Luke duduk di posisi favorit Ella di dalam bus sekolah. Luke selalu menyiapkan kursi itu untuk Ella. Jadi ketika gadis itu datang, dia bisa duduk. Luke selalu menolak banyak orang yang datang untuk duduk di kursi itu. Ketika mereka sampai di halte rumah Ella, gadis itu masuk ke dalam bus dengan wajah mengantuk. Dia bergerak ke arah kursi Luke dan duduk di sampingnya. Hal ini sudah biasa terjadi setiap hari.
Luke menengok ke belakang dan melihat Hans yang masih terlelap di kursinya seperti biasa. Mata Luke kembali memperhatikan gadis di sampingnya, Ella. Gadis itu mengerjap pelan kemudian tersenyum pada Luke. "Pagi."
"Pagi," Luke memperhatikan wajah gadis itu. "Masih mengantuk?"
Ella mengangguk kemudian menguap pelan. "Semalam aku sibuk mengetes-" bibir Ella kembali terkatup rapat.
"Mengetes apa?" Luke mengernyit.
"Mengetes gitarku," Ella berdeham pelan. "Sudah lama aku tidak memainkannya, aku bisa melihat debu-debu mulai berterbangan di atasnya."
Luke tertawa pelan. "Kamu mengetesnya sampai tidak tidur?"
"Aku sedang mempertimbangkan untuk ikut di festival sekolah nanti," Ella tersenyum kecil. "Tapi aku masih tidak percaya diri dan latihan semalaman."
Luke tertawa pelan. "Aku percaya kalau kamu pasti bisa."
Ella menyipitkan matanya. "Darimana kamu tahu soal itu? Kamu bahkan tidak pernah mendengarku bernyanyi."
Luke tersenyum kecil. "Tapi aku mendengarmu berbicara setiap hari. Bahkan suaramu saat berbicara juga sangat merdu."
Ella memukul lengannya pelan. Luke terkekeh pelan. Bus itu sampai di sekolah sepuluh menit kemudian. Ella meraih tasnya dan membenarkan letak tasnya di pundak ketika mereka sudah turun dari bus. Mata Luke kemudian menangkap sesuatu yang asing di tangan Ella. Ella mengikuti gerak pandang Luke ke tangannya dan gadis itu tampak panik. Luke meraih tangannya dan menyentuh beberapa jarinya yang tertempel plester kecil.
"Terkena senar gitar," Ella berbicara sebelum Luke sempat bertanya. "Karena aku latihan semalaman, jari-jariku jadi sakit dan akhirnya aku menempelkan plester."
Luke mendengus. "Jangan latihan terlalu keras."
Ella mengangguk. Mereka berdua berjalan ke gedung setelah berpamitan dengan Hans yang kelasnya berbeda gedung dengan mereka. Luke masih menatap tangan Ella dengan tatapan khawatir. Dia memang tahu kalau Ella memang memainkan gitar dan itu mungkin melukainya. Tapi bukankah gadis itu sudah terbiasa bermain gitar? Dan apa Ella tidak memiliki kunci gitar untuk memainkan gitarnya?
Mungkin Luke harus membelikan gadis itu kunci gitar lain kali.
Luke meyakinkan Ella untuk ikut festival sekolah sepanjang hari. Gadis itu akhirnya setuju untuk mengikuti festival sekolah. Sepulang sekolah, Luke menemani Ella mendaftarkan diri ke ruang OSIS. Ella menatap pin yang diberikan oleh anggota OSIS untuknya. Itu adalah nomornya untuk tampil. Ella tampil di saat terakhir karena gadis itu mendaftar belakangan. Tapi Ella bilang dia tetap bersyukur karena dia tidak terlambat mendaftar.
"Apa perlu aku bersorak?" Josh tersenyum lebar ketika mendengar kalau Ella akan tampil. "Aku bisa berteriak menyemangatimu."
"Tidak perlu," Ella menggeleng cepat. "Itu hanya akan membuatku lebih gugup."
"Aku akan menutup mulut Josh jika dia kelepasan dan berteriak nanti," Luke menepuk pundak Ella. "Jadi kamu tidak perlu memikirkan masalah itu."
"Hei!" protes Josh tidak senang.
"Apa aku perlu menemanimu latihan?" Luke tersenyum kecil. "Aku banyak waktu luang hari ini."
"Tidak perlu," jawab Ella cepat. "Aku lebih tenang jika latihan sendirian," Luke tersenyum kecut. Ella tertawa pelan melihatnya. "Nanti aku akan merekam hasil latihanku, jadi kamu bisa mendengarnya, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Fearless (FIN)
Ficção Adolescente(1st Book of the Sense Trilogy) Stella Indriana tidak pernah mengenal rasa takut. Dia tidak pernah takut pada film horror, serangga menjijikkan, pentolan sekolah sampai tempat baru. Karena itu, ketika dia pindah ke rumah barunya di sebuah kota asing...