Film Itu

1.4K 96 17
                                    

"Gue ga nyangka filmnya bakal se-creepy itu!" tukas Tata.

"Iya, ih.. gue pusing ngeliat darah-darahan terus." tambah Lina. 

Dengan jempol dan telunjuk tangan kanannya, Lina memijat-mijat kedua pelipisnya.

"Kan kalian sendiri yang milih filmnya." ujar Rendy santai sambil menyeruput Thai Tea-nya.

"Ya abis gue liat rating-nya bagus! Terus anak-anak di kelas juga udah pada nonton. Gue ga mau denger spoiler!" ujar Tata membela diri.

Dengan ekspresi yang sedikit cemberut, Tata memangku pipi sebelah kirinya dengan tangan di atas meja. Tangan kanannya pun sibuk memotong-motong cheese cake yang sudah setengah habis itu dengan garpu.

"Iya, iya. Tapi emang twist-nya bagus sih. Gue ga nyangka kalo yang ngebunuh ibunya itu bapaknya sendiri!" ujar Rendy meredakan ekspresi cemberut Tata.

"Iya kan! Coba lo bayangin aja. Dia masih kecil ga tau apa-apa udah ditinggal mati sama ibunya. Dan pas udah gede dia baru tau kalo ibunya mati karena dibunuh! Parahnya lagi yang ngebunuh itu bapaknya sendiri loh! Yang tinggal sama dia selama ini!" ujar Tata panjang lebar dengan penuh semangat. Tak lupa garpu di genggamannya ia ayun-ayunkan ke udara.

"Iya ih! Gue juga kaget banget pas adegan itu! Tapi kenapa orang-orang terdekatnya itu ga ngasih tau soal kejadian yang sebenernya itu ya?" tanya Lina.

"Menurut lo aja, Lin. Mereka kan taunya ibunya dibunuh karena kerampokan pas di rumah. Walaupun si om-nya itu nyurigain si bapaknya, dia kan juga ga punya bukti. Terus ngasih tau hal kayak gitu ke bocah 5 tahun gimana jelasinnya coba?" jelas Rendy.

"Iya sih.. gue ngerasa kasihan banget sama si anaknya. Tapi juga ngeri karena diakhir, dia ngebunuh bapaknya sendiri!" ujar Lina.

"Ya tapi anaknya mau dibunuh, Lin! Bapaknya mau ngebunuh lagi coba! Wajar sih kalo kata gue itu bentuk pertahanan diri" timpal Tata masih dengan semangatnya.

"I thought so. Antara dendam dan mertahanin diri, dia milih jalan itu. Kalo menurut lo gimana, Dly?" tanya Rendy tiba-tiba.

Rendy berhasil memecah lamunanku. Sedari tadi aku berusaha mengikuti obrolan mereka. Tapi tiap kalimat yang mereka lontarkan, justru malah menarikku kembali dalam pikiran.

"Iya lo daritadi diem aja! Jangan-jangan lo ga suka ya sama filmnya?" timpal Tata.

"Uh, sorry ya kalo kita milih film yang ga sesuai sama selera lo.." tambah Lina.

"Oh, so-sorry.. Gue daritadi lagi mikirin sesuatu. Gue suka kok sama filmnya. Yang tadi kalian bilang bener, ceritanya menarik.." jawabku seadanya.

"Terus apa yang lo pikirin daritadi?" tanya Tata penasaran.

Detik kemudian aku terdiam. Aku merasa kurang yakin untuk menanyakan hal ini. Tapi pikiran ini sejak tadi sungguh mendistraksi!

Yah.
Mungkin tidak ada salahnya kutanyakan. Toh ini masih berkaitan dengan film yang baru kami tonton.

"Emm.. ini rada diluar konteks sih.. menurut kalian, mungkin ga film tadi itu, kejadian di kehidupan nyata?" tanyaku ragu-ragu.

Mereka terdiam. Menatapku dengan tatapan sedikit aneh. Kulihat Rendy menyerngit. Tata melongo sambil menggigit-gigit garpunya yang bersih. Sementara Lina mengarahkan kepala yang ia pangku dengan kedua tangannya ke arahku.

Beberapa detik berlalu. Mereka masih terdiam memandangiku. Suara percakapan orang lain di meja sebelah kiri dan kanan kami, kini tertangkap indera pendengaranku.

DIARY 1987Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang