End

44 31 0
                                    

"Susah banget sih buang sampah ditempatnya doang? Lo maunya apasih? Bumi kita hancur gitu?" Amel mengoceh panjang lebar memarahi Reihan. Reihan yang sudah kebal hanya mendengus malas.

"Yakali gara-gara gua buang satu sampah doang bumi hancur? Ngayal lo!"

Amel menatap sinis "Nanti kalo Alam uda marah, baru tediam lo! Mau lo alam marah? Trus tsunami? Atau gunung meletus?"

"Alam marah? Mana bisa alam marah, kebanyakan nonton film lo! Udah gila ya lo! Yakali alam marah."

Tiba-tiba hujan turun, Amel segera masuk ke tendanya, dan perasaannya mulai tidak enak.

Saat disela-sela hujan, Amel melihat keluar dan dia melihat banyak sampah "Loh, ini kok banyak sampah?"

"Berisik Mel! Masuk sana, ga usah ngurusin kayak beginian?" Reihan mengusir Amel.

"Maksud lo apaan Rei? Ini sampah yang gua kumpulin lo tuang disini kan? Maksud lo apasih ha?! Nanti kalo banjir gimana?!"

"Hello Amelia, ga bakal banjir, santai deh!"

"Lo udah dikasih liat kalo masa depan tuh ancur masih ngeyel juga?!" Amel emosi.

Reihan tersenyum sinis "Ini gua mau buktiin sama lo! Kalo itu cuma mimpi! Dan ya yang bisa marah tuh manusia! Alam ga bisa!" Reihan mengambil parang dan memukuli batang pohon itu.

"Reihan stop!!"

Reihan malah terus menjadi-jadi memukuli batang pohon itu sambil tertawa seperti orang gila.

Jeder...

Petir menyambar, pohon yang dipukuli Reihan seketia tumbang, Reihan terkejut, tubuhnya menegang.
Amel menangis, kakinya bergetar "Lo tau, alam bisa marah! Alam bisa capek! Alam bisa sakit! Dan Ilahi juga bisa marah! Dan sekarang tinggal rasakan saja kemarahannya."

Reihan terdiam, dia terpaku, apa-apaan ini, batin Reihan bertengkar.

***

"Udah Mel, udah, hujan segini engga akan buat kita tenggelam." Rani terus berusaha membuat Amel berhenti menangis. Sedaritadi Amel terus mengatakan kalau mereka akan segera mati.
Apakah Rani harus mengatakan Amel lebay? Yah sepertinya Amel lebay, atau mungkin ini traumanya, ah sudahlah Rani tidak tau itu.

Farel bergegas ketenda Amel setelah mendengar kalau Amel terus menangis dan tidak mau diam.

Farel memeluk Amel erat.
"Ibu..." Amel terus memanggil ibunya, Amel butuh ibu.

Farel tidak tahan lagi, rasa-rasanya dia ingin menangis detik ini juga, tetapi dia harus menahannya, Ayo Rel lo itu lakik! Minum estrajos!

Segala cara sudah dilakukan agar Amel menghentikan tangisnya, tapi sepertinya itu hal yang sulit, buktinya sampai sekarang Amel masih saja menangis.

"Kita akan mati." Lagi, setelah ntah berapa kali Amel mengatakan hal itu, Farel bosan dengan semua ini, Amelnya sudah mulai gila.

"Kita ga bakal mati Amel." Farel menjawab hal yang sama, yang dikatakannya tadi, berusaha mendiamkan Amel itu hal yang sangat sulit. Jika dari kalian ada yang bisa, silahkan hubungi nomor dibawah ini.

"Kita bakalan mati! Kebawa arus! Sama seperti ayah dan ibu!"

Farel menggelengkan kepalanya "engga, cuma hujan gini..." perkataan Farel terpotong oleh sebuah teriakan.

"KITA KENA BANJIR DEH! AYO CEPAT KEMASI BARANG, KITA HARUS KELUAR SEKARANG."

Farel tersentak dan menatap Amel dengan wajah tegang "Aku sudah katakan!" Amel berdiri dari duduknya dan berlari ke arah hujan.

"REIHAN! INI YANG KAU MAU KAN? TERIMAKASIH SUDAH TIDAK MEMPERCAYAIKU! TERIMAKASIH BANYAK! DAN SEKARANG! KALIAN BOLEH MENIKMATI KEMARAHAN SANG ALAM! TERIAKANNYA! TANGISANNYA! INI SEMUA KARNA ULAH KALIAN YANG MEMBUAT DIA JENUH!"

Selesai mengatakan itu ntah darimana asalnya sebuah banjir bandang besar menghantam perkemahan Amel, tidak terisa satupun, semua tersapu bersih, bersih dimakan air.

Tamat...

***

Amel tersenyum menatap hasil karyanya, yah kurasa tidak bagus, tapi boleh dicoba, doa saja menang.

Amel dengan kursi rodanya, laptop, dan beberapa kertas berceceran.

"Amel ya Allah, ini kamar atau hutan?! Beserak amat!" Seorang laki-laki terkejut melihat seisi kamar saudranya ini, padahal dia seorang perempuan.

"Nanti kubersihkan, sekarang bantu aku berbaring, aku sangat lelah."

Farel membantu Amel untuk berbaring.

Amel dengan dua kakinya yang lumpuh. Yang selalu bertanya "kenapa penyesalan selalu datang diakhir" kalo dipertama bukan penyesalan namanya tapi prolog.
Dan jika diakhir namanya epilog.

----
Ketika akhir zaman bergilir
Tak sempat bibir berdzikir..
Tak ada waktu untuk berpikir..
Sudah saatnya dunia berakhir..

Inikah akhir kehidupan?
Sudah saatnya kah kembali pada Tuhan?
Bahkan amalan ku masih kurang..
Namun tujuan sangkakala sudah datang..

Tuhan, izinkan aku bertaubat ..
Mudahkan bibirku mengucap sholawat
Bukan hanya kata taubat.
-----

Aku Amel, kehilangan kedua orangtuaku saat banjir besar datang menghantam kotaku. Aku suka menulis, membaca dan yap membuang sampah sembarangan. Ayolah aku tak sebaik didalam cerita.

Cerita itu penyesalanku, ayahku, ibuku dan kakakku Anisa hilang dibanyaknya air, hilang ditelan air. Anisa satu-satunya orang yang memanggilku Liana. Aku sangat sayang dengannya.

Rani, sahabatku yang sangat kusayang, kurasa sekarang dia juga sudah bahagia bersama Tuhannya.

Reihan, dia seorang cowok yang suka denganku, tapi kutolak mentah-mentah, aku buat dia berperan antagonis karna dia hampir jadi mantan? Oh tidak, aku beri dia peran seperti itu karna dia memang seperti itu.

Baiklah aku senang bercerita dengan kalian, aku bercita-cita menjadi ilmuan, aku ingin menjadi penemu, aku ingin menemukan obat penumbuh rambut untuk profesor wahahah.

Baiklah sampai disini saja
Hai! Ini aku Amelia Ratu Berliana!
Ini kisahku!
Ini hidupku!
Dan kumohon, ambil kisahku sebagai contoh, jagalah alam!

Jangan menunggu orang lain!
Ambil tindakanmu duluan.

Jagalah Alam seperti kau menjaga pacar...

------------TAMAT----------

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 01, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Teriakan Sang AlamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang