Udara dingin di pagi buta membangunkan ereksiku secara alami. Aku bergerak gelisah dengan mata masih terpejam. Tapi, sepasang daging kenyal hangat di sisi kanan tubuhku, mengingatkanku bahwa ada seorang wanita yang mengalungkan lengannya di pinggangku.
Aku memicing. Rambut pirang haluslah yang pertama kudapati tengah lelap di bahuku. Kusibakkan rambut-rambut halus yang menutupi wajah mungilnya. Kukecup keningnya dengan penuh sayang.
Aku ingin membujuknya bercinta, untuk menuntaskan hasrat alamiku di pagi hari. Tapi, kurasa tenagaku belum pulih sempurna.
Kuputuskan untuk memegang ereksiku dengan tangan kiri dan bokong wanita mungil ini dengan tangan satunya. Tengah asyik aku mengelus bokongnya, si pemilik bokong pun terbangun dan mendapati perbuatan kurang ajarku.
Ia tersenyum. Tangannya menggantikan tangan kiriku. Jemari halus itu dengan lihai memainkan bijiku. Aku mulai terbuai dan semakin mengeras.
Kutelusuri lubang rahimnya dengan jari tengah tangan kananku. Ia pun melentikkan bokongnya, memudahkanku menemukan liang itu dengan satu tangan. Liang hangatnya pun telah basah. Rupanya ia sudah birahi.
Ia menggelinjang menyodorkan liangnya padaku. Sementara tangannya terus mempermainkan ereksiku.
"Laura," bisikku.
"Ssshhh ... ya, Bang?"
"Abang kayaknya belum kuat nih," bisikku lagi.
"Biar Laura aja, ssshhh ..., Bang," katanya. Ia pun melepaskan dirinya dariku.
Kupikir ia mengerti bahwa ereksiku belum bisa diajak bercinta lagi. Tapi, ia justru menyodorkan liangnya di depan wajahku. Sementara mulutnya mengulum-ngulum kemaluanku.
Aku melenguh penuh kenikmatan. Ditambah lagi pemandangan liang sempit di depan mata yang tampak kembang kempis teramat menggairahkan. Kubalas ia dengan menjilati liang dan klitorisnya secara turun naik. Kuberi isapan-isapan kasar pada klitorisnya.
"Ssshhh ... aaah ... Abang ...," desah Laura, ia menyodorkan liangnya semakin dekat ke wajahku.
Kujulurkan lidah memasuki liangnya. Membuatnya sontak mengisap bijiku dengan kuat. Kudorong keluar-masuk lidahku di liangnya, sementara jemariku mempermainkan klitoris Laura.
Laura memaju mundurkan pinggulnya. Membuat tanganku yang lain gemas ingin meremas bokong kenyalnya.
Liangnya tampak ingin menumpahkan orgasme saat ia bangkit dan menciumi bibirku. Sementara liangnya digesek-gesekkan di batangku.
Kurasakan cairan hangat membasahi batangku.
"Aku enggak mau mengotori wajah tampanmu, ssshhh ..., Bang," bisik Laura. Lidahnya menelusuri bibir dan daguku.
Kuangkat tubuh mungilnya agar bisa menikmati dua benda suburnya. Membuat niatnya memasukkan ereksiku ke liangnya tertunda. Liangnya terpaksa ia gesek-gesekkan di perutku saat aku mempermainkan putingnya.
Tangannya meremas rambut belakangku saat kuberi ia isapan kasar pada benda kenyalnya. Benda hangat itu terus kuberi ciuman dan gigitan lembut.
"Ssshhh ... aaahhh ...," desis Laura. "Bang, aku enggak pernah merasakan nikmat bercinta senikmat bersama kamu."
"Oh ya?" balasku.
"Anumu gede, Bang," lanjutnya. "Kumasukin, ya," pintanya.
Kurasa perutku sudah basah olehnya, maka kuiyakan saja permintaannya.
Kepala ereksiku perlahan melesak ke liang sempitnya. Liang yang benar-benar gila, ia mengisapku begitu saja. Sulit dipercaya, bahwa ada ereksi-ereksi lain yang telah menikmatinya.
Namun, kepandaian Laura dalam memasukkanku ke dalamnya sudah tidak diragukan lagi pengalamannya. Ia memaju mundurkan pinggulnya perlahan-lahan hingga ereksiku melesak sempurna ke dalamnya. Barulah ia memompaku dengan kecepatan teratur yang semakin lama semakin cepat.
"Ssshhh ... uuuhhh ... aaahhh ...," lenguh Laura.
Aku pun tidak kuasa lagi untuk menahan desah kenikmatan. Ereksiku sungguh termanjakan dengan adanya Laura.
Tangan kanannya meremas dada bidangku. Sementara tangan yang lain di pahaku. "Aaahhh ... gede, Bang. Vaginaku keenakan nih, ssshhh ...."
Ini yang kusuka dari Laura. Ia meracau dan berkata kotor membangkitkan gairah kala bercinta. Berbeda jauh dengan Laura yang selama ini kukenal di kantor.
"Ra, aku mau keluar," ujarku.
Namun, Laura terus saja memompaku tiada ampun. "Keluar di dalam lebih enak loh, Bang."
"Jangan!" seruku. Aku terpaksa mendorongnya sedikit kasar agar mencabut punyaku darinya. "Maaf," ujarku saat pejuhku nyaris membasahi liangnya.
Laura tampak tidak puas, ia duduk dengan mengocok liangnya sendiri dengan tangan. Maka sebagai gantinya, kurenggut tangannya, dan kugantikan dengan dua jariku mengocok liangnya. Sambil kulumat bibir rahim dan klitorisnya.
"Aaahhh ... Abang," desah Laura mencengkeram rambut belakangku.
Saat kulepaskan jariku darinya, saat itulah Laura squirting. "Aaawwwsss ...!"
Ia tersipu malu saat mendapatiku menatapnya yang melenguh penuh nikmat.
Baru kusadari kami bermandi keringat. Aroma Laura sungguh memabukkan. Membuatku kembali menelusuri leher dan dagunya dengan ciuman. "Makasih, ya," bisikku di telinganya.
"Sama-sama," balasnya.
=>♡<=
"Bang, hari ini kamu harus meeting sama klien dari Australia," ujar Laura membangunkanku.
"Heeemmm ...," jawabku malas.
Laura menarik selimutku. "Ayolah, Bang," bujuknya lembut. Tangannya memutar-mutar ereksiku yang tengah tidur tenang. Sementara bibirnya menghujamiku dengan ciuman. "Aku sudah membatalkan pertemuan ini kemarin, aku bilang pada mereka kalau kamu flu dan perlu istirahat."
Mau tidak mau aku pun bangkit. Daripada nanti ereksiku minta liangnya lagi yang berakibat pada lemah syahwat kebanyakan bercinta.
Laura tersenyum penuh kemenangan. Kulihat ia tampak anggun dibalut kemeja putihku yang dijadikannya daster. "Mau kutemani mandi, Bang?"
"Enggak usah, makasih," tolakku.
Jawaban yang membuat Laura tertawa renyah. "Kubuatkan sarapan ya, Bang."[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Touch My Heart: Ketika Cinta Datang Terlambat
Romansa"Di sini, Bang?" "Ya, di situ," jawabku menahan deru napas. "Teruslah, Manis ... ya di situ."