12. tamu

41.8K 4K 134
                                    

Happy reading

Love yeahhh

####

Silva akhirnya menyelesaikan kuliahnya. Dia senang. Hanya saja, dia masih tertahan di rumah Dimas. Kondisi Dimas tidak kunjung membaik padahal Silva ingin sekali segera mendapatkan pekerjaan. Dalam bayangannya, dia akan mendapatkan gaji lalu membaginya sesuai kebutuhannya. Dia akan menabung untuk membeli rumah. Biarpun kecil yang penting miliknya sendiri.

Silva sibuk melamun di kamar, berdiam diri karena tidak tau harus melakukan apalagi namun harus ada di kamar atau Dimas akan rewel.

"Va, aku gerah. Mandiin dong?"

Silva menggaruk kepalanya. Sekali dia melakukannya, dan seterusnya Dimas menolak dibilas oleh San san. Padahal waktu itu Silva hanya kasihan melihat San san yang wajahnya terlihat pucat.

"Bentar!" Silva berjalan ke kamar mandi, mengisi air ke dalam dua wadah lalu mengambil handuk kecil. Silva meletakkan ember itu satu persatu ke sebelah ranjang, menyibak selimut Dimas sampai ke pinggang. Dia pura-pura tidak tau kalau mata Dimas terus memandang wajahnya.

"Va, aku mau duduk dong?"

Silva menahan geramannya. Setiap tambahan permintaan semakin menambah beban di pundak Silva karena harus menahan kekesalannya. Tanpa mengeluarkan suara, Silva meletakkan tangannya di punggung Dimas dan mendorongnya hingga Dimas duduk. Dimas masih tidak mengenakan busana karena pahanya terdapat luka yang meski sudah mengering namun menurut Dimas terasa sakit jika tergesek kain celana.

Silva membasahkan handuk kecil itu dengan wadah berisi air yang sudah dicampur dengan sabun, lalu mengelap tubuh Dimas. Merasa risih saat menyentuh perut Dimas dan yang lebih ke bawah lagi. Silva bahkan memejamkan matanya menahan nafasnya.

Dimas tersenyum. Setelah memaksa Silva mengikutsertakan kejantanannya sebagai area yang harus dibersihkan, bagian tubuh kesayangannya itu bisa merasakan sentuhan Silva meski masih dibatasi oleh handuk. Tidak apa, yang penting tekanannya dari tangan Silva.

"Va, sebenarnya, aku rindu kamu" ucap Dimas menatap Silva lalu mencium pipi Silva.

Silva yang kaget menarik kepalanya ke belakang, lalu membelalakkan matanya. "Dimas!" pekiknya kesal.

Dimas tertawa. "Kamu cantik banget kalau marah, Va. Aku suka. Daripada lihat kamu diam-diam begitu, aku lebih suka kamu marah. Aku nggak bisa tau pikiran kamu kalau kamu diam aja."

Silva menarik nafas panjang lalu mengelap pipinya. Tidak perduli Dimas akan tersinggung dengan hal itu.

"Kamu masih sakit," ucap Silva sama seperti jawaban-jawaban sebelumnya jika Dimas meminta yang aneh-aneh.

"Udah mendingan. Va, besok aku mau dong jalan-jalan keluar. Bosan di kamar terus. Ya?"

Silva menyibakkan selimut hingga ke paha Dimas lalu mengelap kaki dimas. Sebagai wanita dewasa yang normal dan sudah pernah merasakan nikmatnya senggama, Silva meremang. Dia sengaja menundukkan pandangannya saat kesadaran akan hal sensual antara pria dan wanita merasukinya secara spontan. Paha Dimas yang putih, dan terlihat kokoh. Yang pernah mendorong paha Silva dan menahannya agar terus menekuk. Yang pernah menjadi alas pantat Silva saat duduk di pangkuan Dimas.

Silva berdekham, mengusir rasa panas yang mulai menyerang tubuhnya. Ingat Va. Ingat Debora. Ingat April.

'gue rasa gue hamil, Mas. Lo sih nggak bawa kondom!'

Kata-kata April yang Silva dengarkan saat mengangkat panggilan April tanpa sepengatahuan Dimas membuat Silva akhirnya benar-benar menyerah. Sudah ada nama Debora, lalu kemudian April. Wanita itu, selama ini Silva pikir hanya teman Dimas. Silva lupa, gaya berteman Dimas diluar kategori normal.

My amnesia ex-husbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang