Bab 6

30.1K 913 13
                                    

Thanks a lot buat yg berkenan baca cerita gaje ini heheh -hope you'll enjoy this part-

Rexan

Ku lirik Ruby, lagi, entah sudah berapa kali mataku tak henti memandangnya hanya untuk menikmati keindahan wajahnya. Ruby terlihat gugup sejak aku menariknya dari butik Patricia, entah mengapa aku merasa the idea of date sangat menakutinya. Aku mengajaknya makan malam setelah sepanjang sore kami habiskan dengan bersantai di pinggir pantai dan menikmati hembusan angin. Kami larut akan pembicaraan tidak penting mulai dari kuliah sampai hobi, dulu aku merasa berbicara dengan wanita itu buang-buang waktu tapi entah mengapa aku merasa tak bosan berbicara dengan Ruby. Setengah jam lalu Ruby masih terlihat santai dan bercanda dengan normal, namun saat kami menginjakkan kaki ke restoran milik sahabat ku Kleith sahabat ku, wanita itu terlilhat gugup dan matanya tak henti melirik kesana kemari entah mencari apa.

"Hei." Ku raih tangan kanan Ruby lalu menciumnya sekilas menyeret perhatian Ruby kembali padaku. Perlahan Ruby tersenyum dan menatap ku. "Ada apa baby, kau terlihat gugup." Ruby terdiam, ini bukan pertama kalinnya aku memanggil Ruby dengan kata sayang. Mulutku seperti hilang kendali, selalu mengatakan kata sayang alilh-alih nama. Sial, I'm lose control on my body.

"Uh kau yakin kita masih akan makan disini. Maksudku, kau tidak merasa malu."

"Malu? Kenapa?" Malu, kenapa harus malu. Aku merasa sangat bangga dapat mengajak gadis secantik dan semenawan Ruby sebagai teman kencan.

"Yah, kau tahu pakaian ku agaknya tak cocok berada di restoran mewah ini." Aku melirik pakaian Ruby, gadis itu terlihat mempesona dalam balutan jeans ketat dan kaus longgarnya. Rambut panjang Ruby di ikat ekor kuda membuat ku dapat melihat leher jenjang itu dengan penuh nafsu. Oh sial, aku mulai lagi.

"Aku tak akan pernah merasa malu mengajak mu kemanapun Ruby. Bahkan jika aku mengajamu ke white house hanya berpakaian seperti ini." Wanita itu menatap ku, entah apa yang Ruby pikirkan namun perlahan senyumnya mengembang, senyum itu tak pernah gagal mempesonaku. Oh aku rela melakukan apapun bahkan menjadi budak neraka sekalipun, demi melihat senyum itu.

"Benarkah, tidakkah kau perhatikan tiap pasang mata memandang kita dengan tatapan aneh." Aku melirik kesekitar, memang tiap pasang mata melirik kami, namun aku yakin tiap pasang mata berjenis kelamin pria hanya memandang Ruby, dengan pandangan I-want-to-fuck-her cih! Ruby milik ku tak akan ku berikan pada srigala-srigala lapar itu. Ku kecup sekali lagi punggung tangan Ruby entah sudah keberapa kalinya. Sejauh ini aku belum melakukan kontak fisik berlebih dengan Ruby, aku merasa Ruby belum siap untuk kontak fisik lebih jauh tampaknya Ruby cukup nyaman dengan ku saat bibir ku tak henti mencium punggung tangannya. Aku tak bisa berhenti menyentuh Ruby, ya tuhan aku benar-benar addict to touch her.

"Eyes on me babe, mereka tak menatap mu aneh mereka terpesona padamu just like me, you look stunning." Ruby tersenyum wajahnya merona. Aku tak tahu aku memiliki bakat perayu, maksudku selama ini wanita tak pernah butuh rayuan ku, aku dan mereka memiliki kebutuhan sejenis ; pelampiasan seksual. That's it, aku bahkan tak pernah tinggal setelah berhubungan aku selalu beranjak pulang selarut apapun itu.

Kami melanjutkan sisa makan malam kami dengan tenang setelah aku berhasil menyakinkan keraguan Ruby. Aku menyetir dengen kecepatan normal which is jarang ku lakukun, aku pria dan semua pria di bumi suka menyetir dalam kecepatan diambang batas, aku bukan pengecualian. Tapi aku tak bisa, aku tak bisa menyetir seperti biasa karena takut mencelakakan Ruby. Oh sial ini aneh, rasa ingin menjaga keselamatan Ruby membuat ku takut menginjak gas terlalu dalam, I must be crazy. Ruby terkantuk-kantuk di sebelahku, kepala jatuh tertunduk berkali-kali matanya sesaat terpejam kemudian terbuka lalu kembali terpejam. Hal itu terus berlangsung beberapa saat sebelum Ruby benar-benar terpejam. Sengaja ku pilih rute paling panjang menuju apartement Haylie, aku tak ingin memulangkan Ruby terlalu cepat, ingin terus menikmati keindahan sleeping beauty-ku.

Setelah puas menatap Ruby, aku meraih tangan mungilnya menyentuh tangan itu dengan bibir ku. Ruby tak menunjukan reaksi, aku menaikan target kecupan, bibir ku menyentuh pipi lembutnya namun Ruby hanya mengerang karena terganggu. Oh once a sleeping beauty forever be still, seperti putri tidur lainnya putri yang ini juga perlu ciuman untuk bangun dari tidur panjangnya. Ragu sesaat, pada akhirnya bibirku menyentuh milik Ruby untuk pertama kalinya. Awalnya aku hanya terdiam merasakan tekstur lembut bibir Ruby namun tak ada reaksi apapun dari Ruby wanita itu masih melanjutkan tidurnya. Akhirnya ku lumat bibir itu, merasakan kontur bibir Ruby. Tak mau tinggal aksi tangan ku meraih seat belt Ruby membebaskan wanita itu dari kungkungan sabuk pengaman. Dikejauhan dari kabut gairah ku, ku dengar erangan Ruby aku yakin sekarang wanita itu sudah meninggalkan jauh alam mimpinya. Tapi aku hilang kendali tangan ku bak miliki keinginan sendiri, kini telah mencengkram lembut rambut Ruby. Aku membuka mata menatap mata hijau itu, Ruby terlihat linglung tak ada reaksi apapun dari bibirnya. Merasa bersalah karena terhanyut nafsu aku menarik diri.

"Uh, sorry." Aku berujar sembari fokus menatap dashboard.

"Sebaiknya aku masuk." Ruby meraih tasnya dan membuka pintu cepat melompat turun dari SUV-ku. Shit! Aku tak bisa membiarkan Ruby pergi tanpa permintaan maaf darinya, aku turun melompat keluar dari mobil dan cekatan menahan tangannya.

"Babe, I'm sorry." Aku menatap tepat di manik matanya, menatap dengan perasaan bersalah. Namun reaksi Ruby mengejutkanku, alih-alih marah dan tak ingin lagi bertemu dengan ku, Ruby menjilat bibir bawahnya. Fuck! Tak hanya menjilat bibir bawahnya secara provocative Ruby juga menatapku dengan mata berkabut penuh nafsu. Ya tuhan. I have to go. Fast.

"Jangan menatap ku begitu." Aku berusaha menemukan serpihan akal sehat yang kini berhamburan entah kemana karena tindakan propokatif Ruby.

"Menatap seperti apa?"

"Seperti kau ingin ku cium lagi."

"Mungkin aku memang ingin, maukah kau memberi ku..ciuman." Sial, aku harus pergi, aku tak ingin terbagun setelah fajar dan menyesali ciuman ini karena terbawa nafsu. Jadi aku menunduk pelan, Ruby menutup matanya sesaat sebelum bibirku menyentuh bibirnya. Sekilas tanpa lumatan aku menarik diri dari dari Ruby, dengan pandangan binggung Ruby menatap ku.

"I gotta lose control baby, and you're not gonna like it." Mengerti akan makna ucapan ku, Ruby mengangguk dan melangkah mundur selangkah. Masih tersirat jelas kabut gairah menyelungi mata sehijau zamrud Ruby, sementara aku berpegang akan benang tipis menjaga kewarasan ku yang tersisa "I'll see you tommorow." Ku kecup hangat pipi mulus Ruby, mengucapkan selamat malam dan berjalan kearah mobil. Tiap langkah ku ambil terasa berat, berat untuk meninggalkan Ruby, berat untuk tak melumat bibir lembut itu. Celana ku entah sejak kapan telah mengetat suatu hal normal ku rasakan saat berdekatan dengan Ruby. Otakku terus memutar kebersamaan kami sepanjang sore, fuck aku tak bisa pergi begini saja. Aku menoleh menatap Ruby, wanita itu terlihat bermata sendu menatap ku berdiri di tempat yang sama. Kami saling tatap sesaat sebelum aku berlari menghambur kearah Ruby, bibir ku menghantam bibir Ruby lembut, tangan ku mencengkram rambutnya melepaskan rambut Ruby dari ikat ekor kudanya.

Aku melumat bibir Ruby, wanita itu menutup matanya dan membalas ciumanku membuat ku nyaris mati bahagia. Tak berhenti di situ, aku butuh kontak lebih dekat tanggan ku merayap turun dari rambut Ruby turun membelai punggungnya pelan, Ruby mengerang membuat bibirnya terbuka dan aku bebas menelusuk masuk. Lidah menyentuh miliknya perlahan terkesan amatir Ruby membalas lilitan lidah ku, dan aku makin bernafsu. Tangan ku meraih bokong Ruby mengangkatnya, secara spontan Ruby melingkarkan kakinya di pinggangku, lengan-lengan langsing melingkari leher ku aku melangkah mundur ke arah mobil, lalu medudukan Ruby di kap mobil. Ah akhirnya kontak yang ku butuhkan, terus ku beradu lidah dengan Ruby entah sudah berada lama. Namun aku tak ingin mengakhiri ciuman ini terlalu cepat, kami saling menyentuh saling membutuhkan kontak fisik satu sama lain. Oh, too hot makes me burn aku melepaskan pautan bibir kami, aku mencium garis rahang Ruby membuat wanita itu mengerang dan mengcengkram rambut ku. Merasa diberi lampu hijau aku melanjutkan menjelah turun keleher Ruby bibir ku memberi tiap kecupan sepanjang leher Ruby. Namun tangan kecil Ruby menghentikan jelajahan ku, tangan itu mencengram rambutku menarik kepalaku hingga bibir kami lagi-lagi bertemu.

Ternyata dibalik semua kepolosan itu Ruby mampu menjadi seorang pengoda. Aku akui itu, lihat saja betapa seksinya Ruby saat wanita itu menyentuh lidahku dengan miliknya. Lihat betapa seksi saat Ruby mengerang nikmat dan mempererat pelukan kakinya di pinggangku kami semakin dekat dan otak ku makin berkabut.

"WHAT THE HELL!" Jerit seseorang membuat akal sehat kami kembali ketempatnya, kami menoleh bersamaan menatap seorang wanita berdiri di depan mobil lexus putih dengan sorot marah bak titisan neraka. Haylie. Crap!

Crush on YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang