Apakah Ini Cinta?

19 0 0
                                    

Ini terlalu cepat disebut cinta, tapi jika hanya sekedar suka mungkin juga tidak. Sebab bersamamu, aku merasakan kembali jantungku berdebar.

                                                                                         "Shana"


"Wah, wah, wah sepertinya hari ini nona Shana senang banget." Terdengar suara mengejek Nesya mengawali langkah Shana ketika memasuki ruangan kelas. Shana melihat ke arahnya, bukannya sedang menatap Shana dia malah sibuk merias kukunya. Anak ini memang benar-benar cuek. Dia hanya akan berbicara jika dia merasa butuh penjelasan akan hal yang belum dia ketahui, itupun tidak dengan wajah "emak-emak kepo". Dia hanya akan bertanya, lantas sibuk dengan kegiatannya yang menurutnya lebih penting. Shana kemudian melangkah menuju mejanya dan duduk di samping Nesya. Mereka memang duduk di meja yang sama dan itu berarti Shana akan menghadapi pertanyaannya sepanjang hari ini.

"Apaan sih Nes? Biasa aja kali." Shana memasang tampang datar berusaha menyembunyikan perasaannya yang sesungguhnya. Really!! Because this is Nesya. Dia akan bertanya secara lengkap dan terperinci hingga dia merasa benar-benar puas setelah segala pertanyaannya sudah terjawab tuntas..tas..tas. Siapapun dari mereka bertiga yang kebetulan sedang sial menghadapi tingkah detektif Nesya, tak akan mampu bersilat lidah. Serius! Tatapan matanya yang sungguh tajam dan mematikan seakan memancarkan racun, membuat mereka tak sanggup berkelit dan yah.. bahkan keringat dingin. Sebut saja mereka berlebihan, tapi itu adalah fakta. Alih-alih dihadapkan di depan sahabat sendiri, mereka malah merasa seperti seseorang yang sedang disidang karena ketahuan kentut sembarangan di saat acara make a wish ulang tahun Nesya. Shana bukan tidak bersyukur memiliki sahabat seperhatian Nesya, tapi kadang-kadang sifat overprotektifnya yang keterlaluan membuat Nesya terlihat lebih garang dari Dyta sang Mama. Oh no! Itu jelas jauh lebih menakutkan.

"Biasa gimana? Itu muka udah kayak kepiting rebus, merah padam. Pake peluk-peluk segala lagi."

Hell! Bagaimana bisa dia tahu bahwa tadi memang Shana memeluk Justin? Shana menelan ludahnya, bahkan kerongkongannya serasa kering. Shana mengedarkan pandangan ke seisi kelas, takut-takut ada kuping gatal yang mendengarnya dan dijadikan santapan siang para biang gosip. Untung saja kelas masih sepi dari makhluk-makhluk ganas sejenis itu, hanya ada Gavin yang sedang duduk di bangkunya sambil membaca buku entah apa. Aman. Sepertinya Gavin juga tidak peduli dengan kehadiran Shana, pasti dia juga tidak ambil pusing dengan pembicaraan mereka. Tapi apa ini? Hati Shana tiba-tiba berdesir hebat ketika mengetahui bahwa Gavin sudah ada di dalam kelas. Shana memandang ke arahnya dengan ragu. Tentu saja yang dipandang tak menyadari tatapannya, sebab Gavin jelas-jelas menutup wajahnya dengan buku di tangannya begitu mengetahui kedatangan Shana. Shana ingin sekali melangkah ke hadapannya dan mengucapkan terimakasih karena sudah bersedia mengantarnya pulang kemarin, tapi Shana menahan langkah kakinya. Bagaimanapun kata-kata Gavin kemarin masih terngiang-ngiang jelas di kepalanya. Setiap perkataannya begitu menohok hati Shana dan membuatnya harus menangis sepanjang malam. Ahk, sudahlah. Mungkin memang Gavin tak pernah mengharapkan Shana kembali dalam hidupnya.

Shana memandang Nesya kembali, tapi tidak terlihat tanda-tanda bahwa dia akan memperhatikan Shana. Nesya masih juga sibuk dengan kegiatan merias kukunya. Shana malah kesal sendiri diperlakukan seperti tahanan begini.

"Elo kok kayak lagi menginterogasi seorang tahanan sih Si?"

"Bukan gitu. Gue cuma gak mau kalau suatu saat nanti loe merasa tersakiti Sha. Gue sayang ama lo. Gue kenal loe bukan baru beberapa bulan, tapi udah hampir dua tahun. Loe belum pernah pacaran dan itu yang buat gue khawatir. Gue khawatir loe ga tahu bedain mana cowok yang benar-benar tulus ama loe dan mana yang cuma manfaatin loe doang." Nesya melunakkan suaranya, dia tahu bagaimana cara menghadapi Shana. Sejak awal memang Nesya yang lebih dekat dengan Shana. Nesya kemudian menghentikan kegiatannya. Dia memegang pundak Shana dan menatapnya dengan penuh kasih sayang. Shana sangat berterimakasih kepada Tuhan, sebab sudah mengirimkan Shana sahabat yang benar-benar perduli.

Never Let Me Go (proses)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang