13. SALAHKAH SKENARIO-NYA?

75 3 0
                                    

Langit Bogor yang mendung tidak segera hujan. Tapi rintik deras gerimis itu turun pula di matanya. Muslim berlari sambil berteriak memanggil Elqo yang sudah memasuki pekarangan rumahnya. Rumahnya yang ia bangun dengan jerih payahnya. Rumah cantik yang harus ia tukar dengan kegantengan dan kejantanannya.

"El...!!!"

Elqo berhenti di depan teras. Muslim langsung memeluknya dari belakang.

"Elqo!" di tatapnya mata itu dengan tajam. Ternyata mata itupun basah. Elqo pun menjatuhkan air matanya. Dibalasnya pelukan Muslim demikian eratnya. Keduanya berpelukan dalam tangisan yang menyayat sanubari mereka yang mengenal betapa sempurnanya cinta.

"Hai! Rupanya sudah pada datang," seruan seorang perempuan yang keluar dari rumah membuyarkan perasaan Muslim seketika.

"Kamu!?" Muslim memandang perempuan itu tak berkedip. Beberapa waktu lalu ke belakang kembali membayang. Benarkah perempuan Korea yang dilihatnya itu...

"Naomi!?"

"Mari masuk," perempuan berambut pirang itu yang tiada lain dari Naomi Lie begitu ramah mempersilahkan mereka masuk.

Muslim menoleh Elqo penuh tanda tanya. Ada rasa heran dan keraguan menyekap sikapnya.

"Ayo!" Elqo menarik lengan Muslim diajaknya lekas menaiki teras memasuki rumah mengikuti Naomi Lie.

"Ini rumahmu, kan?" tanya Muslim berbisik.

"Ya."

"Kenapa Naomi ada disini?"

"Naomi Lie cucunya Banban Sironang dari anaknya yang menikah dengan keturunan Korea."

"Apa urusannya?"

"Dia sempat mengontakku mohon izin untuk menempati rumahku yang ayah ibuku sangat tidak sudi untuk menempatinya."

"Kau tidak tahu dia itu pelacur?"

"Tahu."

"Tapi kenapa? ..." Muslim tak lanjut ketika melihat ada beberapa orang pria dewasa duduk di kursi berpakaian rapi.

" ...tuh kan, dia sedang menerima tamu!" gumam Muslim lagi didekatkan ke telinga Elqo.

Elqo sama sekali tidak menghiraukan celoteh Muslim. Ia langsung menyapa ke enam orang pria yang pada duduk santai itu dengan ucapan salam. Lalu dibalas kembali oleh mereka yang tidak semuanya kompak.

Setelah bersalaman pada semuanya, Elqo dan Muslim pun lalu duduk pada kursi yang masih tersedia.

" ...mungkin sudah tahu kiranya apa maksud dan tujuan saya mengundang Bapak semua. Saya ucapkan terima kasih atas kesediaannya Bapak berkenan memenuhi panggilan saya. Bapak Ustad beserta Bapak Pendeta yang sangat saya hormati," Elqo membuka percakapan yang sama sekali terdengar janggal di telinga Muslim.

Ada rencana apa kiranya yang telah Elqo susun tanpa sepengetahuannya? Sampai di rumahnya ia mendatangkan para Ustad dan Pendeta?

"Bagi saya ini sudah merupakan kewajiban," kata Bapak Pendeta yang nampak lebih tua dari rekannya.

"Apa tidak lebih baik kita langsungkan akad nikah sekarang saja?" ujar Sang Ustad tambah mengejutkan Muslim.

"Iya. Soalnya kami semua jam tiga nanti akan menghadiri rapat keagamaan di kantor kelurahan," timpal Pendeta satunya.

Setelah sejenak berpikir, Elqo menoleh Muslim yang sedari tadi bengong melihatnya.

"Kamu bersedia menikah hari ini?" tanya Elqo laksana bunyi gemuruh guntur yang memekakan indera pendengaran Muslim.

CHRYSIS 'Ketika Aku Ditanya Apa Agamaku' (TAMAT, LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang