Karena ulah bang Revan, sekarang aku terpaksa pulang dengannya. Sebenarnya aku ingin menolak, tapi jika bang Revan sudah memerintah seperti itu aku tidak akan bisa membantah.
Bayangkan saja pesan dengan nada menyeramkan seperti 'Bilangin sama adek gue, kalo dia sampe pulang sendirian. Dia bakal nanggung akibatnya dirumah'.
Aku jadi bergidik ngeri mengingat pesan yang dikirimkan bang Revan kepada Aldi. Kenapa harus melalui ponsel kakak kelas songong itu kalau lewat ponsel miliku saja bisa.
Bukannya aku takut dengan ancaman itu. Tetapi aku hanya waspada saja jika sampai rumah nanti aku akan disuruh melakukan hal-hal konyol diluar dugaan seperti, berangkat sekolah menggunakan roll rambut, atau bergaya seperti lelaki sambil mengelilingi komplek saat sore hari.
Akhirnya kami mampir ke toko buku sebelum dia mengantarkanku pulang. Sebenarnya aku ke sini bukan untuk membeli buku pelajaran atau buku-buku panduan dan lain sebagainya. Aku kesini hanya ingin membeli novel terbaru yang sudah ada di pasaran seperti di toko buku ini.
Toko buku ini lumayan besar dan luas, buku-bukunya pun komplit. Mulai dari edisi terbaru hingga buku yang sudah susah untuk ditemukan.
Setelah aku selesai memilih buku, aku segera menghampiri Aldi. Sekarang di tanganku sudah ada dua novel yang cukup tebal.
"Lo nggak mau beli?"
"Ngapain gue beli kalo akhir-akhirnya juga dianggurin"
"Yee, biasa aja kali. Main nyolot aja lu"
"Lagian nih ya, dari pada main hp mulu mending lo baca-baca buku. Bermanfaat, bukan cuma ngegame, nonton, atau cuma chat an mulu", imbuhku.
"Sekarang gue tanya, lo baca novel kaya gitu apa faedahnya?"
Kalimatnya sih singkat, tapi pertanyaannya itu lo.....Skak mat tau nggak.
"Yaaa.., faedahnya kita terhibur dan nambah banyak kosa kata lagi", jawabku agak ragu.
"Gue tau. Bukannya terhibur justru malah nangis"
Kalimatnya seakan menyindirku, bagaimana dia bisa tau? memang tidak selalu menangis sih, tapi kan tetep aja nangis.
"Nggak usah kesindir. Cepetan bayar, atau lo nggak bisa bayar?"
"Siapa bilang gue nggak isa ba-yar", ucapku terputus saat aku merogoh tasku tidak ada dompet disana.
"Kenapa? dompet lo nggak ada? ketinggalan? atau lo emang sengaja tinggal biar bisa dibayarin?"
"Mana ada gue sengaja tinggal? nggak mungkin lah", elakku sambil kembali merogoh isi tasku.
"Bilang aja kalo lo minta dibayarin, pake drama segala", balasnya sambil menyambar novel di tanganku dan pergi ke kasir.
"Enggak kok, gue nggak pernah sengaja ninggal barang. Emang nggak sengaja aja ketinggalan. Lagian ngapain gue minta dibayarin selagi gue masih bisa bayar"
"Yaudah, biasa aja kali nggak usah nyolot"
"Eh, kok gue sih? yang duluan nyulut emosi siapa?"
"Siapa?", tanyanya balik.
"Ya elo lah!", ucapku geram.
"Yang tanya", jawabnya cepat sambil menyodorkan bungkusan plastik berlabel nama toko buku tersebut setelah dia selesai melakukan pembayaran.
Sejenak aku menggeram, meredakan emosiku yang sudah diujung tanduk. Sudah mirip seperti iblis yang memiliki dua tanduk berwana merah diatas kepalanya *iblis pala lu peang, gimana sih thor?.
Sudah, sudah!
KAMU SEDANG MEMBACA
Reina
Teen FictionReina.... "Tungguin gue dong ren, sini nggak lo!" Aku berlari mengejarnya sambil tertawa. Sore ini hujan mengguyur taman komplek tempat biasanya kami bermain, tetapi tidak menjadi alasan untuk pulang dan berteduh. Bahkan kita berlari bersama di bawa...