Chapter 2 : Kitten

1K 138 1
                                    

Ella terdiam. Laki-laki di depannya masih menatapnya dengan penuh harap. Dia benar-benar tidak mengenal kata menyerah, batin Ella kesal. Setidaknya Lucas tidak akan menyerah sampai Ella mau menerima ajakan kencannya akhir minggu nanti. Ella merapatkan bibirnya. Dia tidak pernah berkencan dengan sebelumnya. Dia selalu menghabiskan akhir minggu dengan Ira dan Jo. Tentu saja dengan beberapa teman laki-laki yang merupakan teman dekat Ira dan Jo.

Dengan kata lain, Ella tidak memiliki pengalaman dalam hal berkencan. Nol. Dia tidak tahu apa yang dia lakukan saat berkencan. Dia juga tidak tahu jenis pakaian apa yang seharusnya dia gunakan dalam berkencan. Lucas jelas-jelas memiliki segudang pengalaman dengan perempuan, tentu saja. Ella hanya akan membuat Lucas kecewa dan mungkin membuatnya benci dengan Ella. Gadis itu mengerjap pelan.

Tunggu. Bukankah itu ide yang bagus? Dia bisa membuat kencan ini menjadi kencan terburuk Lucas. Dia mungkin akhirnya bisa membuat Lucas membencinya. Mungkin inilah cara yang diberikan Tuhan untuk menjauhkan mereka berdua. Tentu saja Tuhan mencintai kedamaian dan rasanya tidak baik jika Ella dan Lucas terus membuat keributan ketika mereka mulai berbicara. Jadi Tuhan memberikan kesempatan ini agar mereka saling menjauh dan tidak membuat keributan.

Yippee!

"Baiklah," ucap Ella antusias. Wajahnya kini berubah cerah. Dia melihat Lucas mengernyit heran. Ella berdeham. "Kesempatan terakhir. Akhir minggu, jam satu siang dan kamu menjemputku di rumahku," Ella merobek selembar kertas berwarna biru langit dari buku notes mungilnya. Dia menulis sesuatu di atas kertas itu. "Ini alamat rumahku. Aku akan menunggu."

Lucas menerima kertas kecil itu dengan mulut terbuka. Sebelum laki-laki itu sempat mengatakan apa-apa, Ella mulai mengambil sendoknya. Tangannya mulai sibuk menyendokkan nasi goreng buatan ibunya ke dalam mulut. Dia tidak sabar untuk akhir minggu nanti. Hanya satu kali dan dia akan membuat Lucas menjauh untuk selamanya. Dia bisa hidup dalam dunia SMA yang tenang dan menyenangkan.

Matanya menangkap sosok Cecil masuk ke kelas bersama dengan Josh. Gadis itu langsung bergerak menghampiri Ella. Tatapannya kemudian berpindah pada sosok Lucas yang duduk di belakang Ella. Dia menatap Ella khawatir. "Apa yang terjadi?"

"Steele mengajakku kencan akhir minggu nanti," Ella masih mengunyah dan mendengar suara tarikan napas Cecil. Ella mengerling pada Cecil dan berbisik pada sahabatnya itu. "Ini akan menjadi kencan yang menarik. Aku akan menceritakan detailnya begitu kami pulang."

Cecil menaikkan sebelah alisnya. "Dan aku perlu mengingatkan kalau kamu tega meninggalkanku sendirian di kantin. Di tengah-tengah kerumunan teman-teman Lucas."

"Kulihat kamu kembali dengan Josh," Ella melirik sosok Josh yang duduk di deretan depan dan sedang berbicara dengan seorang gadis.

"Aku yang ingin kembali duluan karena menghawatirkanmu," Cecil mencibir. "Dan Josh ingin ikut menemaniku kembali. Katanya dia juga sudah selesai makan."

Ella mengangguk kemudian menghabiskan sisa bekalnya. Ketika dia selesai makan, dia kembali berbincang dengan Cecil. Mereka saling bertukar cerita satu sama lain. Ella juga menceritakan pada Cecil tentang Ira dan Jo yang merupakan sahabatnya sejak kecil. Dia tidak sekalipun menengok untuk melihat wajah Lucas yang sejak tadi menatapnya. Wajah laki-laki itu tampak sangat bingung.

Dia tidak berhenti menatap kertas kecil di tangannya dengan penuh tanya.

**********

Luke masih menatap kertas di tangannya. Dia bahkan tidak mendengarkan suara teman-temanya di sekelilingnya. Mereka semua sedang duduk di pinggir lapangan. Hari ini Luke akan resmi masuk ke dalam ekskul basket bersama Josh dan Hans. Tapi sejak tadi dia tidak mendengarkan celotehan Peter selaku kapten tim basket mereka. Peter berdeham di depan wajah Luke, membuat laki-laki itu mendongak kaget.

Fearless (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang