Hari ini aku menjalani sekolah seperti biasanya. Hidupku terasa normal. Rasanya seperti sudah lama sekali aku tak menjalani hari-hari dengan damai.
Hanya karena kejadian aneh tiga hari belakangan ini. Rasanya mentalku semakin sensitif dengan hal-hal normal.
Ah sudahlah!
Untuk apa lagi aku ingat-ingat sumber segala sumber depresiku?
Si buku Diary terkutuk itu!
Untunglah ia sudah hilang.Pulang sekolah, aku berjalan melewati rute yang berbeda. Jalan yang biasa kulewati ternyata sedang dilakukan perbaikan. Aku terpaksa memutar jalan. Ku lewati sebuah gang yang sempit dan kumuh ini.
DRRRTT.. DRRRTT..
Suara getaran handphone di saku celanaku. Pertanda notifikasi pesan masuk. Kuhentikan langkah kaki dan kuambil handphoneku.
Saat aku sedang membaca pesan yang masuk, tiba-tiba setetes cairan menutupi layar handphoneku.
Aku mematung melihat cairan itu. Cairan berwarna merah.
Detik berikutnya jatuh lagi setetes cairan. Kali ini mengenai pipiku.
Dengan tangan kiri, kuusap cairan yang menetes di pipiku. Sama. Cairan itu juga berwarna merah. Kental dan agak bau anyir.
Suara napasku semakin memberat. Degup jantung semakin kencang memompa. Rasanya ruas-ruas tulang leherku terasa berat untuk bergerak. Untuk mendongakkan kepala ke atas.
Saat kepala ini sudah mendongak, kuarahkan pandangan mata ke atas.
"Aaaah....!!"
Mataku membelalak.
Tak berkedip.
Aku melompat hingga punggungku membentur tembok.
Kakiku serasa lemas tak bertulang.
Membuat tubuhku jatuh merosot ke tanah.Di atas sana. Di antara dua bangunan di celah sempit ini. Tergantung sesuatu.
Manusia!
Sesosok perempuan tengah tergantung di atasku!Tubuhnya yang kaku bergelantungan di atas sana. Lehernya tercekik tali. Matanya melotot diikuti mulutnya yang menganga. Tubuhnya penuh luka sayatan dimana-mana. Darah mengalir hingga ujung tangan dan kakinya.
Aku panik!
Aku takut!
Aku tak sanggup lagi melihat pemandangan ini!Aku langsung berlari ke ujung gang. Kulihat ada seorang bapak-bapak sedang berjalan.
Ku hampiri dan langsung kutarik bahu bapak tersebut. Langkahnya terhenti. Ia menyerengit padaku.
"Pak! Pak! Tolong, Pak!" ujarku penuh rasa panik.
"Eh.. Ada apa, Dek? Kenapa?"
"Tolong, Pak! Itu di gang, Pak. Tolong!"
"Iya-iya tenang dulu. Di gang kenapa, Dek?"
"A-ada.. ada orang gantung diri, Pak!"
Bapak itu pun sontak langsung kaget. Aku langsung menariknya ke dalam gang itu.
"I-itu Pak di atas!" ujarku sambil menunjuk ke atas.
Mataku membelalak lagi.
Aku terdiam mematung.
Genggaman tanganku di lengan bapak itu pun terlepas."Mana, Dek ga ada apa!"
"Sumpah, Pak! Tadi saya liat ada perempuan gantung diri di sini!"
"Ngaco kamu! Mana itu gak ada apa-apa. Anak jaman sekarang kalau becanda suka kurang ajar!" ketus Bapak tersebut dan pergi.
Aku tak punya kekuatan lagi untuk meladeni omelan Bapak tadi. Aku bahkan sudah tidak punya daya untuk meyakinkannya.
Kulihat kembali layar handphoneku. Bersih. Tetesan berwarna merah tadi menghilang. Seperti wanita yang kulihat tergantung di atas gang ini. Hilang.
Kejadian aneh apa lagi ini?
Apa ini hanya ilusiku lagi?
Apa aku sudah gila?
Atau aku sudah dikutuk?
Ini pasti ada hubungannya lagi dengan Diary sialan itu!
Kali ini harus kutemukan buku terkutuk itu.Tanpa salam pada orang-orang rumah, aku pun langsung berlari menuju kamar. Ku bongkar semua perabot kamarku. Kardus-kardus, isi lemari, hingga papan kasurku. Semua ku bongkar demi menemukan Diary itu.
Lagi-lagi tidak ketemu. Aku terduduk lemas di atas papan kasurku. Ku acak-acak rambutku frustasi.
Ah!
Sial! Benar-benar sial!
Kemana buku sialan itu?
Lagi-lagi aku tak bisa menemukannya.Kusapukan pandanganku ke penjuru kamar yang berantakan ini. Kemudian termenung diam ku menatap kedepan. Tatapan kosong memandang meja kayu di depanku.
Sekelibat terputar kilas balik tentang tempat pertama kali kutemukan buku itu. Bayangan kaburku buyar. Tiba-tiba ada sesuatu yang menarik mata ini untuk disoroti. Kolong meja kayu di depanku.
Aku bangkit berdiri menghampiri meja kayu itu. Ku geser meja itu hingga sesuatu mulai terlihat.
Aku terdiam. Tanganku mulai gemetar. Perlahan kuraih benda dari balik meja. Buku bersampul hitam dengan tulisan Diary 1987 kini kembali berada di tanganku.
Kupandangi lekat-lekat buku lusuh itu. Ku genggam erat dengan tangan yang masih gemetar. Ku buka lembar demi lembar hingga sampai pada lembaran terakhir yang kubaca.
Tanganku berhenti.
Kerongkonganku terasa kering.
Rasanya tegukan ludah tak mampu meredakan rasa ini.Takut.
Aku takut untuk membalik halaman selanjutnya.
Bagaimana jika yang tertulis berikutnya adalah pengalaman penulis melihat seorang perempuan gantung diri?Jika benar. Ini bukanlah kebetulan lagi.
Aku sudah benar-benar dikutuk!
Dikutuk oleh buku digenggamanku ini!Apa aku harus hidup menderita terus dengan mengalami kejadian-kejadian aneh ini?
Apa aku akan terus hidup mengikuti alur cerita Diary ini?
Apa aku akan bernasib sama dengan si penulis Diary ini?Pikiran-pikiran itu membuatku kalut. Aku tak sanggup membayangkan masa depanku yang begitu menderita hanya karena sebuah buku.
Tapi biar bagaimana juga ini harus kuhadapi. Aku tak bisa lari. Aku tak bisa sembunyi. Aku juga tak bisa hidup dibawah bayang-bayang buku ini. Keinginan untuk kembali pada hidup normalku juga masih ada. Dalam hati, aku ingin semua ini berakhir.
Rasa percaya diriku mulai timbul. Aku mulai memberanikan pikiranku. Jika ini akan menjadi takdirku, maka akan kulawan takdir itu sampai mati! Hidupku adalah milikku! Aku bukan aktor dalam cerita buku ini!
Dengan penuh pergulatan dalam pikiran, akhirnya kuputuskan untuk lanjut membaca buku Diary itu. Perlahan kubuka lembar berikutnya.
Sobek.
Sebagian kertas itu tersobek.
Tidak ada tulisan yang bisa kubaca pada lembaran yang sobek itu.Rasanya hatiku sedikit mencelos. Tapi rasa resah ini tak bisa reda begitu saja.
Ku lihat ada tulisan lagi dilembar setelah kertas yang tersobek itu. Tertulis tanggal 31 September 1987.
Langsung kuberanikan diri untuk membuka lembar berikutnya. Pada lembar itu tertulis.
31 september 1987
Aku melihat ibuku mati didepanku. Aku melihat seorang pria tinggi tegap memenggal kepalanya dari belakang sampai leher ibuku putus. Aku be-
---Lagi-lagi kertas yang tersobek. Sedikit merinding aku membaca tulisan itu. Namun setelah kata itu, tidak ada lanjutan dari tulisan itu lagi. Entah kertas robekan itu berada dimana aku sudah tidak perduli. Yang pasti, tulisan pada lembar ini benar-benar membebaskan keresahan dan ketakutanku.
Ibuku sudah tidak ada sejak umurku empat tahun. Tidak mungkin orang yang sudah mati akan dibunuh didepanku.
Aku sudah berani memastikan bahwa buku ini tidak memiliki hubungan sama sekali dengan hidupku. Kejadian yang sebelumnya telah kualami dapat kupastikan hanyalah khayalan yang muncul akibat membaca Diary ini. Setelah tak membaca lagi, apa yang kualami hari ini dan apa yang dialami penulis Diary dihari berikutnya tidak sama-sama terjadi.
Hah!
Bodoh sekali aku rasanya mempercayai buku Diary ini. Rasa takut ku beberapa hari terakhir ini sia-sia. Bisa-bisanya kewarasanku terganggu hanya karena hal sepele begini.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIARY 1987
Mystery / Thriller" Jika kamu menemukan Diary seseorang, jangan pernah mencoba untuk membacanya " Sebuah cerita tentang seorang anak yang menemukan Diary tanpa nama di rumah barunya. Hidupnya pun berubah setelah membaca isi Diary tersebut.