Depresi?
Bunuh diri?
Gimana bisa?
Kenapa dia sama sekali nggak tau?
Ratusan pertanyaan bergejolak di benak Vernon, dan dia bisa merasakan dadanya kembali sesak lagi. Rasanya seakan-akan semua oksigen yang ada di dunia ini nggak akan cukup, nggak ada gunanya.
Lisa, yang memang daritadi duduk di sebelah cowok itu, langsung merangkul pundak Vernon dengan lengannya, sementara tangan yang satunya mengusap-usap dua tangan Vernon yang menyatu dengan sangat erat.
"Sssssssh, it's alright. Gue tau lo pasti shock, but it's alright...........I'm here, and I will help you get through with this."
Despite knowing well bahwa ini bukan situasi dimana dia bisa tersenyum, senyuman kecil tetep aja muncul di ujung bibir Jeanine ketika melihat dua anak di depannya ini. Diam-diam, dia bersyukur bahwa anaknya yang penyendiri itu sepertinya udah menemukan seseorang tempat dia bersandar.
Someone that she failed to be.
"........how?" Vernon akhirnya membuka suaranya lagi dengan susah payah, yang terdengar serak dan bingung all over it.
"Mobil yang mereka tumpangi jatuh ke dalam jurang, dan kejadian itu terlalu direncanakan untuk menjadi sebuah kecelakaan. Mulai dari dia yang tiba-tiba berhenti kerja, Sofia berhenti sekolah, tidak adanya bekas rem.............there were too many evidences which prove that it was not an accident. I just made it seems like one because I don't want their names to be tainted in public."
Jeanine menggigit bibir bawahnya, keliatan seakan it really kills her to tell this story to Vernon. Tapi putranya itu berhak tau, setelah hampir enam tahun lamanya.
"But why? What is the reason that he has no choice, but to kill himself?" Vernon menatap Jeanine dengan sangat bingung, karena dia bener-bener nggak bisa memikirkan any possible reason.
"Kamu ingat, sewaktu ayahmu menjual restorannya di Virginia dan membuka yang baru di New York? Tapi lalu bangkrut, karena rival dari Visée hijacked (re: merekrut tenaga kerja usaha rival dengan diam-diam, biasanya dengan nawarin gaji lebih gede) seluruh karyawannya sehari sebelum launching, sehingga akhirnya ayahmu terpaksa memperkerjakan orang yang have no idea how the restaurant is going to be?"
Vernon mengangguk perlahan, inget banget soal kekacauan waktu itu. Ayahnya dulu merupakan chef restoran kelas atas yang cukup terkenal, tapi semuanya hancur saat opening restoran yang di New York gagal total. Mainly karena masakan yang disajikan bener-bener berada di bawah ekspektasi publik, dan hampir semua kritikus yang diundang memberikan review jelek.
Nggak lama kemudian, restoran tersebut akhirnya tutup, karena semua orang tau bahwa membersihkan reputasi yang udah terlanjur buruk itu susahnya bukan main. Butuh kesabaran dan konsistensi yang luar biasa, which Jiho nggak sanggup lakukan karena kondisi mentalnya belum sampai situ.
For a while, ayahnya tersebut memang terlihat sedih, tapi nggak bertahan lama; at least itu lah yang terlihat di mata Vernon yang baru berusia sembilan tahun. Dia kira semuanya baik-baik aja, even ketika orangtuanya bercerai sewaktu dia umur sepuluh tahun, dia masih kira kalau kondisi mental ayahnya itu baik-baik aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
[4] Made of Gold | Seventeen's Vernon × BlackPink's Lisa ✅
Fanfiction"And I just wanna sink into your crazy laughter; come on make me feel until the pain don't matter." - Krewella's Alive. Book 4 of BlackPink × The Brondong(s) series. They are related, but can be read as stand-alone if you want. (CHAPTERS INTENDED FO...