Bagian - 7

18 6 1
                                    

Semuanya butuh proses. Bahkan mie instan saja harus melalui proses pemasakan bukan?

Papa? Hen? jadi, dia papahnya Aldi, dan....kenapa dia memanggil Aldi dengan sebutan Hen?

Bayangkan saja. Jika kalian semut, berada di tengah-tengah kerumunan gajah yang besar. Bagaimana perasaan kalian? gelisah? takut?

Itu yang kurasakan saat ini. Rasanya, aku ingin sekali terbebas dari keadaan ini, ingin sekali aku kabur dari sini sejauh mungkin.

"Eum...Kak, aku pulang duluan aja ya? kayaknya kakak butuh privasi berdua?", sejak kapan aku memanggilnya dengan embel embel kak? yasudah la ya, udah terlanjur juga.

"Jangan! Lo pulang sama gue!", ucapnya tegas, diiringi rahang yang mengeras.

"Ha? E-eh?", aku hanya cengo ditempat dan terkejut ketika tiba-tiba dia menarik tanganku dengan kencang.

Aku buru-buru menyambar tas sekolahku, tak lupa novel yang tadi ku beli.

"A-aw, pelan-pelan napa!", walaupun aku sudah menegurnya beberapa kali, tetap saja dia kekeuh dan menarikku keluar dari restoran tersebut.

Setelah sampai di samping motor dia segera memasang helm dan mulai menyetarter motornya.

"Naik!"

"Ih, bikes deh", *gaul dikit mah.

Setelah itu tidak ada percakapan diantara kami dalam perjalanan pulang, aku yang masih kesal dan Aldi yang fokus dengan lalu lintas yang bisa dibilang cukup padat karena ini sudah saatnya semua pekerja pulang ke rumah.

Setelah sampai di depan rumahku, aku segera turun dari motornya. Dengan wajah yang masih kesal.

"Kenapa lo?"

"Gue?"

"Nggak, tu pager"

"Ooh-Sehunn", emang ya mahkluk satu ini. Kalo kata gaulnya sih Kids jaman now emang kaya gini.

Tanpa berkata apa apa, dia langsung pulang dengan tampang tak berdosa dan sikapnya yang kelewat santai.

Setelah aku sampai di dalam rumah, kalian tau apa yang terjadi? semua orang menggoda diriku. Mulai dari bang Revan, Ayah, Bunda, tentunya dengan topik yang sama. 'ALDI'.

Emang nggak mirror ya tuh abang, dia sendiri yang nyuruh adeknya pulang sama kakak kelas songong itu dan dia sendiri juga yang menggoda adeknya. Sepertinya memang itu tujuan awalnya.

Karena aku sudah tidak tahan dengan godaan itu, aku segera berlari ke tangga untuk menuju kamarku, meninggalkan mereka yang masih tertawa karena sikapku. Aku yakin pipiku sudah memerah saat ini.

Sepertinya hari ini semua orang membuatku kesal.

Setelah mandi dan berganti pakaian, seperti biasa jika aku tidak ada kegiatan pasti balkon yang jadi pelarian.*Ecie, dijadiin pelarian

Angin malam langsung menerpa kulitku begitu aku membuka pintu balkon kamarku. Malam ini, tidak ada bintang yang bertaburan menghiasi langit malam. Sepertinya, langitpun juga mendukung suasana hatiku saat ini. Mulai dari kejadian tadi di resto, semua orang yang membuatku kesal, bahkan sekarang langitpun tidak mengijinkanku untuk mengembalikan moodku.

"Lagi apa dek?"

"Ee.. si D.O botak. Bundaa!", rengekku karena bunda datang tiba-tiba seperti itu.
"Kaget tau!"

"Iya, iya.. maafin bunda. Emangnya lagi mikirin apaan sih? sampe ngelamun kaya gitu, kesambet baru tau kamu"

"Kok bunda ngomong gitu sih?"

ReinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang