Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pria itu terkapar penuh keringat setelah puas menggenjod tubuhku beberapa detik yang lalu. Aku memeluk tubuh telanjangnya seraya mengecup bibirnya ringan. Berdua dengannya seperti ini menciptakan kebahagiaan tersendiri dalam hatiku. Jika bisa, aku ingin selalu seperti ini dengannya setiap hari. Namun apa daya, status kami yang masih menjabat sebagai murid S-M-A harus memaksa kami untuk menunda keinginan kami menjadi pasangan suami istri.
Pria itu merangkul tubuhku erat, seraya membalas kecupanku penuh gairah. Pria itu---Jacob---kembali berada diatas tubuhku. Melumat bibirku dengan buasnya.
"Stop...Jacob...hentikan. Aku harus pulang." Aku menghentikan aksi Jacob---kekasihku, yang tengah berhasrat.
Pria itu menatapku kecewa saat aku melepaskan tubuhku dari pelukannya. Memunguti beberapa helai bajuku yang telah berserakan kemana-mana.
"Ayolah, Rey... Ini baru jam 8. Kita masih bisa bersenang-senang." Jacob bangkit dan duduk dipinggiran ranjang.
"Kita sudah melewatkan waktu berjam-jam, Jacob. Lagipula kita bisa melakukannya lagi dilain hari." Ucapku disela kegiatanku memakai sepatu.
Ya....ini memang bukan yang pertama kalinya bagi kami. Bahkan kami telah melakukan hubungan sex lebih dari 5 kali. Hingga saat ini semua berjalan dengan baik. Hubungan sex yang kami lakukan tak mengakibatkan hal buruk apapun, termasuk kehamilan. Namun...semua berubah setelah aku merasakan adanya tanda-tanda aneh dalam diriku. Aku sesing mual...muntah....pusing...bahkan pingsan. Dan akhir-akhir ini aku yang dulunya rajin sekarang berubah menjadi sosok pemalas, mudah mengantuk dan kecapekan. Dan aku baru sadar sudah dua bulan ini aku tak menstruati.
Muncul ketakutan dalam diriku kalau aku hamil. Hingga akhirnya sepulang sekolah aku pergi ke Apotek untuk membeli testpack.
Sesampainya dirumah aku buru-buru masuk kamar dan mengetes air kencingku. Betapa terkejutnya aku saat kulihat ada dua garis merah dalam testpack itu. Tubuhku lemas, ototku serasa tak berfungsi, pikiranku tak karuan, aku tak tau harus berbuat apa.
Kuraih ponselku yang berada diatas meja. Dengan tangan gemetar aku menelpon Jacob.
"Halo, ada apa, sayang? Kau merindukanku?" suara Jacob mengalun dari telepon.
"Jacob.....a-ku...a--ku ha--mil." Dengan terbata aku berucap.
"Apa kau sedang bercanda? Apa kau sedang ngelindur? Atau kau sedang mabuk? Hahahaha.... " suara tawa Jacob menggelegar ke telingaku.
"Apa kau pikir aku sedang bercanda?" aku mulai emosi.
"Tapi kan kita sudah melakukannya berkali-kali, nyatanya kau tak hamil. Lalu kenapa tiba-tiba kau hamil? Ini tak masuk akal." Bantah Jacob dari seberang sana.
"Yaa...kau benar. Tapi selama ini kita melakukannya tanpa menggunakan alat pengaman apapun, Jacob. Aku tidak mau tau, pokoknya kau harus bertanggung jawab. Kau harus menikahiku!" Gertakku.
"Tapi... itu tidak mungkin. Aku tidak mungkin menikahimu. Aku masih punya cita-cita."
"Bukankah dulu kau bilang kau akan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu padaku? Bukankah dulu kau berjanji akan melakukan apapun untukku? Jangan bilang kalau itu semua bohong! Jangan bilang kau ingin lari dari tanggung jawab!" Aku mulai terisak.
"GUGURKAN KANDUNGAN ITU!!!"
Kalimat Jacob dari seberang sana membuatku diam. Lidahku membeku. Air mataku mengalir bercucuran. Aku sungguh tak menyangka Jacob akan mengatakan hal itu padaku. Janji manis yang dulu pernah ia ucapkan ternyata hanya tipuan semata.
Keesokan harinya aku tetap pergi ke sekolah meski aku sedang tak enak badan. Hanya karena ingin bertemu dengan Jacob dan mencari jalan keluar dari masalah ini. Berharap ia mau bertanggung jawab dan menikahiku.
Ku telusuri seluruh tempat dan sudut sekolah. Namun aku tak menemukan sosok Jacob ada. Aku sempat bertanya pada beberapa teman dekatnya. Ada yang bilang tak tau, namun ada juga yang bilang Jacok telah pindah sekolah.