Tepat jam tujuh malam tadi, mereka udah sampai di rumah Gerril. Gerril udah lumayan membaik. Tadi di mobil ia sempet muntah-muntah. Tapi abis muntah-muntah dia langsung laper. Jadi sekarang tinggal lemas aja, sama suhu tubuhnya belum stabil.
"Mau makan apa? Mau gue suapin?", saat ini Gita hanya berdua bersama Gerril. Ia ada di dalam kamar Gerril.
"Pengen sushi,Git", muka Gerril udah melas banget mau minta makanan. Ia masih lemas banget. Padahal hari sebelum-sebelumnya ia tidak merasakan lemas apapun.
"Sushi? Lo mah,mak lo udah masak makanan, lo malah minta sushi", Gita mendelik sebal dengan permintaan Gerril. Sedangkan Gerril, ia lagi melas-melas jijik'in biar bisa makan sushi. "Ya udah deh, ngga usah. Gue tidur aja", Gerril yang dari tadi udah tiduran di kasur, menarik selimutnya sampai dagu dan tidur membelakangi Gita yang duduk di pinggir tempat tidur Gerril.
Ngambek. Biasa itu mah. Gerril emang gitu. "Ayo bangun. Kita mau beli sushi atau gue bikin?" , iya lah Gita ngalah. Gerril itu lagi dalam mode sakit. Ya kali Gita ngebiarin Gerril ngga makan.
Gerril bangun dari tidur nya dengan wajah sumringah. "Muka lo jijikin banget dah", Gita keluar dari kamar Gerril dan turun ke bawah untuk menemui Anggi.
"Tante... Masa Gerril mau makan sushi sih", adu Gita ke Anggi yang sedang menonton televisi di ruang keluarga.
"Ya udah sana beliin aja, Git. Sushi kesukaan dia cuma ada di kedai sushi yang ada di mall deket rumah kamu", Anggi masih menonton TV dengan serius.
"Masa aku harus kesana sendiri", sekarang Gita yang melas. Melas bukan karna pergi sendiri, melainkan karna dia males kesana.
"Ayo sama gue", tiba-tiba suara Gerril menginterupsi obrolan Gita dan Anggi. "Tuh Gerril udah sehat lagi, temenin aja gih", Anggi menoleh ke arah Gita, menyuruhnya menemani Gerril. Gita mengangguk dan mengambil tas nya, untuk pergi bersama Gerril.
Kali ini ia telah mengganti baju nya. Ia telah mandi saat sampai tadi. Dengan rambut di gerai, dan dengan celana jeans hitam longgar serta kaos putih, ia berangkat sama Gerril ke kedai sushi favorit Gerril. "Naik apa, Ril?", Gita bertanya setelah keluar dari dalam rumah.
"Motor lah", jawab Gerril santai. Ia mengeluarkan motornya dari dalam garasi. "Ayo naik buru", akhirnya Gita naik ke atas motor Gerril dan langsung pergi ke kedai sushi.
***
Gita dan Gerril baru aja nyampe di kedai ini. Gerril sekarang lagi mesen sushi, sedangkan Gita udah milih tempat duduk. Gita mengeluarkan ponselnya dan membuka sosial medianya.
LINE
Veno : Belum pulang ya, Git?
04:55 . Read.Svn. Gita : Hai. Ini udah pulang, soalnya Gerril sakit. Tp skrng lagi makan nih di kedai sushi. Kenapa?
Read.Gita menunggu balasan pesan dari Veno. Ia sampai lupa kalo Gerril udah selesai memesan.
Gita masih melihat ponselnya serius. Udah di read tapi belum di bales. Belum di bales apa emang ngga mau bales. Elahh jadi drama."Kenapa sih lo? Serius banget ngeliatin ponsel lo. Pecah aja tuh kaca ponsel", Gerril akhirnya membuka suara karna dari sampai disini, Gita belum berbicara apapun.
"Veno dari pagi ngechat gue, mau ngajak jalan, tapi gitu. Gue kan ikut lo ke Bandung. Terus lo pake acara sakit. Jadilah gue sama lo terus nih", Gita ngga enak sama Veno. Gimana ya, kadang Gita bisa lebih banyak menghabiskan waktu sama Veno dari pada sama Gerril. Kayak ada beban gitu kalo nolak jalan Veno.
"Hayoo, kenapa tuh. Lagi deket sama Veno kan lo? Dia suka sama lo,kali. Kali lho yaa..",
"Apa sih lo, ngga lah. Gue udah nganggep dia kayak kakak gue sendiri, masa dia suka gue", Gita mendelik malas dengan godaan Gerril kali ini. Gerril tuh kadang suka banget godain Gita kalo lagi deket sama cowok.
"Bisa aja kan. Secara waktu lo lebih banyak sama dia,dari pada sama gue atau sama keluarga lo kan?", ya iya sih, waktu Gita lebih banyak di habiskan sama Veno.
Drtt~ Drttt~ Drrttt~
Gita mangambil ponselnya dan melihat siapa yang menghubunginya via nomor ponsel. "Siapa?",
Gita menggelengkan kepalanya, untuk menanggapi pertanyaan Gerril. "Ngga ada namanya. Coba deh, lo yang angkat. Gue ngga berani", Gita menyerahkan ponselnya ke Gerril dan di ambil oleh Gerril.
"Halo?", ngga ada suara yang menyauti dari panggilan yang di terima itu.
"Ger, tolong kasih ponselnya ke Gita. Ini gue Veno, gue mau ngomong sama Gita", Gerril mengerutkan dahinya dan menyerahkan ponsel Gita kembali. Gita menanyakan 'siapa' orang yang menghubunginya dengan gerak mulut isyarat. "Veno", bisik Gerril. Benar-benar pelan. Sampai Gita hanya bisa melihat gerak mulutnya aja tanpa suara.
Gita ber- 'oh' dan mengambil ponselnya kembali dari Gerril. "Halo", terdengar helaan nafas kasar dari seberang sana.
"Git, gue mau ngomong. Gue tau ini bukan waktu yang tepat. Tapi kita udah saling kenal selama 3 tahun, dan gue harap lo dengerin omongan gue dengan baik-baik", Veno menjeda ucapannya. Jujur aja, disebrang sana Veno ada di dalam kamarnya dengan keadaan ngga tenang dan keringet dingin. Ini lebih mengerikan dari pengumuman ujian. Selama hidup 20 tahun, ini adalah hal yang benar-benar membuatnya gila. Gita mengloadspeker ponselnya. Ia pengen Gerril juga mendengar apa yang akan di katakan Veno. "Git, gue suka lo. Lebih tepatnya gue jatuh cinta sama lo. Gue ngga mau hubungan kita sekedar temen, tapi gue mau lebih. Tapi, gue juga ngga akan maksa lo kalo emang lo ngga mau. Karna pada awalnya gue yang ngajarin lo untuk ngga jadiin cinta sebagai prioritas hidup lo. Gue tunggu jawaban lo besok jam 10 pagi, karna hari ini hari terakhir gue di Jakarta. Gue harus ikut pergi ke luar negeri sama orang tua gue kalo lo nolak gue",
Jujur, ini pernyataan yang sama sekali ngga Gita harapkan dari Veno. Beda dengan Gerril, Gerril sedikit senang dengan pernyataan Veno. Di tahun ke - dua saat mereka saling kenal, mereka sempat pergi bareng. Gerril bisa melihat tatapan berbeda dari Veno untuk Gita. Lagi Veno yang terbaik, pintar, pekerja keras, humoris, moodbaster Gita. Bahkan Gita aja ngga sampe segitunya memuja Gerril.
Gerril menepuk pundak Gita. Gerril memberi isyarat Gita untuk menjawab ucapan Veno. Ini akan berdampak buruk untuk Veno yang baru pertama kali menyatakan perasaannya. Gita mengangguk, mengerti isyarat Gerril.
"Okay, Ven. Gue harus tutup telpon ini sekarang. Bye",
Klik!
Gita mematikan panggilan telponnya dengan Veno dan sekarang menatap Gerril melas. Ia ngga tau harus gimana. "Terima aja. Gue setuju lo sama dia. Gue suka saat lo tertawa bahagia sama dia", Gerril tersenyum bahwa dia merelakan sahabat kesayangannya ini.
Kalo kalian mau tau, jujur Gerril punya rasa dengan Gita. Tapi ia ragu, karna ada orang dari masa lalu nya yang menetap di hatinya sampai sekarang. "Lo tau kan, gue jauh lebih sibuk dari Veno. Veno yang terbaik buat lo. Lulus sekolah nanti, daftarin diri lo di univ yang sama, sama dia. Gue mau, lo baik-baik aja sama dia. Percaya sama gue, Veno punya pikiran yang jauh lebih matang dari kita", Gerril masih melanjutkan acara memberi nasehat kecil pada teman dekatnya ini. Sedangkan Gita, dia hanya menaruh kepalanya di atas tangan yang terlipat di atas meja. Matanya bahkan tak melihat Gerril sama sekali. Ia melihat kearah lain sambil mempertimbangkan nasehat Gerril.
Gerril berdiri, berjalan ke arah Gita, menarik pundak sahabatnya yang awal menunduk jadi tegak kemudian dia peluk dari belakang. Bahkan mereka melupakan bahwa ini masih di kedai. Untung tempat pilihan Gita ini di pojok "Besok eksklusif, gue yang bakal nganterin lo ke rumah calon masa depan lo mwehehehehe", Gita menoleh ke arah Gerril dan tersenyum. Kalo sahabatnya udah merelakan, apa yang harus jadi bebannya? Lagi kalo di pikir-pikir Veno menarik juga.
Gita mengangguk, "lo suka juga ya sama gue??? Ciee.... Kata-kata lo barusan kayak ngerelain doi buat bahagia sama yang lain tau gak", Gita tertawa geli dengan kata-katanya barusan. Menggoda Gerril adalah hal yang langka ia lakukan, jadi apa salahnya menggodanya sekarang? Hehehe.
Gerril kembali duduk di tempatnya semula, menatap Gita lekat dan tersenyum lagi. "Kalo iya, ngga apa-apa kan? Lagi gue suka sama cewek yang tepat kok. Jadi saat gue merelakan orang tersebut gue juga baik-baik aja",
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Accompany : Just a Friend
Short StoryDeket belum tentu jadian. Mana tau jadiannya sama yang lain.