empat

40 35 0
                                    

Chapter 4

"Ha?!!!" teriak mereka bersamaan. Saling pandang satu sama lain kemudian tergelak bersamaan pula.

"Doraemon? Jangan bercanda, buahahahaha" seru Amel tertawa semakin kencang, temannya yang lain pun sama seperti Amel, tertawa sekencangnya sampai sudut mata mereka berair.

"Huh! Tidak sopan!" Makhluk aneh yang mengaku sebagai Doraemon itu menggerutu kesal, Masa robot tanpan berbentuk 'kucing' ini diragukan, pikirnya narsis.

"Tidak percaya?" tanya sang Doraemon dan dijawab oleh gelengan kepala oleh Amel dan yang lain.

"Mau bukti?" tanya makhluk itu lagi, dan lagi-lagi mereka menjawab dengan mengangkukkan kepala tanpa berkata sepatah kata pun.

Tangan kecil Doraemon masuk ke saku ajaibnya. Merogoh pelan mencari suatu benda yang ingin diperlihatkannya.

"Ini dia!" katanya pelan, sedang Amel dan yang lainnya menatap penuh tanda tanya Robot dari masa depan itu.

Mengeluarkan bola yang indah dari sakunya. Doraemon mengulurkan tangannya kedepan, dengan wajah bangga ia memperlihatkan barang tersebut.

"Apa ini?" tanya Amel seraya jari telunjuknya mengetuk-ngetuk bola tersebut.

Sringggg

Cahaya yang menyilaukan nan merusak mata keluar dari sana, membuat Amel, Reihan, Rani, dan Bayu memejamkan matanya.

Ketika kelopak-kelopak mata itu terbuka, kornea mereka manangkap seberkas cahaya, membuat mereka mengerjab-ngerjabkan matanya berusaha menyesuaikan mata dengan cahaya.

"Eh? Dimana kita? Dan kenapa jadi siang bukan kah tadi malam?" tanya Rani beruntun dan dijawab gelengan kepala oleh yang lain.

"Yang kuingat hanya cahaya yang menyilaukan." gumam Bayu pelan.

"Bagaimana dengan mu Rei?" sambung Bayu, dan dijawab dengan deheman dari Reihan.

Sepertinya mereka semua melupakan doraemon yang datang kepada mereka.

***

Suara daun-daun kering yang terinjak terdengar jelas dikeheningan hutan itu.

"Aku tidak tau, tapi... Disini udaranya sangat segar," ujar Amel dan dibalas oleh anggukan setuju teman-temannya.

"Ya, udaranya sejuk. Fuahhhhh." Menarik nafas kuat berusaha mengisi paru-parunya dengan udara segar yang ada.

Teman-temannya yang lain mengikuti apa yang Amel lakukan dan itu menyenangkan sekaligus menyegarkan. Bahkan Reihan pun ikut melakukannya.

"Hei lihat!" ujar Reihan seraya menunjuk kearah sebuah rumah diujung sana.

"Itu? Meikarta?" bengong Amel.

Duak

Jitakan kasih sayang mendarat di kepala Amel dengan mulusnya.

"Itu rumah tua oon! ayo kesana mungkin kita bisa bertanya jalan pulang" ujar Rani, mereka pun melangkahkan kaki mereka kearah rumah tersebut.

Tok tok tok

"Permisi." ujar mereka bersamaan.

"Ya?" terdengar sautan dari dalam sana, pintu rumah itu terbuka dan menampilkan seorang pemuda.

"Maaf kak..."

"Aka, nama saya Aka." jawab pemuda itu sebelum Amel bertanya lebih lanjut.

"Maaf kak Aka, apa kakak melihat rombongan camping disekitar sini?" tanya Amel sopan.

Teriakan Sang AlamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang