8. CINTA DAN KESETIAAN BUKTI AGUNGNYA CINTA

49 2 0
                                    


Pagi hari yang tenang. Terduduk Muslim disamping Elqo yang terbaring terlentang. Kepala Elqo terbalut perban. Hanya mata, lubang hidung dan bibirnya yang telanjang. Begitu juga di bagian dada dan lengan kanan. Lututnya juga sama halnya demikian. Serta beberapa bilur biru kehitam-hitaman.

Elqo sudah siuman sejak sampai rumah sakit juga semalam. Matanya melirik Muslim. Muslim menghindari tatapan itu. Seakan ia tidak ingin matanya tiba-tiba basah. Karena di wajahnya tersimpan sebongkah penyesalan serta kesedihan yang mendalam.

"Terima kasih kau telah sudi menungguiku," bisik Elqo dalam.

"Maafkan aku. Ini semua salahku," ujar Muslim pelan.

Elqo menggerakan tangannya perlahan menyentuh tangan Muslim. Lalu digenggamnya jemari tangan Muslim dengan lembut.

"Jika aku dengan Christian tidak berkelakar, tentunya kamu tidak akan pergi. Ini bukan salahmu. Tapi salahku sendiri yang menemuimu tidak tepat waktu," Elqo menyikapinya dengan kesadaran.

"Akulah yang menyebabkan kalian bertengkar," Muslim tetap menyalahkan dirinya.

"Jika aku tidak egois. Tentunya antara aku dengan Christian tidak akan berselisih paham," tutur Elqo lagi merendahkan dirinya.

"Jika aku tidak kenal Christian, niscaya tidak akan terjadi perselisihan."

"Sebagai sahabat yang baik. Apa benar aku mesti marah apabila kamu punya teman lagi selain aku?"

"Sahabat yang baik tidak akan menghadirkan teman barunya hanya untuk memicu permasalahan dengan sahabatnya."

"Muslim, siapapun teman barumu itu mungkin aku akan memperlakukan mereka sama seperti apa yang aku lakukan pada Christian," Elqo menatap wajah Muslim demikian lekatnya seakan ia ingin menitipkan pesan hatinya yang mungkin tidak pernah tersirat di hati pemuda tegap itu.

"Maafkan aku tidak sempat mengerti perasaanmu. Kalaupun aku tahu kamu akan membenci siapapun orangnya yang dekat denganku. Mungkin aku akan selalu diam di rumah, hanya demi menunggu kehadiranmu saja."

Elqo terdengar menarik nafasnya. Lalu disusul ujarnya perlahan, "Bukan kamu yang seharusnya mengerti perasaanku. Melainkan salahku yang tidak mau mengerti perasaanmu. Sebagai seorang pencinta kamu pasti sangat mencintai aku. Mendambakanku. Selalu setia dan selalu merindukanku di setiap waktumu. Melihat latar belakang dan sifat yang terbentuk dalam karaktermu, aku yakin kamu tipe orang yang sangat setia pada pasangannya. Sehingga perkenalanmu dengan Christian aku rasa itu bukanlah berasal dari kehendakmu. Meski akupun merasakan bahwa hatimu juga sangat menyukai sosok lelaki seperti Christian. Tapi dibalik rasa sukamu itu, dibalik gilanya hasrat sexmu untuk berkencan dengannya itu, kamu masih bisa menahan gejolak nafsu liarmu untuk tetap mempertahankan rasa cinta dan setiamu padaku. Kamu berusaha keras untuk tidak mengecewakan perasaanku. Kamu selalu ingin membuat aku merasa senang karenamu. Kamu termasuk orang yang romantis.

Muslim. Aku salut atas kesetiaanmu. Atas besarnya cintamu. Juga atas segala perhatian dan sikap pengertianmu yang selalu tulus dan bijak saat menghadapiku. Kamu tidak pernah mempermasalahkan profesiku sebagai gigolo. Bahkan aku sangat tersanjung dengan sikap ramah tamahmu ketika menyambut tamuku. Kamu menjamunya dengan sangat baik. Kamu tidak marah mengizinkanku pergi bersamanya. Padahal dia seorang selebritis papan atas.

Mus. Tidak selayaknya aku marah pada orang yang dekat denganmu. Tidak sepantasnya aku membatasi pergaulanmu. Karena akupun tidak punya banyak waktu untuk bersama dan membahagiakanmu. Juga sebagai gigolo akupun dituntut untuk bahagia dalam bergonta-ganti pasangan..."

"Sebagai gigolo yang profesional, sudah sepatutnya bagimu memuaskan pasanganmu. Karena yang kamu jalani itu adalah sebuah profesi yang selalu menuntut upah akhir berupa uang.

Maka, bagaimana mungkin aku harus mencemburukanmu dalam hal itu. Bukankah sedemikian besarnyapun cintaku padamu, tidaklah dapat menyumbangkan sekecil apapun materi buatmu?

Aku yang bodoh. Kenapa aku sampai tergoda dan terbujuk jerat rayunya Christian. Padahal apakah yang kurang dari dirimu. Kamu telah banyak mengeluarkan hartamu untukku. Kamu dengan senang hati memuaskan hasrat berahi sexku. Itu kamu lakukan tanpa pamrih dan tanpa mengharapkan balas jasa apapun dariku. Padahal, bukankah demi bisa kencan denganmu saja sudah harus mengeluarkan biaya yang cukup besar?

El. Aku memang tolol. Tidak tahu diri. Tidak tahu balas budi. Kamu berhak marah padaku. Kamu berhak melakukan sesuatu apapun sesuai kehendakmu padaku. Aku sudah tidak patut lagi kamu kasihani. Aku sudah tidak dapat dipercayai lagi. Aku sudah tidak setia lagi. Aku sudah melakukan hubungan sex dengan Christian. Maafkan aku!" suara Muslim bergetar parau.

CHRYSIS 'Ketika Aku Ditanya Apa Agamaku' (TAMAT, LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang