Amuro menenggak segelas bourbon, salah satu jenis wiski asal Amerika.
"Satu gelas lagi." Kata Amuro kepada pemilik bar.
"Amuro, ini sudah gelas ke lima. Pulanglah." Kata Bartender di sana.
"Armin, tuangkan saja." Amuro menggebrak meja.
"Kamu sudah mabuk Amuro." Armin menggelengkan kepalanya.
"Armin!." Amuro memainkan gelasnya.
Armin sang Bartender menatap Amuro.
"Ya. Ya. Aku akan pulang." Kata Amuro sambil menjinjing jas nya, dia keluar dari bar itu.
Di kantor pusat 'as'.
Akai melihat papan besar. (Semacam 'mading' di sekolah namun dengan skala lebih besar). Papan itu tertera permintaan para klien dan hadiah yang akan di terima.
"Akai, kamu kan agen kelas atas. Masih saja melihat papan ini." Kata salah satu rekan Akai.
"Ya. Aku hanya ingin hiburan sebentar."
Amuro datang ke kantor dalam keadaan setengah sadar. Bau alkohol sangat terasa di tubuhnya.
"Hahaha... Hallo teman-teman." Amuro tertawa sambil terus berjalan. Sampai dia berpapasan dengan Akai.
Mata mereka saling memandang lalu Amuro jalan melewati nya begitu saja.
"Bourbon." Gumam Akai. "Dia selalu minum itu." Pikir Akai.
"Apa yang kamu bicarakan?." Tanya rekan Akai.
Akai menggelengkan kepalany. "Aku akan ambil ini." Akai mengambil selembar kertas itu lalu pergi ke ruang sekretariat.
Akai pria berumur 30 tahun itu terlihat kharismatik, pakaian serba hitam memberi kesan misterius.
"Akai kamu bercanda? Ini misi kelas D. Apa kamu mau mengambilnya?." Tanya Kir, seorang wanita yang bekerja sebagai administrator di agen itu.
"Ayolah Kir, ACC saja." Kata Akai.
Kir melihat keluar jendela. "Tuh, Amuro membuat ulah lagi. Apa kamu tidak mau membantunya?."
"Itu bukan urusan ku."
"Akai jangan sinis begitu. Dia kan sahabatmu."
"Itu dulu. Ayolah Kir ACC punyaku." Pinta Akai.
"Tidak Akai. Daripada mengerjakan pekerjaaan kelas D, bagaimana jika kamu melakukan pekerjaan kelas A. Biar kamu naik tingkat ke kelas S. Aku tahu kamu punya potensi Akai!."
"Kir, kamu hanya perlu ACC ini." Akai ngotot.
"Kamu di panggil ke ruang bos. Sana pergi." Kata Kir.
Akai geram lalu dia meninggalkan kertas itu di meja Kir.
Kir, seorang administrator. Sebenarnya pekerjaan ini mudah karena dia hanya perlu memberikan stample tanda setuju di kertas permintaan klien. Namun Kir akan bertindak tegas kepada Akai. Karena dia sering kali mengambil pekerjaan di bawah kelasnya. Kir pun terpaksa meminta bos menindaklanjuti.
"Akai. Berhentilah main-main." Kata seorang pria berbadan tegap. Pria yang di panggil bos itu mengenakan masker untuk menutupi wajahnya. Bos memang misterius. Dia sering kali memakai masker atau topeng saat bertemu dengan bawahannya.
"Aku tidak main-main." Jawab Akai.
"Ini aku ada pekerjaan kelas S untukmu." Bos menyodorkan selembar kertas kepada Akai.
Akai menerimanya namun tidak membacanya, dia berkata. "Aku bukan anggota kelas S."
"Kamu seharusnya sudah berstatus kelas S dari tahun lalu." Bos berdiri menghadap keluar jendela. "Akai terimalah pekerjaan itu."
Akai tidak menanggapi. Dia mengingat peristiwa tahun lalu.
"Akai?."
"Nanti saya pikirkan. Saya permisi." Kata Akai lalu keluar dari ruangan itu.
"Dia masih merasa bersalah rupanya." Gumam Bos. "Akai, Amuro. Kalian adalah anggota yang handal."
Akai mengantungi kertas itu lalu dia pergi keluar markas besar 'as'.
"Misi kelas S ya?." Vermouth salah satu tangan kanan bos mendekati Akai yang hendak memasuki mobilnya.
"Vermouth. Jangan ganggu aku." Kata Akai dia membuka pintu mobilnya.
"BRAK." Vermouth menutup pintu itu lalu berdiri di hadapan Akai. "Kali ini lakukanlah dengan serius." Ancamnya.
Akai menarik tangan Vermouth lalu menariknya. "Pergi sana."
Vermouth menatap kepergian Akai. "Pria itu... Menyebalkan."
Mobil yang di kendarai Akai melaju cepat di jalan raya.
"Satu tahun lalu." Akai menggumamkan hal yang sama. Sepintas dia melihat kejadian satu tahun dalam benaknya. Masih segar dalam ingatannya bagaimana perasaannya waktu itu. Melihat kekasih yang di cintainya tertembak, naas wanita itu tewas di tempat sebelum dapat di larikan ke rumah sakit.
"Aaaaaaaaaa..." Akai menepikan mobilnya. Menundukkan kepala di stir, mengatur nafasnya yang terasa berat. "Akemi..." Air matanya memang tidak menetes lagi, namun rasa sedih mendalam masih terasa di hatinya.
Sementara itu di atap markas 'as'. Amuro berbaring menutup matanya. "Akemi." Gumamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akai Vs Amuro
Random"Tak ada yang tidak mungkin bagi mereka berdua." Begitulah ungkapan dari teman-teman mereka. Ya, bagaimana tidak, Akai dan Amuro bisa di katakan sempurna saat melakukan pekerjaan mereka. Namun sayang sekali, ada masa lalu kelam yang terjadi di antar...