Bagian - 2

66 7 0
                                    

Panas terik matahari siang ini sangat menyengat di kulit. Banyak anak yang mengibaskan tangannya untuk mengurangi hawa panas ini.

Bayangkan saja, siang-siang begini kami dijemur di bawah sinar matahari yang panas, dan di tengah lapangan yang luas ini. Hanya terdapat pohon kecil yang aku kira tidak bisa digunakan untuk berteduh.

Begitupun denganku, tanganku terus ku kibaskan untuk mengurangi panas. Dan kita disini hanya duduk dan mendengarkan pidato dari kepala sekolah saja.

"Ini ceramah kapan sih selesenya? dikira kita ikan asin apa, dijemur kaya gini?", oceh Liana.

Lama-lama bukan hanya badanku saja yang panas dan gerah, tapi telingaku pun ikut panas. Bagaimana tidak? sedari tadi Liana terus mengoceh panjang kali lebar dan selalu protes denganku karena kepala sekolah tidak berhenti-berhentinya pidato.

Liana memang sangat anti dengan yang namanya panas-panasan begini. Jelas saja kulitnya putih dan cerah, tidak seperti kebanyakan orang Indonesia yang memiliki kulit seperti sawo matang.

Setelah menunggu selama satu jam, akhirnya kami diperbolehkan untuk istirahat. Saat ini tanganku sudah ditarik-tarik oleh Liana untuk menuju ke kantin.

"Sabar napa, elah! kantinnya nggak bakal kabur kemana-mana kok!", protesku dengannya karena tanganku terus di tarik sedari tadi.

"Sumpah ya Na, gue tu udah haus. Dari tadi pak kepsek ngoceh aja, panjang lebar nggak ada habisnya"

"Yang ada ya lo, dari tadi protes aja, dan yang lebih parahnya lo protes sama gue. Nggak bakal gue gubris lah!", jelasku.

"Yaelah Na, kan lo temen curhat gue. Ya gue curhat aja sama lo"

"Curhat sih curhat aja, tapi nggak usah pake triak triak nggak ceta gitulah ya"

"Iya deh, iya. Yaudah lo mau pesen apa? biar gue yang pesenin sekalian, kan gue baik hati dan tidak sombong", tawar Liana sambil menyombongkan dirinya sendiri.

Aku hanya memasang wajah datar. "Gue es jeruk aja deh"

"Oke, lo tunggu disini dulu! jangan kemana-mana, ntar ilang lagi!"

"Yee..., lo kira gue anak kecil gitu yang kalo ilang cuma bisa nangis"

Setelah itu Liana pergi untuk membeli pesananku tadi. Pandangan ku edarkan ke seluruh penjuru kantin. Kantin ini sangat ramai oleh anak-anak yang sedang menikmati waktu istirahatnya.

Di dekat pintu kantin ada sebagian anak yang menikmati makanannya dengan damai dan tentram, berbeda dengan bagian tengah, lebih banyak anak yang sedang bergosip ria dengan teman-temanya. Dan di pojok kantin ada segerombolan anak laki-laki yang sedang bernyanyi dengan teman temannya. Tapi, ada yang familiar dengan salah satu diantara banyak anak di situ.

Dia.......

Tunggu-tunggu, bukan kah dia yang menabrakku tadi waktu didepan toilet?. Sepertinya sih itu dia.

"Nih punya lo. Nana? Na?", panggil Liana sambil menggerakan tangannya kekanan dan kiri untuk menyadarkanku.

"Nana!?", panggilnya lagi disertai gebrakan meja yang cukup keras

"Eh?, aku tersentak kaget. "Lo kenapa sih Li? pake gebrak-gebrak meja segala, lo kira gue budek apa?", jawabku setelah akhirnya sadar dari lamunanku.

Sekarang banyak pasang mata yang mengarah pada kami. Entah itu karena kaget atau marah karena kami berisik, aku pun tak tau.

"Iya, lo emang budek.  Dari tadi dipanggil nggak jawab jawab!"

"Ya...maaf lah, gue nggak tau"

"Lo ngelamunin apasih?"

ReinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang