Setiowidjojo menatap kucing itu.
"Baru kamu temuin ya nduk? Kamu mau pelihara dia?" Tanyanya dengan senyum lembut.