Part 4

395 21 5
                                    

Ini hari ketigaku di pondok. Agenda hari ini adalah pembukaan penerimaan santri baru yang akan diadakan di aula santri putra dan putri. Santri putri sudah memasuki aula dengan mengenakan kerudung putih dan gamis terusan. Disusul oleh santri putra yang berpakaian rapi. Koko, sarung dan peci. Kami terhalang oleh hijab, tak bisa saling melihat satu sama lain.

Aku duduk bersama sahabat baruku. Anisa, Neha, Zahrana dan Nurul. Kami menyebut Nurul dengan sebutan Enuy. Hari pertama Enuy datang itu berbeda dengan orang lain. Santri baru disini ketika pertama datang memakai pakaian sopan, baju panjang dan rok. Sedangkan Enuy, dia malah memakai kemeja dan celana jeans. Dia bilang ia tidak tahu peraturan seperti itu, tahunya asal pakai kerudung saja. Dia diberi tahu oleh ketua kamar untuk tidak mengenakan baju tersebut lagi.

Hari pertama dan kedua, kami ber-empat sempat menangis. Merasakan rindu kepada keluarga. Ada rasa ingin pulang, belum betah. Tapi Enuy, dari hari pertama sampai sekarang dia tidak terlihat sedih sama sekali. Selalu ceria, tersenyum dan tertawa. Untung dia tidak suka tertawa sendiri, kalo iya orang akan aneh nanti melihatnya.

Dan kini ketika di Aula dia yang paling ngotot ingin duduk dipinggir hijab. Aku menolak. Aku lebih ingin duduk paling depan dan jauh dengan hijab. Kami sempat beradu argument. Anisa yang menengahi. Dan akhirnya kini kita duduk di barisan kedua dan tidak dekat dengan hijab.

Acara pertama dibuka oleh penampilan marawis dari santri putra. Sorak tepuk tangan dan suara peluit buatan pun terdengar ramai sekali. Apa lagi dari kalangan santri putri. Maklum, mereka jarang melihat "jantan". Apalagi kabarnya tim marawis ini pada tampan-tampan. Aku jadi penasaran.

Perlahan mereka memasuki panggung Aula dengan membawa alat marawis masing-masing. Sorak tepuk tangan semakin menjadi. Lalu mereka duduk, memberi salam dan hormat dengan gerakan yang unik. Iya betul, mereka tampan-tampan. Meski tidak semua.

Musik marawis dimainkan. Kami semua tenggelam dalam shalawatan diiringi musik dengan suara-suara indah itu. Aneh, ada satu orang yang paling mencolok disana. Aku merasa pernah melihatnya. Loh, itu kan orang yang di rumah Buya kemarin. Yang menjamu aku dan keluarga. Oh jadi dia anak marawis.

Dia yang kini berada didepanku, diatas panggung, terlihat lebih tampan, lebih bersih, dan lebih rapi. Aku beristighfar berkali-kali, mataku maksiat. Tapi jika ini dilewatkan sayang sekali. Astagfirullah.

"Akhi Fahri wassin jiddan (ganteng banget), ya. Main tumbuk nya liat keren bangettt!" seseorang dipinggirku berkata seperti itu. Aku tidak mengenal nya, mungkin santri lama disini. Aku tidak menguping, kebetulan saja mendengarnya.
Yang main tumbuk kan cowo itu. Oh namanya Fahri, ya. Ujarku dalam hati.

Kami sangat menikmati acara yang disuguhkan. Dan acara selanjut nya yaitu pengumuman dari Buya. Suara bak dengungan ribuan tawon senyap seketika ketika Buya melangkah menuju panggung. Beliau berdehem sebentar, memberi salam lalu mengucapkan selamat datang kepada para santri baru.

"Pondok ini adalah kapal laut yang baru kalian naiki. Kalian akan mengarungi samudera luas dalam kapal itu, menuju pulau indah, pulau impian. Air tidak selalu tenang, dalam kapal itu kalian akan mengalami pasang surut ombak air laut. Namun bertahanlah, demi sampai pada pulau impian."

Kami mengerti ucapan Buya tersebut. Pondok memang indah, tapi tak selamanya seperti itu. Kita akan dihadapkan dengan banyak orang yang berbeda-beda watak, kebiasaan, daerah bahkan budaya. Justru dengan itulah kesabaran kita dilatih. Kita harus mampu beradaptasi dengan itu. Ya, kini aku sedang mengarungi samudera. Aku harus bertahan dengan segala cobaan, demi sampai pada pulau impian.

Acara terakhir ialah pengumuman nilai terbesar untuk santri baru yang telah mengikuti test masuk di pondok ini. Dari pihak santri putra yang menang adalah Asep. Dan tak disangka dari pihak santri putri Zahrana pemenangnya, sahabatku sendiri. Zahrana naik ke panggung, memberi sambutan dadakan dan ucapan terimakasih. Sejak saat itu dia jadi populer dikalangan santri putra dan putri. Aku dan yang lain nya ikut merasa bangga.

🌼🌼🌼  

Simpanlah lidah dibelakang hati dan akal mu.

Jazakumullah khairan katsiiraa.
😊

-maaf jarang update, masih diem di pondok jadi mohon dimaklum- ^_^

Cinta di Penjara SuciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang