The End

11K 497 46
                                    

"Kenapa Tamara? Lo takut sama gue? Jangan takut, gue ngelakuin ini semua buat lo kok, lo temen gue yang paling baik, sehingga membuat gue mulai terobsesi untuk menjaga lo dan menyingkirkan orang-orang yang menyakiti lo sejak beberapa minggu belakangan."

"Nyakitin gue? Din, Clara, kak Dio dan kak Tasya itu gak ada yang pernah nyakitin gue."

"Lo mau gue jelasin satu-satu? Oke. Clara, apa lo gak ingat dia pernah nyakar lengan lo lumayan dalem saat lo bertengkar sama dia hanya karena ia nuduh lo jalan sama cowoknya dan ternyata dia salah orang? Pasti lo ingat, karena bekas cakarannya masih ada di lengan lo. Kak Dio, lo salah besar kalau ngira dia suka sama lo, gue dengar sendiri beberapa waktu lalu dia dan teman-temannya buat taruhan, kalau Dio bisa ngambil keperawanan lo di rooftop, teman-temannya bakal nyewain hotel satu malam untuk Dio dan kak Tasya. Kak Tasya, dia udah lama pacaran sama kak Dio dan dia benci banget liat lo karena sering ngirim pesan gak jelas ke kak Dio. Apa semuanya kurang jelas? Gue nyoba ngelindungi lo Tam!" Jelas Dinda panjang lebar sambil melihat ke bawah tak berani menatap Tamara, orang yang selama ini menjadi sahabatnya.

Saat Dinda menunduk, Tamara memberikan kode dengan pandangan mata kepada Rara agar ia segera kabur.

"Din, gue sangat hargai niat lo untuk jagain gue, tapi cara lo ngelindungi gue itu salah, salah besar. Lo malah ngebuat gue takut dan mulai berpikir untuk menciptakan jarak sejauh mungkin dengan lo." Setelah mengatakan itu Tamara berlari bersama Rara menaiki tangga menuju ruang guru untuk meminta pertolongan. Sialnya ruang guru kosong, mengingat saat ini masih jam mengajar.

Suara langkah kaki Dinda yang semakin mendekat membuat mereka berpencar untuk mencari tempat sembunyi. Tamara bersembunyi didalam lemari besi yang cukup memuat badannya di dalam sana, sedangkan Rara yang sangat ketakutan tidak bisa lagi memikirkan tempat persembunyian yang aman selain di bawah meja yang bagian depannya tertutup sehingga ia bisa menyenderkan badannya di sana agar tidak terkena cahaya lampu.

Pintu ruang guru terbuka dan terdengar langkah pelan Dinda yang membuat jantung Tamara berdegub sangat kencang.

"Tamara keluarlah, gue tau lo ada di sini, ayo kita habisi Rara bersama-sama." Ucap Dinda sambil membuka pintu lemari kayu yang berada tepat di seberang lemari besi tempat persembunyian Tamara.

Pintu lemari yang tak tertutup rapat membuat Tamara bisa memperhatikan gerak gerik Dinda. Ia membanting pintu lemari kayu tersebut dengan keras saat tak menemukan Tamara ataupun Rara disana. Ia lalu menatap lurus kearah lemari besi yang ada di seberangnya, senyum sumringah tercipta di wajahnya. Ia berjalan perlahan sambil mengetukkan ujung garpu di atas meja-meja yang dilaluinya.

Melihat Dinda yang semakin mendekati tempat persembunyiannya membuat Rara menyenderkan punggunggnya lebih dalam yang membuat meja tersebut terdorong ke belakang dan menghasilkan decitan nyaring di dalam ruang guru yang sepi itu. Ia menutup matanya rapat-rapat, takut melihat Dinda yang akan menemukannya. Sudah beberapa menit ia memejamkan matanya namun tak ada tanda-tanda Dinda di sekitarnya, suasana ruangan yang begitu tenang membuatnya penasaran dan membuka mata untuk melihat situasi, namun ia dikagetkan dengan sosok Dinda yang duduk bersila di hadapannya.

"Udah main petak umpetnya? Sini keluar, kita main bareng sambil nunggu Tamara gabung."

Dinda mencoba meraih tangan Rara tapi ditepis oleh cewek berkacamata itu. Rara semakin menyudutkan dirinya dan menunjang Dinda secara berutal, tingkah Rara tersebut membuat Dinda geram dan menusukkan garpu yang sedaritadi di genggamnya ke badan Rara.

Tamara yang mendengar jeritan Rara menutup mulutnya sambil menangis, ia tak tau harus berbuat apa, jika lari dari tempat persembunyiannya pasti Dinda akan dengan mudah menangkapnya tapi jika tetap berada di sini cepat atau lambat Dinda pasti menemukannya.

Jeritan Rara sudah hilang dan digantikan dengan bunyi dentingan garpu yang diketukkan ke lemari besi tempat persembunyian Tamara.

"Tamara...where are you? Masa lo tega sih ngebiarin gue sendirian."

Tamara menyudutkan dirinya di lemari seraya membaca doa apa saja yang di ingatnya.

"Tamara..."

Pintu lemari terbuka lebar dan melihatkan Dinda yang tersenyum mengerikan.

"Tempat lo terlalu mudah ditebak. Ayo keluar, kita kembali ke kelas dan bersikaplah seperti tidak ada kejadian apa-apa."

Tamara menggeleng kuat, tangisannya semakin menjadi saat Dinda menarik paksa tangannya.

"Apa? Lo ga mau? Ayo sini Tam keluar."

"Pergi! Lepasin gue!"

"Lepasin lo bilang? Setelah apa yang selama ini gue lakuin buat ngelindungin lo, terus lo suruh gue pergi dan lepasin lo gitu aja? Dan setelah itu lo pasti bakal ngelaporin gue ke polisi, iya kan? Gak bakal gue biarin itu terjadi!"

"Enggak, gue gak akan laporin lo ke polisi jadi please lepasin gue Din."

"Gue gak percaya sama lo!"

Dinda berhasil menarik Tamara keluar dari dalam lemari.

"Karena lo udah sia-siain usaha gue selama ini, lo akan jadi korban gue yang selanjutnya."

Tamara tak dapat menahan teriakannya saat ujung garpu menyentuh bola matanya hingga mengeluarkan darah segar dari sana. Tak hanya sekali, beberapa kali Dinda mencabut lalu menusuk lagi garpu tersebut di mata Tamara. Puas dengan mata, Dinda beralih ke urat nadi sahabatnya yang membuat Tamara langsung terkulai lemas di lantai.

Dinda menjatuhkan garpu dari tangannya lalu ia berlutut di samping badan Tamara yang mengeluarkan banyak darah dan menangis sesegukan.

"Maafin gue Tam, gue gak sengaja, gue terlalu emosi, maafin gue."

Tamara membuka sedikit matanya, perlahan, dengan tangan bergetar ia meraih garpu yang terletak tak jauh darinya.

"Bahkan jika ada kehidupan kedua nanti, gue gak sudi maafin lo!" Ucap Tamara dengan susah payah lalu menancapkan garpu tersebut tepat di urat leher Dinda.

The End.

***

HOLAAA MAAF KALAU ENDINGNYA GAK SEPERTI YANG KALIAN BAYANGKAN YA.

TERIMAKASIH YANG UDAH MAU VOTE, TERLEBIH SAMA YANG MASUKIN CERITA INI KE READING LIST MAKASIH BANYAK ITU SANGAT BERARTI BUAT GUE, MAKASIH JUGA SAMA SILENT READER WALAUPUN GAK NGEVOTE TAPI UDAH MAU NGEBACA CERITA GUE AJA UDAH BUAT GUE SENENG.

Gila, gak nyangka gue ada juga cerita yang bisa gue selesain, ini ide ceritanya muncul gitu apa pas gue lagi di kamar mandi tau gak sih wkwk terus langsung gue tulis di draft dan langsung siap sampe ending nya dalam satu setengah hari gitu, coba aja cerita cinta-cintaan gitu pasti belom siap dalam berbulan-bulan.

Btw ini part terpanjang loh, bagi yang sering nanya kenapa partnya pendek-pendek karena gue pribadi lebih suka baca cerita yang pendek gitu daripada yang berhalaman-halaman. Apaan sih gue ih gak bakal ada yang baca juga ini wkwkwk yaudah deh pokoknya thanks ya yang mau baca cerita yang kurang menarik ini.

ObsessedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang