"Non Adina.. Non Adina.." panggil Mbak Sri yang sedari tadi mengetuk pintu kamar Adina.
"Iya, Mbak? Kenapa?" tanya Adina yang baru saja membukakan pintu kamarnya.
"Itu Non.. Non Adina ditunggu sama Nyonya dan Tuan untuk makan bersama di meja makan," ucap Mbak Sri.
"Oh gitu, oke, makasih ya, mbak," tukas Adina sembari tersenyum.
"Iya, Non.. Kalau gitu, mbak permisi dulu ya," pamit Mbak Sri.
Adina mengangguk pelan.
Dengan terpaksa, ia pun melangkah menuruni tangga dan menuju meja makan untuk makan bersama anggota keluarganya yang lain. Adina pun menarik kursi dan duduk diantara Sheila, ibunya dan Rafa, ayahnya.
"Gimana hari pertama sekolah kamu, Dina?" Sheila membuka suara setelah kehadiran Adina di antara mereka.
Adina hanya menjawab dengan gumaman kecil dan kembali fokus dengan makanannya. Pandangan Adina dan Ashira sempat beradu. Terpampang jelas kebencian dan dengki dari sorot mata Ashira terhadap Adina. Karena tak mau mengambil pusing, Adina langsung memutuskan kontak mata tersebut. Namun, ia dapat merasakan bahwa sepasang mata yang tadi menatapnya tak suka masih belum mengalihkan pandangan darinya.
"Ternyata Kak Adina kalah ya sama anak TK, anak TK aja tau kali kalau mulut itu dikasih Tuhan buat ngomong," ucap Ashira sambil menekan nada bicaranya dan masih menatap Adina tajam.
"Masih baik mama menanyakan kabarmu, tapi kamu tidak menjawab pertanyaan mamamu itu?" lanjut Rafa dengan suara bariton khasnya.
Adina hanya bisa terdiam dan tertunduk.
Setelah keheningan yang tercipta, Sheila kembali bersuara, "Kalau Ashira, bagaimana hari pertama di sekolah barumu, sayang?"
Ashira sempat berdeham pelan sebelum ia menjawab,"Hmm..baik kok, Ma. Banyak orang yang mau berteman dengan Ashira. Pelajarannya juga tidak terlalu sulit. Ashira senang sekolah disana, Ma, Pa." Suaranya yang dibuat selembut dan seimut mungkin itu berhasil membuat kedua orang tuanya tersenyum bangga.
"Contohlah adikmu itu yang selalu berkata sopan, Adina. Tidak seperti kamu yang tidak sopan dan tidak tahu terima kasih!" ucap Rafa tegas sembari mengusap rambut anak keduanya itu dan tersenyum.
PRANG!!
Ucapan Rafa dan senyum miring Ashira terhadapnya, berhasil membuat emosi Adina memuncak sehingga ia membanting sendok dan garpunya ke piring dengan kasar sehingga membuat suara yang nyaring.
Adina pun bangkit dari kursinya dan hendak berjalan ke kamarnya. Namun, Rafa menghentikan langkahnya dengan mencekal pergelangan tangannya.
"Papa nggak pernah punya anak kurang ajar seperti kamu."
PLAKK!
Satu tamparan keras Rafa berhasil mendarat sempurna di pipi kiri Adina. Kini, benteng pertahanannya telah runtuh, air mata yang sedari tadi ia bendung, tumpah begitu saja mengaliri kedua pipinya. Adina menangis bukan karena rasa sakit yang ia terima atas tamparan Rafa, melainkan hatinya yang sakit atas perkataan-perkataan yang terlontar begitu saja dari keluarganya.
Sheila dan Ashira pun ikut bangkit berdiri dari kursi mereka.
"Pa, udah, Pa" ucap Sheila mengusap bahu suaminya, bermaksud menenangkan.
"Orang kayak dia dibilangin beribu-ribu kali juga nggak bakalan denger," ucap Ashira sambil menunjuk Adina dan menatapnya bengis.
Tak kuasa mendengar lebih banyak perkataan-perkataan yang melukai hatinya, Adinda segera berlari menaiki anak tangga dan masuk ke kamarnya dengan membanting pintu sekeras mungkin. Ia hanya bisa menangis tersedu-sedu di belakang pintu kamarnya. Ia pun membanting dan menyingkirkan semua barang yang ada di atas nakas, meja belajar, kasur, dan lemarinya.
Adina merasa sudah sangat lelah dalam menjalani hari-harinya. Rasanya ia ingin menyerah karena tak sanggup lagi bertahan. Yang bisa ia lakukan hanyalah diam dan menerima segala perlakuan pahit keluarganya. Tak ada penjelasan yang bisa ia lontarkan karena tak ada yang mau menganggapnya. Tak ada pula yang mau memedulikan segala tangis kesedihannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Take My Pain Away
Roman pour AdolescentsInsiden 7 tahun silam yang menimpa adiknya, Ashira, membuat hidup Adina berubah 180 derajat. Atas fitnah dan tuduhan Ashira terhadapnya, Adina diasingkan dan dijadikan sebagai kambing hitam oleh keluarga kandungnya sendiri. Vino, sahabat kecil Adin...