4. Benci Dimas

56.5K 4.1K 210
                                    

Tubuh Dimas dibilas—oleh San San. Silva tentu saja menolak melakukannya dan San San pun bisa memakluminya. Silva sebenarnya tidak terlalu dekat dengan mantan ibu mertuanya itu karena sudah jelas San San sangat dekat dengan Dimas. Apa pun yang dikeluhkannya tentang Dimas pasti akan diabaikan, malah dia akan diberi wejangan tentang bagaimana menghadapi Dimas. Namun, memang, beberapa perlakuan manis San San padanya dulu sangat membekas karena ibu Silva sendiri terbiasa bersikap dingin.

Selesai membersihkan dan memberi makan Dimas, San San memberi kode pada Silva agar mengikutinya keluar ruangan.

"Ada apa, Ma?" tanya Silva.

"Kita bicara di kantin, ya? Biar enak?"

Silva menimbang sejenak, karena Dimas pasti akan rewel jika bangun dan tidak ada orang di kamar. Tapi, apa perdulinya. Tentu San San sudah memikirkan itu semua.

***

"Mama ... Mama minta maaf sudah menjebak kamu dalam kondisi ini. Tapi, kami memang sangat membutuhkan bantuan kamu. Kamu tau Dimas kan? Dia itu sangat manja dan selalu mendapatkan apa yang dia mau. Kalau tidak ada kamu, mungkin dia akan menolak semua pengobatan karena saat ini dia merasa kamu masih istrinya."

Kini, mereka sudah duduk berdua di kantin rumah sakit dengan makanan yang sudah tersaji di meja, tetapi masih utuh karena keduanya lebih ingin berbincang daripada makan.

Silva menarik napas panjang lalu tertawa getir. "Silva kan memang nggak punya pilihan lain, Ma."

Tentu saja, mengingat di balik Dimas ada Kris dan Brandon yang memastikan bahwa para wanitanya tidak khawatir pada kondisi Dimas—meski terkadang mereka bertindak kelewatan.

San San menggenggam tangan Silva. "Maafkan Mama, Va. Mama tau kamu selama ini tertekan bersama Dimas. Itu kenapa Mama tidak pernah menghalangi perpisahan kalian. Tapi, Mama tidak tega dengan kondisi Dimas sekarang. Kamu lihat badannya luka semua, kepalanya juga." San San menitikkan air matanya, membuat Silva merasa tidak enak. "Kalau ada yang mau kamu ajukan sebagai syarat, katakan saja, Sayang. Supaya Mama dapat kepastian mengenai kesediaan kamu membantu Mama."

Silva mengalihkan pandangannya. Syarat?

"Mama mohon, Va. Kamu mau apa? Mama akan usahakan, Sayang. Apa pun itu, akan Mama coba."

Silva menarik napasnya dalam. Dia mencoba mencari cara membuat keluarga ini melepaskan dirinya dari urusan ini karena meski nama Dimas masih terpatri dalam hatinya, tapi segala yang berkaitan dengan Dimas selalu diiringi oleh rasa sakit. Bukan sekali dua kali Dimas membuatnya kesal dan marah, dan yang paling tidak bisa dilupakan Silva adalah mengenai perubahan sikap Dimas saat lelaki itu sudah masuk kuliah.

"Silva ... Silva mau tetap kuliah. Silva juga mau usaha Papa dibantu supaya pendapatan Papa stabil lagi. Silva juga mau diberikan beberapa aset atas nama Silva supaya setelah ini, Silva tidak akan menjadi benalu bagi siapa pun."

Silva merasa malu mengucapkannya. Dia terdengar mata duitan sekali. Tolak, Ma, batinnya. Agar dia segera terbebas dan tidak perlu merasa bersalah karena sudah bertindak mata duitan.

"Oke." San San menjawab sambil tersenyum. Dia menghapus air mata di pipinya dan kini ekspresinya berubah ceria. "Semua syarat yang kamu ajukan akan Mama penuhi. Semuanya."

Silva menatap San San kaget.

"Terima kasih karena sudah memberikan syarat, Sayang. Setidaknya bukan hanya kami yang memanfaatkan kamu, tapi kamu juga mendapat manfaat dari kami. Mama tahu kamu anak baik. Makanya Mama suka nggak enak sama kamu karena Mama tahu Dimas pasti suka minta yang aneh-aneh. Mama setuju kalian bercerai bukan karena Mama nggak suka sama kamu. Karena Mama tahu, Dimas belum siap menjadi seorang suami. Tidak sepenuhnya salahnya. Mama menjadi ibu saat usia Mama masih belia sekali. Mama tidak mengerti apa pun. Dan Papa terlalu sibuk mencari uang. Bekerja. Anak-anak kami tumbuh dengan prilaku yang terkadang tidak lagi bisa kami kendalikan."

My amnesia ex-husbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang