Chapter 03

190 35 30
                                    

Perasaan tak menentu memenuhi hati Sanghyuk. Bagaimana bisa ia tenang di saat seperti ini: kakaknya terluka cukup parah dan berada dalam situasi yang tidak memungkinkannya untuk meninggalkan ruangan, juga ibunya yang tiba-tiba bertindak aneh, padahal semalam beliau masih memasak makanan kesukaan kedua anaknya? Mendadak saja banyak hal membuat hatinya ragu, apa benar pergi keluar untuk saat ini adalah tindakan yang paling tepat?

"Arhhh ...." Suara erangan bagai binatang buas menggema di telinga Sanghyuk. Membuat pemuda itu mendadak panik dan setengah berjingkat ke arah pintu depan.

Tepat ketika Sanghyuk berhasil melarikan diri dari rumahnya sendiri, pintu di belakangnya berbunyi cukup keras, karena ada yang memukulinya dengan kekuatan penuh. Siapa lagi jika bukan Min Junghee, ibunya.

"Ibu sudah seperti zombie."

Tiba-tiba ucapan Solbi muncul dalam ingatan Sanghyuk. Sekelebat bayangan dan tingkah tak biasa ibunya pun menari-nari dalam pikirannya.

"Zombie ...." Pemuda itu menggumam pelan, sejenak mengingat makhluk mati yang hidup kembali itu, yang keberadaannya hanya ditemukan di buku-buku fiksi serta permainan ber-genre horor dan thriller.

Ia masih ingat, dulu saat masih duduk di bangku sekolah, jauh sebelum kejadian naas, yang membuatnya nyaris kehilangan nyawa terjadi, Solbi menghampirinya dengan tablet menyala. Tampak hologram sesosok makhluk berkulit pucat kehijauan dengan badan bungkuk yang sangat menakutkan baginya, pada saat itu tentunya. Toh hologram hanya menampakkan gambar animasi saja, bukan sosok asli dari makhluk--yang disebut-sebut--undead itu.

Makhluk kehijauan tersebut bernama zombie. Ia ingat betul, ia sampai ditertawakan oleh Solbi karena kesulitan melafalkan namanya. Bahkan pertengkaran sampai terjadi hanya karena masalah sepele seperti itu. Akhirnya, ibunya lah yang berhasil memisahkan keduanya, sebelum membuat rumah dan perabotan hancur.

Ibu ....

Hati Sanghyuk mendadak terasa seperti teriris ketika satu kata tersebut terngiang, ketika ia sibuk dengan masa lalunya sendiri.

"Aku harus segera pergi." Pemuda itu menggumam, kemudian melangkahkan kaki panjangnya ke arah tangga darurat.

Biasanya tak butuh waktu lama untuk turun dari lantai apartemennya berada, lantai enam. Berhubung sambungan listrik terputus secara tiba-tiba, yang juga baru pertama kali terjadi setelah puluhan tahun berlalu, lift gedung pun tak berfungsi, sehingga memaksa Sanghyuk untuk menguras tenaganya demi menuruni ratusan anak tangga.

"Sampai mana aku harus turun?"

Telinga Sanghyuk hanya bisa mendengar hembusan nafas yang cepat, selain suaranya sendiri. Ia sudah kelelahan dan tubuhnya terasa semakin berat ketika sepasang matanya menangkap angka tiga di dinding--masih lantai 3.

Pemuda bermarga Han itu menopang tubuhnya dengan kedua tangan menumpu pada lutut. Setelah menarik nafas dalam-dalam, ia pun kembali melanjutkan langkahnya.

'Demi noona ... dan ibu ....'

Sanghyuk meneriakkan kalimat tersebut dalam batinnya, seolah-olah menyemangati dirinya sendiri yang sudah mencapai batasnya.

Dan terima kasih kepada sebaris kalimat tersebut, ia berhasil mencapai lobi gedung tanpa berniat untuk menyerah, meskipun keringat mengalir dengan deras dari sisi wajahnya.

'Seingatku, ada mini-market dekat sini,' gumam Sanghyuk seraya menolehkan kepalanya ke segala arah, mencari keberadaan tempat yang ia cari.

Setelah menemukannya, dengan hati-hati Sanghyuk kembali menuntun kakinya untuk berjalan ke arah mini-market, yang ternyata berada di samping gang sempit seberang apartemennya. Dari posisi Sanghyuk saat ini, mini-market itu tampak sepi, meskipun sebenarnya setiap harinya memang jarang sekali ada pelanggan yang berniat untuk mampir dan merogoh kocek di sana. Alasannya sederhana, sudah ada toko serba ada di tiap apartemen--di abad ini, semua orang tinggal dalam apartemen, bukan sebuah rumah tunggal yang hanya dihuni oleh satu keluarga.

Steel Minds [VIXX]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang