Lalu lintas disore hari membuat kedua insan yang sedang duduk di dalam mobil itu menimatinya, entah apa yang mereka rasakan didalam hati masing-masing. Yang mereka tau perasaan mereka sendiri. Klakson mobil bersahutan sedari tadi tak membuat mereka berdua merasa risih. Atau mungkin juga mereka menahan kerisihan itu.
Davian dan Felisa, mereka berdua yang saling diam di perjalanan pulang saat ini. Felisa sibuk menatap pemandangan kota di balik kaca mobil Davian. Dan Davian sibuk menatap jalanan yang di penuhi dengan asap dan debu dari knalpot mobil yang ada di depannya.
"Fel?" Panggil Davian tak tahan dengan sikap diam mereka berdua. Ke sekian detik Felisa masih terdiam dengan panggilan itu.
"Ya?" Jawab Felisa tanpa menoleh pada Davian. Sekarang Felisa seperti jerapah yang menerima respon dengan waktu yang lama.
"Kok diem aja?" Tanya Davian, Felisa menggeleng pelan menolehkan kepalanya ke arah Davian. Wajah putih Felisa dan mata sayunya membuat Davian ingin memelukanya dan berbisik, semua akan baik baik saja.
"Lagi mikir aja. Apa suatu saat nanti kamu bakalan ninggalin aku demi Indri." Ucapan Felisa membuat Davian tersenyum dan menggeleng.
"Percaya sama aku. Walaupun aku jauh dari kamu. Aku itu, cuma sayang sama kamu" ucap Davian membuat hati Felisa merasa lega. Tapi tidak untuk hati Davian.
Felisa mengangguk dan kembali melakukan aktifitas yang tertunda.
"Tau gini tadi pagi aku naik motor" ucap Davian, Felisa terkekeh.
"Ini gak macet-macet amat kok. Gak kaya biasanya juga" jawab Felisa.
Davian menghela nafas berat.
10 menit berlalu Davian dan Felisa sudah berbelok ke perumahan tempat tinggal Felisa. Mereka berdua menghela nafas lega.
Sesampai di depan rumah Felisa, Davian menatap Felisa sejenak. Felisa yang di tatap hanya tersenyum tulus. Davian menarik Felisa kepelukannya. Menghirup wangi rambut Felisa dang mengelus puncak kepala Felisa dengan sayang.
"Inget kata-kata aku, aku gak pernah benae-benar ninggalin kamu sayang"
Felisa mengangguk dengan faham, Davian berbeda dengan Rovian. Davian bukan Rovian yang meninggalkannya tanpa kata kata.
Davian melepas pelukannya, menatap Felisa sejenak. Davian mendekatkan diri kembali pada Felisa, memiringkan sedikit wajahnya. Bibir mereka menempel dengan sempurna. Beberapa detik berlalu tetap dengan posisi itu, sampai Davian menarik tengkuk Felisa dan mengecap bibir gadisnya itu.
-
Setelah melambaikan tangannya pada Davian yang sudah melaju dengan mobilnya, Felisa baru berjalan masuk kedalam rumahnya. Memegang bibirnya dengan gemas.
Felisa menatap rumahnya yang selalu sepi, kedua orang tuanya yang sibuk membuat Felisa dan Fero harus merasakan kesepian.
Felisa berjalan menuju kamarnya, meletakkan tas nya dan mengambil handuk di samping pintu kamar mandi. Ia memutuskan untuk mandi.
Disisi lain Davian baru saja memarkirkan mobilnya di garasi. Rumah Davian yang luas membuat nya harus berjalan untuk menuju pintu utama.
Ketika Davian masuk kerumah ia mendapatkan pemandangan yang sangat iya benci, Rovi, Ayahnya dan Indri.
"Davian, sini nak. Indri sudah nunggu kamu sejak tadi loh" ucapan manis dari Ayahnya membuat Davian ingin muntah.
"Sejak kapan anda menganggap saya anak?" Tanya Davian dengan sinis.
"Begitu? Kalau pun kamu gak mau sama Indri, Ayah akan buat pacar kamu yang lemah itu gak bisa lagi melihat matahari pagi!" Ucapan Ayah Davian membuat Davian terdiam.