Merindukan Masa Lalu

1.6K 61 0
                                    

Kenangan takkan bisa terulang kembali semanis dulu. Sekalipun itu akan terulang takkan bisa sama seperti yang sudah berlalu.
-Anna-

Lama-kelamaan hari sekolahku berubah. Berubah menjadi sangat ribet. Pulang sekolah jam 3 langsung ketempat les, belum lagi menyelesaikan tugas-tugas yang tiap hari menumpuk

Sekarang Jere sedang mengikuti seleksi paskibraka, dia latihan setiap pulang sekolah. Aku senang karena aku masih bisa melihatnya di kelas.

"Jangan lupa besok bawa kartonnya" kataku pada Jere

"Gue gak punya waktu buat beli karton"

"Emang gak bisa yah lo nyempetin waktu lo sedikit buat beli karton"

"Enggak" katanya dengan menggelengkan kepalanya pelan

"Tugas lo cuma itu loh, paling-paling lo gak akan ikut presentasikan karena dihari-hari itu pasti lo sibuk latihan"

"Gini deh, sepulang sekolah gue harus latihan di stadion sampe malem terus, gue sampe rumah udah keburu capek. Gue gak bisa, lebih baik gue kasih uangnya dan kalian yang beli" jelasnya

"Gue tugasin cuma itu kok ke elo, gak berat-berat amat kok dan lo mau lemparin tugas lo ke kita, gimanasih" balasku

"Gimana?"

"Gue gak bisa, gue juga sibuk Jeree"

Itulah sebagian percakapan kami yang berisi bahwa Jere sangat keras kepala dan tidak pernah mau untuk mendengarkanku.

Aku semakin bingung sekarang, apakah aku hanya menyukai Jere atau apakah lebih dari sekadar rasa suka. Sulit bagiku untuk mendeskripsikannya.

Dulu, sewaktu SMP saat aku menyukai Azka  rasanya sangat-sangat berbeda dengan perasaanku pada Jere.

Jujur sebenarnya aku tak mau mengatakan ini, jika Azka tahu dia pasti akan sangat-sangat percaya diri, besikap sok kegantengan dan ujung-ujungnya berpose-pose alay dihadapanku

Azka bisa dibilang tampan, menurut penelitianku dari para gadis sewaktu di SMP katanya, katanya dia adalah pria paling tampan di sekolah JANGAN GR AZKAAA! Jadi, aku tidak perlu menjelaskan ciri-cirinya, pasti tak jauh dengan yang kalian bayangkan

Azka dia mempunyai 100 cara untuk membuat aku menangis, 200 cara untuk membuat aku merajuk, 300 cara untuk membuat aku marah dan 1001 cara untuk membuat aku tertawa. Itulah dia, dia adalah orang yang selalu menemani dan mewarnai hari-hariku sedari SD.

Aku mempunyai perasaan padanya saat aku duduk di kelas 9. Selama dua insan bersama dalam suatu ikatan persahabatan aku yakin, rasa tetap ada diantaranya.

Aku sering membulinya sebagai adik karena dia sering memanggilku mungil. Jika kalian tahu, sebenarnya Azka jauh lebih menyebalkan dari Jere dalam hal membuliku.

Tapi walau bagaimanapun juga dia selalu memberikanku perhatian yang tulus sebagai seorang sahabat, sampai membuat pacarnya marah ketika hal itu terjadi didepan pacarnya ataupun didepan teman-teman pacarnya.

Dia selalu meninggalkan hal-hal yang begitu konyol dan sampai membuatku tak bisa memberhentikan gelak tawa, membalutkan hangatnya pelukan ketika aku menangis, meskipun kadang dia termasuk alasanku menangis. Yah, menangis karena aku tak sanggup lagi ketika berdebat dengannya.

Pernah sewaktu praktek kerajinan tangan aku tidak satu kelompok dengan Azka yang biasanya satu kelompok. Aku memperhatikan dia yang tengah sibuk memotong kertas-kertas yang memang harus dipotong menggunakan kater.

"Gausah azka, liat tuh tangan lo udah ada garis-garis bekas kater"

"Terus entar yang buat siapa An? Setiap kelompok cuma tiga orang dan semua pada sibuk juga"

"Pokoknya jangan elo, Ri gantian dong sama Azka" kataku dan Azka hanya tersenyum pasrah

"Bentar yah An, kelarin ini dulu nanggung nih" jawab Rian laki-laki tampan yang sekelompok dengan Azka

Aku terpaksa melakukannya karena Azka tak bisa mendengarkanku karena merasa tidak enak jika menyuruh tugasnya untuk dikerjakan oleh salah satu anggota kelompoknya yang juga sedang sibuk mengerjakan pekerjaan lainnya.

Saat itu setelah beberapa saat aku berlalu, tangan Azka berdarah segera aku langsung menghampirinya karena khawatir.

"Tuhkan gue bilangin juga gantian kalian gak kasihan, liat tangan teman kalian tadi udah ada bekas-bekas kater gitu" omelku pada Rian dan Agung sambil aku membalut darah yang ada dijari telunjuk Azka

"Iya maaflah" kata mereka dan mereka langsung mengerjakan pekerjaan Azka.

Azka kadang menganggapku seperti seorang ibu dan kadang dia menganggapku seperti seorang anak kecil. Lebih jelasnya kadang kita berdua seperti seorang ibu ke anaknya dan kadang seperti seorang kakak ke adiknya.

Kita selalu bicara dengan jarak yang dekat, dia selalu ada disaat aku tidak dalam keadaan baik dan mau mengerti.

Kita juga sering berkelahi, tapi tak akan berlangsung lama. Azka sering mengerjaiku dan membuliku sampai membuatku menangis.

Kita berdua sering kejar-kejaran di kelas sampai ke koridor sekolah. Jika aku yang mengejarnya aku akan berusaha untuk mencubit pinggangnya sama seperti aku mencubit Jere tapi, jika Azka yang mengejarku dia akan berusaha untuk mencubit hidungku menggunakan jari telunjuk dan jari tengah yang sedikit melengkung, kemudian dia akan memegang kedua lenganku yang mungil dengan eratnya sambil mengatakan

"Gue gemes banget sama lo cewek mungil" sampai lebam kemudian

Sebenarnya, Azka sangat sering melakukan itu padaku sebagai pembukaan pertengkaran kami.

Hal yang dulunya paling kubenci tapi paling kurindukan saat ini.

Tapi sayang, sekarang aku dan Azka sudah tidak seperti dulu. Pertengkaran kami sewaktu menjelang UN telah merubah suasana, ditambah lagi kita sudah tidak satu sekolah lagi sekarang.

Disini terbukti, kenangan takkan bisa terulang kembali semanis dulu. Sekalipun itu akan terulang takkan bisa sama seperti yang sudah berlalu. Walau, aku sangat-sangat menginginkan hal itu kembali terjadi aku tetap tak bisa berbuat apa-apa.

Aku dan Jere memang tak sedekat aku dan Azka. Aku harus tetap menyimpan perasaanku yang tak mau berhenti bertumbuh walau sulit bagiku menahan rasa cemburu ketika melihatnya bersama Lita.

Sampai sekarang, teman-temanku selalu memberikan laporan-laporan tentang Jere dan aku tetap setia mendengarnya.

Aku senang jika bisa mendengar tentangnya, jika itu hal yang baik ataupun hal yang kurang baik untukku. Aku harus tetap menerimanya karena telingaku sudah terlanjur mau mendengarkan.

Masih sulit bagiku untuk menggolongkan perasaanku ini, jika aku benar-benar mencintai Jere ini lantas belum dapat dibilang cinta dan jika ini hanya kekaguman sebelumnya aku sudah mengatakan, tidak ada yang aku kagumi dari dirinya.

.........................................................................

Senja, waktu itu kupikir kamu adalah yang kedua. Ternyata aku salah, kamulah yang pertama.

..................................................................................

PLEASE VOTE AND COMMENT💦

Rasa yang Tak Seharusnya [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang