"LAURA! NGAPAIN LO DI KAMAR PACAR GUE?" Itu suara Gladis.
Tanpa pikir panjang aku keluar kamar mandi. Meski tak mengenakan apa pun.
"M-mas ... L-Leo, kamu sama dia ...." Gladis menutup mulutnya dengan mata membelalak.
Kutarik lengan Gladis hingga ia jatuh di pelukanku. "Maaf."
Gladis terisak di pundakku. Aku bisa merasakan rasa kehancuran yang dirasakannya.
"Laura, tolong tinggalkan kami," ujarku.
Laura pun berlalu ke luar kamar. Sempat kulihat sorot kecewa di matanya.
"Sayang, maafkan aku," bisikku. "Aku yang salah."
"Kamu tega, Mas!" Gladis memukul-mukul punggungku.
"Maaf." Kuurai dekapanku dan kutangkup wajahnya.
Wajah itu memerah menahan amarah, matanya sembab, dan rambutnya acak-acakan karenaku.
Kukecup bibirnya yang basah karena air mata. Gladis sempat ingin mengelak. Tapi, kedua tanganku memaksanya untuk tetap menerima bibirku.
Kusesap bibir tipisnya yang selama ini gencar memarahiku. Kulesakkan lidahku memasuki rongga mulutnya. Ia pun mulai menikmati ciuman yang kusuguhkan.
Kutelusuri bagian dadanya dengan tangan kiri. Dua benda kenyal yang kurindukan itu ada di sana. Tanpa aba-aba kutarik kemejanya hingga dada penuhnya menyembul memintaku untuk mencicipinya.
Kujilati putingnya dan kuisap dengan sedikit gigitan di bagian terkenyalnya. Gladis mulai menikmati permainanku. Ia melenguh dan mencengkram leherku.
Tanpa kusadari ereksiku mulai bereaksi. Gladis yang sudah terbiasa dengan permainanku menggapai kepala ereksiku. Tangannya memutir bagian kepala ereksiku. Membuatku semakin gencar mempermainkan buah dadanya.
Kubuka kemejanya secara penuh menampilkan tubuh seksi Gladis. Kulepaskan bra merah itu membuat dua benda kenyalnya terkulai lemas menggodaku.
Segera kubenamkan wajahku di antara dua benda kenyalnya itu. Gladis seketika melupakan amarahnya. Ia mulai meremas-remas rambutku.
Kuangkat tubuhnya dengan kedua kaki mengangkangi pinggangku. Membuat ereksiku merasakan gesekan di celana dalamnya.
Perlahan kuturunkan Gladis di atas ranjang sambil terus kucumbu leher dan dadanya. Aku sadar akan tenagaku yang telah dikuras Laura semalam, maka kuberi dia oral seks di sekujur tubuhnya.
"Leo, hentikan!" bentak Gladis. "Uuuh ...!"
Aku terus melumat bagian-bagian sensitifnya. Kusingkap rok selututnya dan kutarik celana dalam tipis yang dikenakannya. Di baliknya tersaji pemandangan yang membuat ereksiku kembali bereaksi. Ada bulu-bulu lebat membingkai liangnya.
Kembali kuserang liang kenikmatannya dengan jilatan dan sedikit gigitan.
"Hentikan," pinta Gladis. "Aaawwwsss ... uuuggghhh ... aaahhh ...."
Aku tahu ia tidak menginginkanku. Tapi, tubuhnya sungguh membutuhkanku.
Gladis menggeliat di atas ranjang tak kuasa menolak nikmat yang kuberikan. "Aaaggghhh ...!" Ia mengejang dan cairan bening dan asin mengalir di liangnya yang segera kusambut dengan jilatan-jilatan di muaranya.
Gladis bangkit dan mendorongku kasar ke lantai. Kupikir ia akan menghentikan permainanku. Ternyata aku salah ia justru menyerang balik diriku yang setengah telentang di lantai. Ia mengulum-ngulum ereksiku dengan genggaman tangan lembutnya membuat ereksiku kian mengeras.
Kugelung rambut panjang Gladis memudahkannya melakukan penetrasi.
Namun, Gladis yang sudah terlihat kelewat bernafsu berdiri mengangkangiku dan segera melepaskan rok serta kemejanya. Kusambut paha dan selangkangannya dengan jilatan-jilatan lembut membuatnya kembali mengerang.
Gladis meletakkan kedua lututnya di sisi tubuhku. Bulu-bulu lebatnya menggesek-gesek ereksiku, ada sentuhan lembut dari bulu-bulunya dan rasa basah dari liang kenikmatannya.
Tangan Gladis melingkari leherku. Kusambut ia dengan dekapan di pinggang dan kujilati kedua putingnya bergantian.
Saat Gladis mulai melumat ereksiku ke dalamnya, saat itulah Laura muncul. Ia masih bugil dan tengah mempermainkan klitorisnya sendiri, duduk di atas ranjang menyaksikan permainanku dan Gladis.
Gladis menaik-turunkan pinggulnya membuatku merasa diisap-isap di dalam liangnya yang terasa hangat. Ia mengacuhkan Laura dan terus saja menggoyangkan pinggulnya semakin cepat menghasilkan bunyi plop! Plop! Plop! Pelan.
"Uuuggghhh ...," erang Gladis.
"Aaawwwsss ...," balasku. "Lagi, Sayang ... uuuggghhh ... aaahhh ...."
Gladis mencengkram kedua bahuku dan mempercepat gerakan pinggulnya. "Aaakkkhhh ... I am coming!"
Gerakannya semakin cepat membuatku nyaris ejakulasi. Tapi, tepat saat aku hampir berada di titik itu ia menghentikannya dan kurasakan cairan hangat membasahi ereksiku.
"Aaaggghhh ...!" lenguh Gladis, kepalanya terkulai di bahuku.
Sementara Laura mengocok kemaluannya dengan jarinya sendiri ia tampak menikmati penampilan Gladis di atasku barusan.
"Mau lagi?" tawarku.
Gladis menggeleng. Ah, ia selalu tak peduli dengan ejakulasiku yang tertunda. "Laura," panggilnya.
"Ya?" Laura tercengang. Tapi, tangannya masih keluar-masuk di liangnya dengan mata tertuju ke arah ereksiku yang masih terpendam di dalam Gladis.
"Tolong buat Leo selesai," pinta Gladis. Permintaan yang mengagetkanku. Ia mencabut ereksiku darinya dan duduk di belakangku. "Tiduranlah di sini." Ia menepuk pahanya yang diselonjorkan.
Aku menurut saja, tangan kiriku mempermainkan puting Gladis. Sementara ereksiku sudah di dalam mulut Laura. Kuminta Gladis melumat bibirku.
Aku pun mendapat kenikmatan ganda saat lidahku dengan leluasa mencicipi bibir dan mulut Gladis. Sementara ereksiku sudah berpindah ke dalam liang sempit Laura. Liangnya jauh lebih sempit dari Gladis.
Ia menirukan gerakan Gladis tadi. Tapi, meski lebih pelan membuatku buah zakarku nyaris meledakkan air mani karena isapannya. Kutahan keinginan ejakulasiku agar Laura mencapai puncaknya terlebih dahulu.
"Eeemmmhhh ... aaaggghhh ...," desis Laura. Maniknya tenggelam dalam kelopak, ia seakan menikmati setiap inci ereksiku.
Aku masih mengulum bibir Gladis sambil sesekali melirik Laura di bagian bawah tubuhku dan mempermainkan puting Gladis.
Gladis melepaskan ciumanku. "Hentikan," ujarnya. Membuat Laura diam mematung.
"Mari kita lakukan doggie style," ajaknya seraya bangkit dan menungging di pinggiran ranjang. "Sini kamu, Laura."
Laura pun melakukan gerakan yang sama.
"Leo, ayo puaskan kami," pinta Gladis.
Kupilih liang Gladis terlebih dahulu meski aku sangat menginginkan liang Laura. Tapi, jari tengah tangan kiriku bermain di dalam Laura yang bersisian dengan Gladis.
Rupanya Gladis sudah terlalu bernafsu, hingga baru beberapa hentakan aku merasakan orgasmenya kembali. Cairannya bahkan mengenai pahaku. Gladis terkulai lemas di atas ranjang dengan posisi tiarap. "Aaarrrggghhh ...! Selesaikan pada Laura saja."
Dengan senang hati kupindahkan ereksiku ke dalam Laura. Posisinya yang menungging semakin mempersempit liangnya dan mempererat cengkraman di dalamnya. Membuatku kembali ingin meledak seketika.
Beruntung Laura tampak akan orgasme. "Aaakkkhhh ... Bang, aku mau keluar ... uuuggghhh ... aaaggghhh ...!"
Aku mempercepat gerakan maju-mundurku di belakangnya. "Aaaggghhh ...," erangku.
Begitu kurasakan Laura mengejang dan cairannya membasahiku, saat itulah kulepaskan milikku di dalamnya lagi-lagi tanpa sengaja. Saat aku tuntas, kucabut ereksiku darinya, air mani meleleh dari liang Laura. Kuharap aku tidak membuahi rahimnya. []
Mack, 30 Oktober 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Touch My Heart: Ketika Cinta Datang Terlambat
Romance"Di sini, Bang?" "Ya, di situ," jawabku menahan deru napas. "Teruslah, Manis ... ya di situ."