Kecipak air di balik kamar mandi membuat pikiranku semakin menggila. Kugenggamkan tangan untuk mengetuk pintu itu. Tapi, kuturunkan kembali. Keraguan menerpaku. Bagaimana pun Laura adalah sekretarisku. Bagaimana reputasiku jika aku ... ah, sudahlah.
Aku berbalik menjauhi pintu. Tapi, detik berikutnya pintu kamar mandi terkuak.
"Abang ngapain?" tanya Laura lembut.
Bukankah wanita mandinya lama? Kok bisa secepat itu ia selesai. Kubalikkan badan dan membelalak. Aku tak percaya dengan apa yang kulihat. Laura tanpa sehelai kain pun berdiri di sana dengan sekujur tubuh basah.
Kuteguk saliva menahan ereksi yang mulai berontak. Darah mudaku berdesir dan jantungku berpacu kencang melihatnya begitu menantang nafsuku.
"Mau mandi?" tanyanya santai. "Sini, Bang." Ia menarik lenganku begitu saja.
Begitu pintu kamar mandi tertutup di belakangku, tangan mungil Laura dengan tangkas melepas kemejaku. Ia sungguh berani mengecup buah jakunku. Bibirnya terus menelusuri dada dan perutku. "Abang punya sixpack," gumamnya.
Tangannya bermain-main di bagian depan celanaku. Mengelus ereksiku membuatku semakin terbuai. Sedikit pun aku tak kuasa menolak permainannya.
Sambil terus mengecup perut bawahku, tangannya membuka ikat pinggangku dan membuka resleting. Ereksiku pun keluar dengan bebas di depan mulutnya.
"Wow! Besar sekali, Bang," pujinya. Bibir mungilnya pun mulai mengulum bagian tersensitifku.
Tak ada yang bisa kulakukan selain sesekali mendesah seiring keluar masuknya ereksiku di mulutnya. Ia pandai sekali melakukan lolypop, bahkan sesekali dilumatnya buah zakarku membuatku menggelinjang ngilu. Sesuatu yang tak pernah diberikan oleh Gladis padaku.
Laura tersenyum ke arahku sambil menjilati kepala kemaluanku. Aku tak bisa membalasnya karena aku tengah berjuang keras untuk tidak ejakulasi.
Aku bertekad akan membalas gadis ini. Kuangkat tubuhnya membuatnya berdiri. Lalu, kulumat buah dadanya membuatnya melenguh penuh kenikmatan. Jari-jariku mulai bermain di klitorisnya.
"Aaah ...! Abang ...," desahnya sambil mencengkram rambutku lembut.
Kuciumi bagian perutnya dengan lidahku, membuatnya menggelinjang. "Uuuhhh ...!"
Kuangkat sebelah kakinya ke bahuku dan kubuka klitorisnya yang penuh lendir. Di sana kulumat dirinya hingga cairan berbau khas itu menyeruak. Kumasukkan jari tengahku ke lubangnya sambil terus melumat klitorisnya.
Sementara tangan Laura terus saja menjambak rambutku. "Uuuggghhhh ...! Abang ...!"
Aku terus saja menghujam lubangnya dengan jari dan memberinya isapan-isapan kasar dengan sedikit gigitan di klitorisnya.
"Bang ... fuck me please!" pintanya membuatku menghentikan pembalasan dendamku.
Kuberi ia senyuman nakal sembari bangkit. Dengan nafsu membuncah kukulum bibir mungil yang nakal itu.
Laura yang jauh lebih pendek dariku terpaksa menjinjit untuk terus menikmati ciuman bibirku. Ia menjinjit di atas kakiku.
Ereksiku menggesek perut langsingnya. Seolah mengerti dengan kemauan ereksiku, Laura membelainya lembut dengan tangan basahnya.
Ia melepaskan ciumanku dan menungging ke arahku dengan tangan ke dinding kamar mandi. "Ayolah, Bang," desahnya memperlihatkan bagian belakang vaginanya.
Perlahan kudekatkan kepala ereksiku ke liangnya. Ternyata muara liangnya terasa kesat dan mencengkram. Kulesakkan perlahan ereksiku yang terasa begitu ketat di dalamnya.
"Aaawww ...!" desah Laura.
Aku mulai mempercepat gerakan maju mundur menghujamnya. Kucengkram pinggulnya untuk memudahkanku memaju-mundurkan punyaku. Sungguh ketat dan mengisap.
"Aaah ...!" desahku.
Tangan Laura dengan nakal mencengkram bahuku dengan posisi membelakangiku. Ia mendongak untuk mendapatkan bibirku. Sambil terus mendesah menikmati gerakanku, ia melumat dan menjilat bibirku.
Kuberi ia penetrasi tambahan dengan menggenggam erat buah dada mungilnya. Laura semakin menggelinjang ia membuka kakinya semakin lebar memudahkanku memasukkan punyaku semakin cepat.
"Bang, aku mau keluar," bisiknya.
"Keluarkanlah," balasku.
"Bareng yuk, Bang," desahnya lagi.
Aku yang sejak tadi menahan, mengangguk perlahan.
"Bang, come to me, aaarrrggghhh ...!"
"Uuuggghhh ...!"
Aku tanpa sengaja mengeluarkan punyaku di dalamnya, karena Laura mengunci kedua kakiku dengan melilitkan kakinya di sana sambil bergelayutan di leherku.
=>♡<=
Sinar mentari pagi yang menerpaku, membuatku memicingkan mata. Aku melihat siluet seorang gadis di balik jendela yang penuh cahaya. Tapi, rasa lelah membuatku menutup kepala dengan selimut.
Kehebatan Laura semalam membuatku tak berdaya di pagi hari. Tak kurang dari lima kali aku harus mengalami ejakulasi. Percintaan yang sungguh luar biasa.
Ia terus-terusan mengajakku mengulang dengan berbagai gaya semalam. Aku hanya diberinya waktu untuk makan masakannya. Masakan yang tidak terlalu enak sebenarnya, hanya karena aku butuh tenaga maka kulahap saja semuanya.
Usai berulang-ulang bercinta, aku ingin memejamkan mata. Lagi-lagi Laura menggodaku dengan terus menciumiku.
Rasanya baru saja aku terlelap dan sekarang sudah pagi saja. Aku kembal bergelung dalam selimut.
"Abang Sayang, sudah pagi," ujar Laura lembut. Kurasa ia duduk di sisi tubuhku.
Gadis nakal itu sekonyong-konyong masuk ke dalam selimutku, memelukku dari belakang, dan mulai menciumi telingaku.
"Aku enggak ngantor hari ini, Laura," ujarku dengan suara serak.
"Abang lupa ya, hari ini kan ada meeting dengan klien dari Singapura," Laura mengingatkan.
"Aaarrrggghhh ...!" keluhku seraya berbalik dan membuka selimut. Kulihat Laura tersenyum manis dengan tangan melingkar di leherku. "Bisa di-cancel enggak?"
"Enggak bisa, soalnya Abang udah dua kali meng-cancel pertemuan dengan mereka," bujuk Laura.
"Lututku lemas, ini semua karena kamu," kataku menyentil hidungnya.
"Abang yang membuatku mabuk kepayang," bisiknya. Bibirnya mulai bermain di telinga dan leherku.
"Jangan mulai lagi dong," kilahku seraya mendorongnya dengan lembut.
"Mau ML lagi atau ngantor, Bang?" tantangnya.
Mau tak mau aku bangkit meninggalkannya yang tersenyum jahil di balik selimut. "Aku enggak mau impoten gara-gara kamu."
"Bang, ikut mandi ...!" seru Laura.
"Enggak mau," tolakku seraya menutup kamar mandi yang ada di kamarku.
"Bang, ayolah," rengeknya di balik pintu.
"Enggak, Laura," jawabku.
Suara dobrakan pintu kamar membuatku mematung dengan sikat gigi di mulut.
"LAURA! NGAPAIN LO DI KAMAR PACAR GUE?"[]
Mack, 30 September 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Touch My Heart: Ketika Cinta Datang Terlambat
Romance"Di sini, Bang?" "Ya, di situ," jawabku menahan deru napas. "Teruslah, Manis ... ya di situ."