"Tapi, Tante.. Ayah gimana? Dia bakal sendirian kalo ga ada Adly," tanyaku masih mencari alasan.
Kulihat air muka Tante Maya berubah. Yang tadinya penuh rasa simpati, kini berubah menjadi penuh rasa dengki.
"Tapi ayahmu juga selalu ninggalin Adly sendirian di rumah kan!" jawab Tante Maya ketus.
Aku terdiam. Tak bisa mengelak, tak bisa membalas lagi. Aku kehabisan kata-kata. Sebuah kalimat pamungkas yang benar-benar membungkam mulutku.
"Ayahmu itu ya, biar kata kerjaan atau apa kek, mana ada orang tua ninggalin anaknya sendirian mulu di rumah? Bahkan sampe kalian pindahan aja, dia masih suka ninggalin kamu! Tante tau memang ini soal kerjaan. Tapi kalian tuh baru pindah loh, Adly itu masih SMA loh, masih anak sekolahan! Belum kenal siapa-siapa, belum biasa sama lingkungan baru. Masa dia tega sih?!" gerutu Tante Maya panjang lebar.
Lagi-lagi aku hanya membalasnya dengan diam. Mendengar setiap kalimat celaan yang ditujukan pada ayahku sendiri.
"Iya emang ada Bi Inah di rumah. Tapi Bi Inah juga punya keluarga sendiri, punya masalahnya sendiri. Bi Inah juga pasti sibuk. Sibuk kerjaannya beberes di rumah baru, sibuk batinnya ninggalin keluarganya merantau jauh-jauh kemari demi ikut kalian. Kalo bukan ayahmu, siapa lagi yang harusnya ngasih ketenangan buat Adly mulai hidup baru di tempat asing buat Adly begini?" ujarnya lagi panjang lebar.
Wajah Tante Maya sudah merah padam. Alisnya berkerut-kerut. Nada bicaranya semakin meninggi. Sepertinya kekesalan dalam hatinya sudah meletup-letup.
Padahal aku hanya mengatakan kalau ayah sekarang sibuk mengurusi pekerjaannya semenjak dimutasi. Tapi aku tak tahu jika Tante Maya sudah mengetahui tentang ayah yang sering meninggalkanku di rumah setelah kami pindah ke sini.
"Bukan Tante mau ngebebanin semua hal ke ayah Adly. Tapi Tante gak suka kalau caranya begini. Selalu begitu. Dari dulu ayahmu itu gak pernah berubah! Kalau Adly jauh-jauh pindah tapi tetep ga ada yang perhatiin, ya mending tinggal sama Tante di Jakarta!" lanjutnya.
Tante Maya pun mengambil iced chocolate-nya dari meja. Ia menyedot dikit demi sedikit minuman itu. Kulihat ekspresi wajahnya mulai melembut. Kerutan di dahinya mulai menghilang.
Ia pun meletakkan kembali minumannya. Kemudian ia mendeham dan memperbaiki posisi duduknya.
Sedari tadi aku terus diam memperhatikannya. Memasang kedua telinga sementara jari-jemari tanganku sibuk bermain satu sama lain.
"Adly, maaf ya, sayang. Tante gak maksud marah-marah di depan Adly," ucapnya pelan.
Sejujurnya, ini bukan kali pertama Tante Maya marah-marah tentang ayah di depanku. Justru yang membuatku semakin penasaran adalah alasan sesungguhnya dari kebencian Tante Maya terhadap ayah. Perkara ayah yang selalu meninggalkanku sendirian di rumah, kurasa hanya secuil alasan saja.
"Adly? Adly?" Panggil Tante Maya memecah lamunanku.
Aku pun memokuskan kembali pandanganku yang sejak tadi mengarah ke Tante Maya.
"Adly merasa gak nyaman ya Tante marah-marah tadi? Maafin Tante ya, sayang. Padahal Tante yang ngajak Adly ketemu, tapi Tante sendiri yang bikin Adly ga nyaman," ujar Tante Maya dengan nada bersalah.
"Eng-enggak Tante. Adly cuma lagi kepikiran sesuatu aja"
"Kepikiran apa? Maaf ya Tante malah nambahin beban pikiran buat Adly. Padahal Adly juga pasti banyak pikiran selama pindah ke sini. Tapi Tante dateng-dateng malah nambah masalah baru buat Adly,"
Kini aku yang mulai merasa bersalah. Tante Maya mulai menyalahkan dirinya.
Sebenarnya aku ingin sekali menanyakan alasan kebencian Tante Maya pada ayahku. Tapi aku merasa tak tega. Tak tega jika harus mendengar amarahnya lagi dan tak tega mendengar kata-kata yang menyalahkan dirinya sendiri lagi.
Aku hanya bisa menelan bulat-bulat rasa penasaranku. Aku juga harus mencari topik baru sebelum terlalu jauh mempermainkan emosi Tante Maya. Tiba-tiba aku teringat kembali tentang ibu.
"Sebenernya dari tadi Adly mikirin soal Ibu, Tante. Semalem Adly mimpiin ibu," jawabku terputus.
Aku tak berani melanjutkan kembali kalimatku. Ingatan tentang mimpi buruk itu memandulkan ucapanku. Aku tak tahu apa lagi yang harus kuucapkan berikutnya.
"Emang Adly mimpi apa tentang ibu?"
Ah. Ini pertanyaan yang paling kutakutkan. Aku tak bisa menjelaskan. Apa lagi menceritakan mimpi yang penuh kengerian itu. Cerita yang keluar dari mulut anak kandung kakaknya sendiri. Cerita tentang matinya sang kakak dengan kepala yang terpenggal. Dan cerita itu didengarkan langsung oleh telinga sang adik.
Aku tak bisa membayangkan bagaimana perasaan Tante Maya mendengarkan cerita ini. Meskipun ini hanyalah mimpi, tapi tetap menyangkut kematian orang yang sama-sama kami sayang.
Tapi, aku punya firasat yang aneh tentang hal ini. Aku merasa sedikit janggal. Setelah kuingat-ingat kembali, aku memang tak punya ingatan tentang kematian ibu. Bagaimana ia pergi meninggalkanku, aku tak ingat.
Sejak dulu orang-orang selalu bilang bahwa ibuku meninggal karena sakit jantung. Namun aku tak pernah punya ingatan tentang ibuku yang terbaring di rumah sakit. Jangankan ingatan tentang ia sakit, ingatan bagaimana ia dikuburkan saja aku tak punya.
Aku hanya pernah ingat bahwa kali pertama aku menemui ibu di rumah barunya itu saat aku umur 5 tahun. Aku ingat saat itu ayah mengatakan bahwa ibu sekarang tinggal di dalam sana. Ia menunjuk gundukan tanah di depan kami. Kejadian berikutnya aku hanya menangis sambil memanggil-manggil namanya.
Tapi, kejadian-kejadian sebelum itu, aku tak ingat. Selama ini aku selalu mengira karena aku masih terlalu kecil untuk mengingat. Tapi hilangnya fragmen ingatan ini semakin membuatku frustasi.
Kematian ibu. Mungkin lebih baik jika aku menanyakan tentang kematian ibu. Kurasa ini waktu yang tepat untuk menanyakan hal ini. Kurasa Tante Maya adalah orang yang tepat untuk kutanyai.
Meskipun dugaankubisa salah. Meskipun hal yang wajar jika aku tak punya ingatan itu. Dan meskipunapa yang dikatakan orang-orang disekitarku adalah kenyataan. Aku ingin buktikansendiri. Aku tak mau hidup dalam kebohongan.
![](https://img.wattpad.com/cover/124154385-288-k141149.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DIARY 1987
Mystery / Thriller" Jika kamu menemukan Diary seseorang, jangan pernah mencoba untuk membacanya " Sebuah cerita tentang seorang anak yang menemukan Diary tanpa nama di rumah barunya. Hidupnya pun berubah setelah membaca isi Diary tersebut.