Jika mencari masalah denganmu bisa membuatku mendengar suaramu lagi, dengan senang hati aku akan melakukannya.
"Shana"
"Shana..........." Oh no. Itu pasti suara Nesya. Shana mempercepat langkahnya, mencoba menghindari si pemilik suara.
"Oh hallo! Shana, Shana....," suaranya semakin dekat dan tiba-tiba saja..
"Mau kemana sih Sha?" Nesya menepuk pundak Shana dan menarik tangannya hingga mereka berdiri berdampingan.
"Mau ke kelaslah. Emang mau kemana lagi neng?"
"Itu muka kenapa cemberut? Loe ga sisiran ya tadi pagi? Jadinya ngefek ke muka," ujar Nesya sambil tertawa terpingkal-pingkal.
"Gila aja gue dibilang ga sisiran. Gue lagi badmood Ne."
"Ne..Ne. Loe pikir nama gue nenek gerondong, dipanggil gitu." Nesya lantas memasang tampang cemberut. Nesya memang tidak pernah mau bila dipanggil Ne ataupun Sya. Alasannya simpel sih. Aku masih ingat ucapannya ketika dia memasang tampang cemberut yang sama karena kami panggil Ne ataupun Sya.
*****
"Gue ga sudi tahu dipanggil Ne begitu?" Dia memasang tampang meringis."Loh kenapa?" tanya Gwen dengan mulut yang penuh keripik pedas buatan ibu kantin.
"Lo pikir aja sendiri! Apa bagusnya coba dipanggil Ne..Ne. Orang bakal mikir kalau ortu gue ga kreatif buat nama semengenaskan itu. Ntar dikira nama gue nenek gerondong lagi."
"Yaudah, maaf deh. Terus loe mau kita manggil Sya gitu?" Ucap Shana sambil menyuapkan bakso ke mulutnya
"Ogah!" Dia kemudian tiba-tiba berteriak yang membuat Shana hampir saja tersedak akibat bakso yang sedang menjelajahi mulutnya. Gila nih anak! Gak bisa apa volume suara diturunin dikit, emang dikira ini lagi di tempat karaoke?
"Gimana sih, tadi Ne gak sudi sekarang Sya juga gak sudi. Terus loe mau dipanggil apa? Inces?" Giliran Mytha yang menjawab.
"Enak aja loe. Inces..inces. Apaan tuh? Emang gue masih anak kecil, lagian kesannya bukan berasa princess entar tapi ences." Sontak saja mereka tertawa terbahak-bahak. Mereka tak memperdulikan tatapan-tatapan miring siswa-siswa di kantin ini. Biarin deh, kantin kan tempat umum. Kalau gak mau terganggu, noh makan di ruang kepsek. Dijamin aman dan tenteram.
"Lah, trus apa? Lama-lama gue cabein juga tuh mulut. Udah bagus juga dipanggil Sya," ucap Gwen dengan kesalnya.
"Kalau loe-loe pada manggil gue dengan panggilan Sya, gue dan Shana bakal bingung siapa yang dipanggil. Secara Shana kan biasa kita panggil dengan Sha. Lagian gak lucu kan, entar ada cowok ganteng yang niatnya mau manggil Shana, gue malah ga tahu malu ngerasa kalau tuh cowok manggil gue dan gue hampirin." Nesya memonyongkan bibirnya yang seksi ke arah Shana. Rasanya saat itu tangan Shana gatal sekali ingin mencubit bibirnya.
"Ckk, yaudah yaudah kalau gitu kita manggil elo Sisi deh. Kali ini loe ga boleh protes, kalau gak ntar gue kalap benar-benar cabein tuh mulut." Mytha yang sedari tadi memilih sibuk mengeksekusi risolnya tiba-tiba angkat bicara, dan omongannya benar-benar pedas kali ini. Nesya yang hendak menjawab memilih menutup mulutnya rapat-rapat daripada entar benar-benar dicabein si Mytha. Shana dan Gwen ikut memilih diam dan mengangguk-anggukkan kepala tanda setuju.
*****"Oi, malah melamun lagi." Nesya menghentak-hentakkan bahu Shana dengan keras.
"Oke fine. Forgive me. Hari ini gue malas berdebat. Kita ke kelas aja yuk," perintah Shana pada Nesya begitu dia tersadar. Nesya pun manggut-manggut dan mengikuti langkah kaki Shana menaiki anak tangga menuju lantai dua tempat kelas mereka berada. Shana sangat hafal ekspresi itu. Itu tandanya dia mengerti duduk persoalan Shana pagi ini tanpa perlu bertanya lebih lanjut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Let Me Go (proses)
Novela JuvenilTakdir memang sulit ditebak. Ia tak pernah sekalipun berpihak padaku. Aku sudah lelah menghadapi setiap penolakan dalam hidupku. Mama, kak Kenzo bahkan Gavin. Tak ada satupun dari mereka yang menggapai uluran tanganku saat aku butuh pegangan. Hany...