Sebetulnya hari Jumat ini ada rapat Majelis kelas setelah jam pelajaran usai untuk membahas buku tahunan bersama OSIS yang baru. Namun Ardi yang biasanya menjadi kordinator baru kali ini izin mangkir, ada urusan mendesak yang harus dikerjakan membuat Nimo si wakil ketua jadi keheranan.
"Titip ya, Mo. Kalau mulai ribut, susah diatur, gebrak meja aja." Ardi pamit.
Nimo berdecak sebal. "Ya kalau loe yang gebrak meja pasti dimaapin. Lah gue? Muka seadanya pake gegayaan. Dilempar Aqua yang ada!"
Ardi tertawa. "Ga sekalian dilempar Mizon?"
"Teh Pucuk aja deh, kebetulan gue haus."
Tawa Ardi semakin kencang, menepuk-nepuk bahu sahabatnya yang gempal lalu segera kabur keluar kelas.
Dia hanya punya waktu satu jam sebelum omnya pergi meeting.
Dengan ojek, tak sampai setengah jam dia sudah tiba di RS, menyapa staf yang antusias melambaikan tangan ke arahnya sebelum dia berjalan cepat menuju ruang Direktur Utama.
"Mbak Heni, saya sudah janjian sama Om Cakra," sapa Ardi ramah ke sekretaris om-nya.
"Eh, Ardi. Lama ga ketemu."
"Aku suka dateng kok, Mbak, kalau jemput Nash. Tapi ga mampir ke ruangan ini."
Heni tertawa kecil. "Iya ya. Masuk aja, Di, memang sudah ditunggu juga."
Ardi mengetuk pintu perlahan sebelum membukanya sedikit. Cakra sedang menelpon tapi tangannya memberi kode agar Ardi masuk.
Ardi menunggu dengan sabar setelah duduk. Lima menit kemudian Cakra menyudahi telponnya dan tersenyum lebar ke arah Ardi.
Ardi berdiri, mencium tangannya sebagaimana hasil didikan orangtuanya, hormat pada orang yang lebih tua. Cakra mempersilakan Ardi untuk duduk, menanyakan adakah yang ingin dia minum namun Ardi menolak.
"So, kenapa ke sini? Kamu ngagetin Om malem-malem nanyain urusan RS."
"Ganggu ya? Maaf Om... abis aku kepikiran banget."
"Program treatment gratis yang kamu tanyakan kan sudah berjalan lama lewat Bratayuda foundation. Tapi ada syarat khusus untuk dapat pelayanan itu. Harus dari golongan orang yang tak mampu atau kami sendiri akan kewalahan.
Kalau untuk golongan kelas menengah, sudah ter-cover insurance, biasanya ga kami terima lewat program free treatment itu. Most of people yang berpikir maju soal insurance biasanya memutuskan untuk double cover. Selain pakai dari asuransi pemerintah, mereka ambil juga polis lain untuk saling menutup kekurangannya.
Walau kadang ada beberapa hal yang mereka lupa saat ambil health insurance."
Ardi menegakkan tubuh, memberi perhatian penuh pada Cakra yang sangat serius menjelaskan.
"First, health insurance di luar pemerintah itu harusnya didaftarkan saat kita masih sehat. Jangan saat penyakitan baru daftar, itu salah. Atau setidaknya itu salah menurut ketentuan polis asuransi."
Ardi terbelalak. "Kenapa salah?"
Cakra tersenyum. "Orang biasanya ga paham soal PEC, Pre-Existing condition. Biasanya saat masuk insurance ada form yang berisi pertanyaan, penyakit yang diidap dalam 3-5 tahun terakhir. Untuk case berat like thypoid, cancer, dan lain sebagainya, artinya tidak akan di-cover selama jarak waktu tertentu.
Jadi, misalnya kamu kena typhoid baru-baru ini. Lalu kamu daftar insurance, seandainya kamu kambuh tahun depan, ga akan diganti oleh asuransinya. Kecuali dalam jarak tiga tahun setelah kamu sakit, tak pernah kambuh lagi dan tahun ke lima, tiba-tiba terserang lagi. Nah itu bisa di-cover."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Favorite Person!
Fiksi RemajaCERITA DI PRIVATE Meet Arshita Zahira, pendiri AFC alias Ardi Fans Club. Team hore yang selalu hadir setiap kali ketua kelas kebanggaan SMU Satoe itu ikut lomba apapun. Entah itu lomba debat, lomba fisika, atau lomba matematika. Sita akan hadir di...