-Dua Puluh-

6.6K 405 18
                                    


Pukul sembilan pagi semua orang sudah berkumpul terkecuali Inez. Ia masih sibuk dengan rambutnya yang tertempel permen karet dan sedang berusaha sekuat tenaga untuk melepaskannya.

Husen, Zoya, Rebecca, Megan, Evan, Leon, dan Atha sudah berkumpul di ruang tamu. Seharusnya David sudah duduk di sini, namun sebelum sempat menginjakkan kaki ia terpaksa kembali ke rumahnya untuk mengambil ponselnya yang tertinggal di atas meja belajar.

Mereka duduk berbentuk lingkaran. Di tangan Husen sudah ada papan jalan serta sebuah kertas hvs berisi keperluan yang dibutuhkan.

"Jadi yang namanya David yang mana, ya?" ucap Husen sebagai permulaan. Ini adalah permulaan terburuk yang ia dengar. Untuk apa mencari David?

"Tadi udah ada, Om. Cuma pulang lagi ke rumah, ponselnya ketinggalan," jelas Evan.

"Oh oke," balas Husen sambil menganggukkan kepalanya.

Tak lama Inez datang dengan troli khusus berisi minuman dan banyak camilan. Ia menyusunnya di atas meja lalu duduk bergabung bersama.

"Jadi gimana, Om?" tanya Inez.

"Oh iya. Kita tunggu dulu Gia ya? Masih inget Gia enggak?" sahut Zoya lalu bertanya kepada Rebecca dan Inez.

"Oh, anaknya Om Ferdi? Yang unyu-unyu itu?" sambar Rebecca.

Husen dan Zoya mengangguk kecil. Suara klakson mobil berbunyi dari luar menandakan seseorang datang. Lalu pintu utama terbuka dan seorang remaja tersenyum lebar sambil mengucapkan salam.

Ia memeluk Zoya dengan erat lalu menyalaminya dan Husen. "Udah pada ngumpul Om?"

"Nah, ini Gia. Gia itu Kak Becca. Ini Kak Inez, " kata Husen menunjuk Rebecca dan Inez.

Gia mengangguk lalu menyalaminya secara bergantian. "Langsung mulai aja om."

"Oke, kita bagi tiga kloter."

"Kloter pertama terdiri dari Inez dan Leon. Kloter ke dua terdiri dari Megan, Gia, dan Evan. Kloter ke tiga—" ucapan Zoya terhenti ketika seseorang mengetuk pintu dan Inez membukanya.

David datang dengan wajah cerianya dan senyum manis sangat menggoda. Ia masuk ke dalam dan tanpa ragu langsung mencium punggung tangan kedua orang tua itu.

"Oh ini David ya?" tanya Husen penasaran.

"Oh iya Om. Saya David."

"Pacarnya Rebecca?"

Rebecca menggeleng dengan cepat, "Apaan sih Papa. Kan Becca udah bilang kita cuma teman."

"Orang saya tembak enggak diterima, Om," sambar Leon cepat dan mendapat tatapan heran dari semuanya.

"Jadi anak Om laku keras nih?"

"Astagfirullah, Pa. Becca bukan Avanza, Papa."

Zoya mengangkat alisnya dengan raut kebingungan.

"Udah murah cepet lakunya lagi. Iya kali Becca gitu. Cabe zaman sekarang aja udah mahal, Ma. Bener enggak?"

Zoya mengangguk setuju. Sebelumnya ia memang pernah mengeluhkan harga cabe yang melonjak naik.

"Oke, kloter satu bagian makanan. Kloter dua bagian undangan. Kloter tiga bagian baju. Khusus buat kloter tiga, Iris udah mesan."

Mereka mengangguk paham lalu bergegas melaksanakan perintah.

***

"Tumben amat naik motor?" singgung Rebecca sambil memakai helm.

"Calon Imam yang baik itu adanya di depan. Bukan di samping. Paham?"

ShiverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang