Seminggu yang lalu Christian dan Elqo berbaring lemah di ranjang pasien didalam kamar rawat sebuah rumah sakit. Hari berikutnya Christian dengan setia dan penuh ketulusan menemani Muslim menjagai Elqo. Meskipun rasa cemburu tak lekang mengusung perang hati diantara mereka. Tapi, cinta ternyata sanggup menyejukkan segala murka. Selama hati masih membekaskan cinta, disana kedamaian masih bisa dipaksakan untuk tercipta.
Kini Elqo terduduk disamping Muslim yang sedang mengemudi laju sedan abu-abunya. Hari ini Elqo pulang. Setelah seminggu mendekam dalam perawatan.
“Om dan Tantemu sengaja aku tidak mengabarinya perihal kecelakaanmu. Aku tidak mau mencemaskan mereka. Lagipula aku ingin mengabdikan diriku sepenuhnya untuk menjagamu.”
“Aku ucapkan terima kasih atas segala kebaikan dan ketulusan hatimu. Juga atas biaya perawatanku selama di rumah sakit,” Elqo mengucapkan rasa terima kasihnya yang tak terhingga.
“Christian yang telah membayar seluruh biaya perawatanmu. Bukan aku.”
Elqo tampak terkejut. “Benarkah?”
“Dia yang menginginkan semua itu.”
“Apakah tidak menyimpan harapan lain dibalik kebaikannya itu hanya demi menarik simfatimu belaka?”
“Mungkin Christian tidaklah seperti apa yang kamu kira selama ini. Aku telah lebih dekat mengenal dia. Soal pembayaran rumah sakit juga ia berpesan agar aku tidak menceritakannya. Tapi aku tidak mau jika aku merahasiakannya. Nanti kau malah menganggapku yang telah berbaik hati padamu.”
“Biarlah entar aku gantiin.”
“Tidak perlu. Kecuali kamu sudah tidak percaya lagi padaku.”
“Kenapa?”
“Dia akan sangat membenciku. Dan aku tidak mau itu terjadi.”
“Apakah kamu mencintainya serta merasa takut jika kehilangannya?”
“Kamu mengerti sendiri bagaimana orang yang telah bersentuhan dengan lembutnya cinta. Dia akan sangat sulit untuk memupus segala goresan warna indah yang melukis hatinya.”
“Sebaiknya kamu memang mencintai dia,” Elqo menghela nafasnya begitu dalam.
“Kamu jangan bilang lagi sesuatu kata yang menyemangati persengketaan. Kecuali jika kamu memang sudah membenciku dan tidak ingin lagi melihatku di depanmu. Mungkin aku akan mewujudkan harapanmu untuk tidak lagi hadir dalam hidupmu.”
“Aku tidak bermaksud seperti itu. Hanya mungkin dia itu lebih baik daripada aku. Jikapun kamu memang mencintainya, untuk apalagi aku menghalangi kebahagiaanmu? Bukankah cintamu padanya tidak akan sampai merintangi hubungan kita?”
“Tolong jangan perpanjang lagi membahas masalah ini.”
Elqo pun akhirnya diam. Namun sesaat ia kembali bertanya,
“Christian sekarang kemana?”
“Mengurus dana asuransi perbaikan mobilnya sekalian mengambil motormu.”
Sedan abu-abu itu meluncur menembus teriknya matahari yang sebentar lagi bergulir sekitar 100° ke arah barat. Namun tidak sampai merangsang tumpahnya keringat di wajah Muslim. Begitu pula kesejukan tetap menetralkan wajah Elqo. Meskipun wajah itu sudah tidak lagi semulus minggu lalu. Wajah gantengnya kini belepotan bercak luka. Di dahi, pipi serta di dagunya masih menyisakan hitam bercak luka yang mulai mengering. Noda putih pun menghiasi sudut pinggir luar mata kanannya bekas luka tipisnya yang sudah mengering dan mengelupas. Helm yang dikenakannya tidak menyumbang pertolongan sedikit pun. Karena terlempar jauh sebab Elqo mengenakannya sembarang pakai sehabis bertarung dengan Christian.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHRYSIS 'Ketika Aku Ditanya Apa Agamaku' (TAMAT, LENGKAP)
RomanceTuhan siapa yang melegalkan kelamin kita bersatu? Klimaks dari kegalauan jiwa seorang gay yang merasa terkekang dengan dosa atas Tuhannya. Hingga ia merencanakan mencari Tuhan baru dengan mengusung agama baru sebagai agama yang khusus dijadikan wada...