chapter 9

9.3K 154 7
                                    

this is the next chapter, go on, see, read, give a comment or vote. thanks a lot of you're reading my story :)

Flash end

Aku melihat temen-temenku satu-persatu. Sorotan mata yang nggak lepas dari wajahku.

“Mbak..”, kata Nona. Suara yang mulai agak sendu membuatku menoleh kea rah Nona.

“Yaa, kenapa Non?”, aku menangkap ada sesuatu di mata Nona. Dan tanpa ku duga, Liya, Nora, Ata, Endi, Fensi memelukku dengan eratnya. Terdengar suara di belakangku. “Mbak’e kalo so nikah jang lupa deng torang waa. Meski mbak’e so mo menetap di jawa iko paitua mar ti mbak tetap pasiar kamari. Nin bole lupa deng torang di sini”, isak Endi.

“Betul ti Endi bilang”, tambah Fensi. Terasa kalo bajuku mulai basah dengan air mata mereka. Aku yang melihat Nona mematung dengan mata yang juga sudah membasah seperti mereka hanya tersenyum yakin.

“Utic nggak a-kan per-nah lu-pa sama kalian kok. Kaliankan sahabatku selamanya”, aku mengelus-ngelus pundak mereka satu persatu. Nona yang tadinya hanya diem sambil menangis sendiri akhirnya tumpah juga tapi bukan meluk aku.

“Yee dasar. Cari kesempatan”, sahut Ata. Liya, Nora, Endi dan Fensi yang melihat Nona meluk Ka Yudi cuman geleng-geleng kepala.

            Kak yudi yang cuman nyengir kuda dengarin cibirannya Ata malah meluk Nona dengan eratnya. Nona yang tahu lansung berusaha lepasin pelukan ayangnya. Muka yang acak-acakan karena habis nangis tambah awut-awutan lagi gara-gara malu dengan gaya pangerannya itu.

            Aku cuman ikut ngakak sama temen-temenku. Bayangin aku yang jadi Nona dan Mas Aryo yang jadi Kak Yudi. Rasanya gimana ya? Pelukan sama orang yang bener-bener saling suka, sayang, dan cinta. Pingin cepet-cepetan rasain deh J tapi harus sabar, belum ‘resmi’ .

            “udah siaaap beluuum??”, tereak Sesil dari luar.

“Tunggguuuuuuu..”, balas balik. Memang nggak sebesar suaranya Sesil suaraku tapi bisa membendung Sesil buat nggak tanya hal yang sama melulu.

            Sekarang jam sudah jam 9 dan kurang setengah jam lagi aku harus berangkat. Memenuhi syarat yang sangat penting dan tidak boleh salah langkah.

“Lama amat sih lu, Tic. Bawa apaan sih?”

“Nggak bawa apa-apa kok. Cuman beres-beres kost-kostan aja sebelum pergi. Biar enak kalo balik udah bersih semua”

“Miss Rib-bet”. Sesil lansung nylonong ninggaling aku yang senyum-senyum sendiri. Bukan gila atau mikirin kata-kata Sesil tapi karena bentar lagi bakal ketemu sama Mas Aryokuu calon suamiku. Bener-bener lain rasanya waktu berangkat ke sana. Nyusul calon suami yang lagi banting tulang cari uang buat modal nikah. Rasanya seneng banget.

            Setelah pulang dari Gorontalo untuk wisuda diplomaku, aku pulang ke Malang untuk siap-siap berangkat ke Yogja. Tempat yang bakalan jadi saksi hidupku untuk beberapa minggu lagi. Memiliki seseorang yang akan menemani hidupku untuk selamanya dan sampai akhir. Rasa yang membuat semua wanita atau pasangan lainnya akan berubah 180 derajat tanpa kurang atau lebih.

            setiap waktu berjalan aku selalu berfikir kenapa aku segitu gampangnya menerima lamarannya yang padahal kalau pacaran aku harus memikirkan hal itu sampai dua minggu. Apa karena aku sudah terpengaruhi oleh papa atau benar-benar nyata dari hati. Sedikit pengorbanan namun hasilnya lansung.

            Dalam hidupku aku hanya sekali rasain rasa cinta yaitu waktu SMP. Selama hampir empat tahun memendam cinta dan sampai akhirnya hilang. Tapi kalau ini lain, rasa nggak rela, nggak nyaman, dan nggak lainnya harus aku ungkapkan, ucapkan, lakukan dan laksanakan agar aku bisa tenang. Dan aku baru tahu kalau aku benar-benar cinta dalam perhatian pertama.

MarryTic : Love is My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang