6.

443 30 1
                                    

Bagaikan petir di siang bolong, Akai terkejut mendengar apa yang di ungkapkan Kir.

"Jangan bercanda." Akai tersenyum kecut.

Kir menunduk lalu dia melayangkan pandangannya ke langit-langit. "Seandainya aku bisa jujur dari dulu, mungkin aku tidak akan merasa seperti ini."

Akai melihat Kir, wanita itu berkeringat.

"Andaikan saja tidak ada perintah itu..." Kir gemetar lalu dia memukul meja.

"Hei, kamu kenapa?" Akai memegang lengan Kir. "Badanku dingin sekali." Ia menengok ke meja. "Apa yang kamu minum? Metformin?" 

Kir tersenyum getir. "Asalkan aku bisa menebus kesalahanku." 

"Hei Kir. Kamu minum obat ini?"

Kir mengangguk.

"Obat penurun gula darah. Jika di konsumsi bukan penderita gula darah efeknya akan berbahaya. Bisa menyebabkan kematian. Kamu tahu itu kan?" Akai berteriak lalu dia ke dapur untuk mencari gula. "Setidaknya aku bisa lakukan pertolongan pertama."

Akai menyuapi Kir dengan beberapa sendok gula sampai Ambulans datang.

Di rumah sakit.

Kir dengan cepat di tangani oleh dokter.

"Keadaannya sudah membaik. Apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Dokter.

"Dia salah minum obat Dok." Akai tidak mungkin bilang kalau Kir hendak bunuh diri. 

"Lain kali hati-hati." Dokter pun permisi, membiarkan Akai berdua dengan Kir.

Kir tersadar beberapa saat kemudian.

"Akai?" 

Akai mendekati Kir. "Bodoh. Untuk apa kamu bunuh diri?"

Kir menahan tangisnya. "Habisnya?"

"Kita adalah anak buah. Melakukan apa yang di perintahkan bos adalah tugas kita. Jelas aku kecewa tapi itu sudah terjadi dan tidak bisa memundurkan waktu."

"Maafkan aku Akai."

Akai menghela nafas. "Aku bisa memaafkan mu tapi entah bagaimana dengan adik Akemi."

"Adik?"

"Hm." Akai memperlihatkan selembar foto. "Kamu mungkin tidak tahu, dia adalah Shiho adik Akemi. Aku sedang mencari dia."

Kir melihat foto itu lalu dia berkata. "Dia kan tetangga ku. Dia tinggal di apartemen yang sama denganku."

Akai terkejut mendengar apa yang di katakan Kir. "Apa benar?"

"Ya, pas di sampingku." Kir menjawab pasti.

"Kir, aku harus pergi." Akai mengambil jaket dan foto itu lalu dia bergegas keluar.

Dengan cepat Akai mengendarai mobilnya. Dia baru tersadar saat tiba di apartemen Kir kamar sebelah tiba-tiba menutup pintunya. Merasa bukan hal yang aneh dia tidak melihat dengan jelas siapa yang menutup pintu tersebut.

"Akemi biarkan aku bertemu dengan Shiho." Gumamnya. Setibanya di gedung apartemen Akai melihat motor Amuro melaju di lain arah. "Amuro..." Lalu dia melihat siapa yang sedang di boncengnya. "Shiho?" Tanpa pikir panjang Akai memutar arah lalu dia mengejar Amuro.

Mobil Akai melaju cepat, mendahului beberapa mobil di depannya. Pandangannya tertuju pada motor Amuro.

Amuro sadar telah di ikuti dia pun menggas motornya dengan kecepatan tinggi,  tidak ingin terus di buntuti akhirnya Amuro pun masuk ke gang sempit.

Akai turun dari mobil, dia kesal karena tidak bisa mengejarnya lagi. "Sial."

Beberapa saat yang lalu, saat Akai sedang di rumah sakit.

Shiho mendengar keributan di samping apartemennya. Lalu dia mengintip keluar jendela. "Ada ambulan dan mobil Akai mengikuti ambulans tersebut.

"Ini kesempatanku."  Shiho keluar dari apartemen dengan segera lalu dia hendak turun lewat tangga darurat.

"Hai Shiho..." Amuro berdiri tepat di depan Shiho.

"Siapa?"

"Sepertinya kamu sedang buru-buru. Mau aku antar?" Amuro tersenyum.

"Siapa kamu?" Shiho hendak melindungi diri dengan tasnya.

"Tenang saja. Lebih baik kamu ikut denganku segera. Karena pria itu akan segera sadar dan kembali kemari."

"Kamu kenal dengan dia?"

"Aku bukan saja mengenalnya. Aku membencinya." Amuro setengah berbisik. "Bagaimana kamu mau ikut denganku?"

Shiho tidak punya pilihan dan dia pun mengikuti Amuro.

Tepat seperti dugaan Amuro, Akai kembali ke apartemen dan mengejar mereka.


Akai Vs AmuroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang