09. Ditembak || Eric

1K 79 10
                                    

Dengan lesu aku menyeret kakiku melewati koridor sekolah yang telah ramai oleh para siswa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Dengan lesu aku menyeret kakiku melewati koridor sekolah yang telah ramai oleh para siswa. Aku sungguh masih merasa kesal dengan kejadian satu minggu yang lalu. ERIK ... sahabat sekaligus cinta pertamaku yang mendadak harus pindah sekolah ke Jepang karena permintaan Papa-nya.

Entahlah...

Aku tak tau harus bagaimana atau dengan cara apa aku menceritakannya, eh...lebih tepatnya menjelaskannya pada kalian. Aku hanya merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupku.

Aku menyesal...

Ya, aku menyesal telah memendam perasaan ini dan membiarkan rasa gengsiku menang. Aku malu mengungkapkan perasaanku padanya hanya karena aku adalah wanita.

Dan...

Dan bukankah sudah menjadi hukum dunia bahwa yang menembak adalah pria? Sedangkan wanita hanya tinggal menunggu pernyataan cinta dari sang pria dan sang sang wanita tinggal menjawab menerima cintanya atau tidak.

Huft....

Dan sekarang....
Sekarang semuanya sudah terlambat. Erik telah pergi...

Kepalaku semakin menunduk hampir menyentuh lantai. Aku benar-benar kehilangan semangat. Seakan tak mampu melangkahkan kakiku lagi.


"SENA !!!"

Suara keras Dira yang cetar membahana menggelegar ke seluruh jagat raya seketika membuat kepalaku tegak bak tiang bendera.

"Dira! Kau membuat jantungku hampir copot!" Aku mengelus dadaku berkali-kali.

"Oh My God..Oh My God..OH---MY---GOD..!! Gawat Na, GAWAT!!!" Ucap Dira dengan hebohnya.

"Gawat kenapa, Ra? Ada apa?" Tanyaku hampir mati penasaran.

"GAWAT, NA!! Ini gawat banget, Na!! DA-RU-RAT !!!" Tambah Dira makin heboh.

"Gawat kenapa sih, Ra? Buruan bilang, jangan bikin aku mati penasaran..." Aku kembali bertanya sambil mengguncang tubuh Dira sekuat tenaga hingga giginya rontok.

"Itu, Na. Bu Janet nyariin kamu. Sekarang dia nungguin kamu di lapangan basket. Buruan kamu kesana, Na." Dira mendorong tubuhku menuju lapangan basket.

"Tapi, Ra... kenapa Bu Janet nunggunya nggak di kantor malah di lapanggan basket?" Tanyaku sambil nggaruk-nggaruk ketek.

"Udah, Na. Kamu kesana aja..buruan! Kamu gak mau kan dapet marah dari Bu Janet?" tambah Dira.

"Ok..Ok.. Tapi berhentilah mendorongku. Aku kan bisa jalan sendiri." ucapku.

"Eh, iya. Sorry..sorry ..." Dira merenges lebar hingga nyampek telinga.

Dengan gugup aku berjalan menuju lapangan basket. Dengan bercampur rasa deg-degan pikiranku melayang tidak karuan. Karena seingatku, aku tidak melakukan kesalahan apapun, tapi kenapa Bu Janet mencariku?

Dan akhirnya aku telah sampai di lapangan basket. Aku menatapi lapangan basket dari bawah ring. Tapi aku tak melihat ada Bu Janet disana. Aku hanya melihat seorang pria yang tengah membelakangiku. Aku tak tau dia  siapa, tapi sepertinya aku mengenal punggung itu. Aku menatapnya cukup lama, hingga akhirnya aku dikagetkan oleh sebuah musik yang berbunyi dengan tiba-tiba.

Seketika mulutku menganga lebar saat pria itu membalikkan tubuhnya. Aku  sungguh tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Eric.... Ya, pria itu adalah Eric, sahabatku....

Musik mengalun dengan merdu, dan Eric menari dengan kernnya. Oh My God... demi celana boxer-nya Patrick, rasanya aku ingin memeluknya saat itu juga.

Musik berakhir. Eric mendekatiku pelan. Akupun semakin gugup tak karuan. Jantungku berdetak semakin kencang. Bahkan aku tak sadar kini Eric tengah memegang tanganku dengan mesra.

"Sena... maukah kau menjadi pacarku?"

Dengan disaksikan seisi siswa di sekolah, Eric menembakku  sambil menyodorkan setangkai bunga mawar merah padaku.

Kalimat Eric membuat sarafku hilang fungsi. Ini sungguh romantis. Oh My God, aku benar-benar gak nyangka Eric bakal nglakuin hal seromantis ini padaku.

Dan tanpa berbasa-basi, aku langsung menganggukkan kepalaku beribu kali.

Fin

The Boyz FanFictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang